Alaish Karenina, wanita berusia dua puluh sembilan tahun itu belum juga menikah dan tidak pernah terlihat dekat dengan seorang laki-laki. Kabar beredar jika wanita yang akrab dipanggil Ala itu tidak menyukai laki-laki tapi perempuan.
Ala menepis semua kabar miring itu, membiarkannya berlalu begitu saja tanpa perlu klarifikasi. Bukan tanpa alasan Ala tidak membuka hatinya kepada siapapun.
Ada sesuatu yang membuat Ala sulit menjalin hubungan asmara kembali. Hatinya sudah mati, sampai lupa rasanya jatuh cinta.
Cinta pertama yang membuat Ala hancur berantakan. Namun, tetap berharap hadirnya kembali. Sosok Briliand Lie lah yang telah mengunci hati Ala hingga sulit terbuka oleh orang baru.
Akankah Alaish bisa bertemu kembali dengan Briliand Lie?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfian Syafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4. Barisan Kata Untuknya
Aku melepas semua yang aku inginkan demi memberi waktu untukmu. Melewati hari demi hari bersamamu agar dalam hidupku hanya ada kamu. Cinta ini telah habis untukmu sampai logikaku tidak berjalan. Semua tentangmu, bahkan ketika luka itu kau goreskan pun tidak ada setetes air mata yang jatuh. Aku tersenyum dengan menahan perih. Sebab aku terlalu takut kehilanganmu.
Semesta tak berpihak kita bersama. Tawa mereka yang tidak menyukai hubungan ini terdengar ketika aku telah berhasil menjauhkan diri darimu.
Bahkan menunggu dua tahun untuk benar-benar bisa pergi ke tempat dimana orang lain tidak mengenaliku pun terasa ribuan tahun lamanya. Itu cara agar aku bisa sembuh dari luka yang kau torehkan. Lupa dari segala kenangan indah yang pernah kita lewati.
Ala tak sanggup melanjutkan tulisannya. Menceritakan kisah sendiri tentang Brian hanya membuka luka lama yang sudah sembuh itu. Ala memilih menutup aplikasi kepenulisannya dan membuka akun sosial media. Mencari nama akun Brian dan melihat postingan hari ini.
[Bahagia selalu ya.]
Caption yang singkat tapi membuat hati Ala teriris. Bahkan lebih sakit dari masa itu. Rupanya Brian sudah memiliki kekasih. Brian telah menggantikan posisi Ala dihatinya. Bahkan foto itu sudah membuktikan jika mereka sebentar lagi akan menikah.
Dimana Brian memasangkan cincin pada seorang perempuan cantik. Perempuan yang pastinya tipe Brian. Ala sadar diri kalau dulu hanya dia yang bucin sama Brian. Nggak ada laki-laki yang tulus mencintainya. Sadar kalau bukan gadis cantik yang memiliki tinggi semampai, bentuk tubuh bak gitar Spanyol.
Menutup aplikasi adalah jalan terbaik untuk menyembuhkan luka, untuk apa mencari orang yang telah lupa terhadap kita. Brian disana bahagia dengan yang baru, sementara Ala mati-matian melupakan Brian dan menyembuhkan luka yang teramat dalam itu.
Sejauh apapun Ala pergi, tetap nama Brian masih tersimpan dalam lubuk hatinya yang terdalam meski tertutup oleh kebencian. Rasa itu tak pernah terkikis oleh waktu.
"Move on dong, La. Dia aja bisa masa kamu enggak?" Ala menatap foto dirinya sendiri yang ada di galeri gawainya.
"Lelaki mana yang mau nerima aku apa adanya?" Ala tersenyum getir.
Bahkan air mata pun tak dapat lagi menetes. Sudah sering hatinya sakit saat menjalani kisah cinta bersama Brian, menjadikan Ala gadis yang kuat dalam menghadapi apapun.
Andai Brian tahu, seberapa besar cinta Ala kepada dirinya. Kalau saja semua masalah bisa diselesaikan dengan baik mungkin mereka masih bersama. Hanya saja saat itu mereka sama-sama egois dan tidak mau menurunkan gengsi. Pasalnya mereka ini sedang berumur lima belas tahun jadi ya pikirannya belum matang.
Brian cinta pertama Ala, meski Ala bukan yang pertama untuk Brian tapi cintanya Ala kepada Brian nggak ada yang ngalahin. Pengorbanan dan perjuangan Ala nggak main-main.
Bahkan dulunya dia memilih berada di samping Brian daripada menghabiskan waktu dengan temannya.
Cinta itu membuat orang buta dan bodoh. Nggak punya pikiran yang waras, hanya ada dia, dia dan dia saja yang ada didalam pikiran orang yang sedang jatuh cinta. Istilahnya bucin akut. Begitulah Ala. Udah tahu diselingkuhi tapi masih bertahan karena yakin kalau Brian bakal setia dan tetap mempertahankannya.
"Ck, gue aja yang begonya nggak ketulungan! Udah belasan tahun masih aja nyimpen perasaan itu!"
Ala memilih membaca novel online saja daripada pikirannya kacau. Membuat hati Ala sakit dan ujungnya melukai diri sendiri. Ala lelah dengan semua yang terjadi pada dirinya. Seolah Tuhan tidak pernah memperbolehkan Ala bahagia.
Dengan membaca hati Ala menjadi tenang, melalui tulisan Ala menceritakan semua isi hatinya tanpa perlu bercerita kepada orang lain. Hingga orang tidak akan pernah tahu rahasia yang Ala simpan.
"Nggak mood juga! Kenapa malah jadi kepikiran begini sih?" Ala meletakkan gawainya secara asal.
Pikirannya sedang kacau karena melihat postingan Brian tadi. Kalau saja Ala nggak kepo sama akun mantan, sudah pasti dia akan baik-baik saja dan lupa sama semua hal tentang Brian.
Ala memilih memejamkan kedua mata agar nanti saat bekerja shift 3 mata bisa segar. Ala bekerja dipabrik tas. Kerjanya santai tapi kalau sudah numpuk bakal kena omel. Ala dibagian checking setelah tas itu selesai di jahit. Jadi Ala langsung mengeceknya sebelum masuk ke proses selanjutnya.
Jika ada kesalahan fatal yang masuk sudah pasti Ala yang akan kena marah karena dari Ala langsung masuk ke packing, kemudian dibawa ke Qc atau Quality Control bagian finishing sebelum barang itu benar-benar dikemas.
Ala bekerja sejak usianya delapan belas tahun, hanya saja dia pindah-pindah karena mencari yang cocok. Dia pergi ke tanah rantau setelah lulus sekolah. Selain mencari pengalaman, dia juga ingin melupakan tentang Brian.
Kedua netranya terbuka ketika mendengar getar panjang pada gawainya. Ala menatap layar tersebut dan membaca nama si penelpon. Gadis dengan rambut sepunggung itu selalu malas mengangkat teleponnya. Hanya menatap layar hingga mati dan menunggu ada pesan masuk. Jika penting maka dia akan mengangkatnya.
Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa mendengarkan suara Ala melalui sambungan telepon.
[La, masuk apa? Aku jemput ya?]
Ala tidak membalasnya. Memilih memejamkan kedua mata kembali, memasang headset pada kedua telinga sambil mendengarkan sebuah lagu dari band ternama.
14 hari aku mencari dirimu, untuk menanyakan dimanakah dirimu.
14 hari aku datangi rumahmu. Agar engkau tahu tertatihku menunggumu.
Hati Ala berdenyut nyeri mendengar lagu tersebut. Ingat saat-saat hubungan dengan Brian terkena badai masalah, tertatih mencari kebenaran tentang kabar yang dia dapatkan. Bahwa Briannya mendua. Melangkah dengan berat ke rumah Brian, nyatanya semua terlihat baik-baik saja seolah tidak terjadi sesuatu seperti apa yang didengar.
Atas nama cinta Ala rela memaafkan semuanya dan tidak peduli dengan semua ucapan orang lain. Hanya saja ketika Ala berada di titik terlelah, dia memilih pergi demi kasih sayangnya terhadap Brian.
Lagu itu menjadi saksi bisu, betapa derasnya air mata Ala yang mengalir setiap kali menggumamkan nama Brian dalam doanya. Memohon kepada Sang Pencipta agar dia lupa akan semua tentang laki-laki yang dia cintai sangat dalam.
Ala mematikan lagu tersebut, jika dulu dia bisa memutar berkali-kali demi mengurangi rasa rindunya kepada Brian. Sekarang Ala tak sanggup lagi mendengarnya.
"Ini terlalu sakit, Tuhan!" Ala memukul dadanya sendiri.
Duduk bersandar dengan napas yang memburu. Mencari minyak kayu putih untuk dia hirup agar sesak di dadanya berkurang. Telapak tangan dan kaki Ala sudah basah. Dengan tangan gemetar dia membuka tutup minyak kayu putih itu lalu menghirupnya. Perlahan suasana hatinya membaik meninggalkan jejak air mata pada wajah ayunya.
"La, tidur ya?" Suara dari luar membuat Ala cepat-cepat menghapusnya.
Ala segera meraih botol air mineral yang berada di sebelah kasurnya. Meneguk sedikit untuk memberikan kesegaran di tenggorokan. Menghirup aroma minyak kayu putih lalu menghela napas perlahan. Ala berusaha untuk terlihat baik-baik saja meski suasana hatinya sedang kacau. Dia nggak mau terlihat kacau didepan orang lain.
"Ada apa, Ras?" tanya Ala setelah membuka pintu.
Degup jantungnya belum normal, telapak tangan dan kaki masih basah dan sedikit kesemutan.
"Lo nangis?" Laras terlihat khawatir pada Ala. Sebab selama mengenalnya Ala tidak pernah sekalipun menunjukkan kesedihannya.
Ala menggeleng, lalu memberi ruang agar Laras bisa masuk ke dalam.
"Bohong! Cerita sama gue sekarang! Kita kenal bukan cuma sebulan dua bulan, La. Udah hampir tujuh tahun!" Laras bisa melihat jejak air mata pada sudut netra Ala. Lalu kulit putih wajah Ala terlihat memerah apalagi dibagian hidungnya.
Ala memaksa tersenyum. Ketika ada yang peduli di saat kondisi Ala seperti ini, hatinya terharu dan ingin menangis kembali. Namun, Ala menahannya agar tidak terlihat lemah.
"Nggak apa-apa. Cuma tadi baca novel aja kebetulan sedih jadi nangis," kilah Ala.
"Serius?" Laras menatap kedua netra Ala, tahu jika Ala sedang berbohong.
Sedikit kecewa karena Ala tidak pernah berbagi cerita tentang beban yang dia pikul. Hanya kemarin cerita tentang kisah cinta pertamanya itu juga cuma sedikit karena Ala nggak cerita secara detailnya kenapa mereka pisah.
"La, kita hidup jauh dari keluarga dan berjuang untuk mencari rezeki. Gue tahu kalau gue cuma sahabat lo, sahabat terdekat yang lo punya karena lo susah buat deket sama orang baru. Mungkin ... Lo belum percaya sepenuhnya sama gue atau bisa jadi emang ini bagian dari sifat lo yang misterius ini. Gue minta, terbuka sama gue biar kalau ada apa-apa gue bantuin lo kayak lo bantuin gue!" Laras menggenggam tangan Ala yang basah dan juga dingin.
"Lo sakit?" tanya Laras lagi sebab kedua telapak Ala terasa dingin ketika dia pegang.
"Nggak, gue baik-baik aja! Udah nggak ada apa-apa kok. Lo tenang aja. Gue emang suka begini soalnya dari tadi main hp!" ucap Ala. Dia pun bangkit dari duduknya untuk menyalakan teko listrik.
"Mau kopi, susu apa teh?" tanya Ala. Sebab Laras menyukai semua minuman itu.
Beda sama Ala yang hanya suka sama kopi hitam pekat dengan sedikit gula. Itu selalu Ala minum untuk memberikan semangat pada dirinya sendiri.
"Kopi aja, gue kesini tuh mau kasih ini!"
Laras meletakkan paper bag yang sejak tadi ada di sampingnya. Gara-gara melihat Ala menangis dia jadi lupa soal itu. Ala mengambil dua cangkir dan meracik kopi hitam dengan racikan yang berbeda. Dia selalu sedia bubuk kopi hitam sachet agar bisa mengatur gulanya sendiri.
"Apa itu?" tanya Ala.
"Dari Adam! Tadi dia ke kontrakan gue katanya telepon lo tapi nggak diangkat. Terus wea juga nggak dibales. Dia mikir lo tidur jadi nitip ke gue," jelas Laras.
Ala membuka paper bag tersebut. Isinya beberapa cokelat dan camilan kesukaan Ala. Gadis dengan tatapan sayu itu membagi cokelat dan camilan kepada Laras.
"Iya gue lagi males diganggu."
"Sampai kapan lo mau buka hati? Agung dan Adam orang yang baik dan gue rasa mereka ini pantas buat lo. Perjuangan mereka dapetin lo nggak main-main. Tinggal lo pilih yang mana," kata Laras. Wanita bermata bulat itu prihatin dengan kondisi Ala yang masih saja jomblo.
Ala menghela napas panjang, "Sampai gue bener-bener lelah menunggu seseorang. Kalau Tuhan tidak mempertemukan kita kembali maka gue bakal buka hati ini buat orang yang tepat," ujarnya.
Jangan pernah menyia-nyiakan seseorang yang mencintaimu dengan hebatnya. Sebab jika dia pergi maka kepergiannya menyisakan kenangan yang sulit dilupakan.
Bersambung....
Selamat membaca yaa... jangan lupa like, komen dan subscribe. Kalau banyak typo beritahu yaa
semangat kakak,
udu mmpir....
btw...ni pnglman pribadi y????
🤭🤭🤭