Mentari merupakan seorang perempuan yang baik hati, lembut, dan penuh perhatian. Ia juga begitu mencintai sang suami yang telah mendampinginya selama 5 tahun ini. Biarpun kerap mendapatkan perlakuan kasar dan semena-mena dari mertua maupun iparnya , Mentari tetap bersikap baik dan tak pernah membalas setiap perlakuan buruk mereka.
Mertuanya juga menganggap dirinya tak lebih dari benalu yang hanya bisa menempel dan mengambil keuntungan dari anak lelakinya. Tapi Mentari tetap bersabar. Berharap kesabarannya berbuah manis dan keluarga sang suami perlahan menerimanya dengan tangan terbuka.
Hingga satu kejadian membuka matanya bahwa baik suami maupun mertuanya dan iparnya sama saja. Sang suami kedapatan selingkuh di belakangnya. Hanya karena pendidikannya tak tinggi dan belum juga dikaruniai seorang anak, mereka pun menusuknya dari belakang.
Tak terima perlakuan mereka, Mentari pun bertindak. Ia pun membungkam mulut mereka semua dan menunjukkan siapakah benalu sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TIGA PULUH LIMA
Mentari baru saja tiba di kantornya. Semenjak ia aktif di kantor, Belinda-lah yang menyopiri, menemani, dan melindungi Mentari kemana pun ia pergi.
Saat akan memasuki lobi, tiba-tiba Arga telah membukakan pintu terlebih dahulu untuk Mentari membuat Mentari sampai terperangah.
"Selamat pagi, Bu Mentari. Silahkan!" Arga, Kapala divisi pemasaran mempersilahkan Mentari masuk sambil merekahkan senyumnya dengan begitu lebar.
"Ah, iya, terima kasih pak Arga!" ucap Mentari canggung. Kemudian ia melangkahkan masuk ke gedung perusahaannya dengan diikuti Belinda di belakangnya.
"Bu Mentari sudah sarapan?" tanya Arga basa-basi.
"Oh, sudah kok. Mari pak, saya duluan!" ucap Mentari. Ia terlalu lelah untuk berbasa-basi di pagi ini. Tanpa ia sadari, ada sepasang mata yang menatap sendu ke arah Mentari yang tengah di dekati Arga.
*
*
*
"Bel, tolong minta OB buatkan aku secangkir kopi ya!" pinta Mentari yang diangguki Belinda. Ia pun gegas meminta salah seorang OB untuk membuatkan pesanan Mentari. Tak butuh waktu lama, seorang OB pun masuk dan meletakkan cangkir berisi kopi ke meja Mentari.
"Ini, Bu kopinya," ujar OB tersebut.
"Iya, terima kasih ya!" ujar Mentari seraya tersenyum simpul membuat jantung si OG deg deg ser.
Si OB langsung saja tersenyum sumringah. Baru kali ini ada seorang atasan yang mengucapkan terima kasih sambil tersenyum padanya. Si OB jadi kagum. Di ruang pantry, si OB tadi lantas bercerita dengan rekan-rekannya. Mereka begitu antusias dan berharap kapan-kapan memiliki kesempatan untuk melayani atasan cantik mereka itu.
Dari sudut pantry, ada seorang lelaki berpakaian lusuh yang sedang menyeduh kopi. Ia melamun saat mendengar pujian demi pujian orang-orang pada Mentari di kantor itu.
'Kenapa aku bodoh banget sih? Kenapa aku melepaskan Tari gitu aja? Coba aja masih suami istri, pasti hidupku pasti ... ' Shandi melirik penampilannya. Tak ada lagi pakaian rapi, penampilan keren, dan wangi. Kini ia justru terlihat lusuh. 'Ukh ... penampilanku sangat kacau. Gimana mau menarik perhatian Tari lagi kalau penampilanku aja kusut .'
"Pak, pak Shandi, kopinya airnya penuh tuh! Pak ... Pak Sandi," teriak salah seorang OB saat melihat Shandi melamun sampai tak sadar kopi yang ia seduh sudah penuh dan tumpah ke lantai.
"Aaaaakh ... " Shandi yang baru sadar lantas melemparkan cangkir di tangannya yang airnya telah lebih dahulu mengenai tangannya. Ia menjerit dan mendesis kesakitan karena rasa panas yang menjalar di jari-jari hingga punggung tangannya.
"Pak, bapak tidak apa-apa?" tanya OB itu cemas. Kini beberapa OB dan juga karyawan memenuhi pantry karena terkejut mendengar pekikan kesakitan Shandi.
"Tanganku," desisnya sambil membawa tangannya ke wastafel kemudian mengalirinya dengan air dingin untuk meredam perih.
"Ini pak. Ini salep bakar," ucap OB itu. Shandi pun mengambil salep itu dan mengolesinya di jari-jari yang terkena air panas. Ia menghela nafasnya, pikirannya terlalu kacau hingga tidak bisa berkonsentrasi. Dan yang menjadi sumber kekacauan itu tak lain dan tak bukan adalah mantan istrinya.
Tibanya saat makan siang. Mentari pun mengajak Belinda untuk makan siang di kantin perusahaan saja. Alasannya tentu agar ia lebih mengenal mengenai seluk-beluk perusahaan dan para karyawannya sendiri. Ia tak pernah keluar masuk perusahaannya dengan leluasa. Meski pernah beberapa kali masuk ke sana dengan style rahasia, tapi ia belum sampai mengelilinginya dan melihatnya langsung secara keseluruhan. Tetapi ia tentu tahu seluk-beluk bangunan perusahaannya sebab bangunan itu pun dibangun atas kerjasamanya dengan arsitek terkenal.
"Ibu mau makan siang dimana?"
"Di kantin saja. Pak Galih sudah keluar?"
"Belum Bu. Tadi dia berpesan, kabarin aja kalau ibu mau makan siang, nanti Beliau menyusul," tukas Belinda memberikan penjelasan.
"Kita ke ruangan pak Galih aja dulu biar bisa barengan ke kantinnya," ajak Mentari. Kemudian Belinda mempersilahkan Mentari keluar dari ruangannya menuju ruangan Galih.
"Apa sayang mengganggu Anda, pak Galih?" tanya Mentari saat kepalanya menyembul dari balik pintu membuat Galih tersentak kemudian melotot tajam. Tapi itu hanya sebagai candaan, setelahnya ia terkekeh.
"Kamu itu ternyata masih usil kayak dulu ya. Nggak berubah, tapi ... tetap menggemaskan," seloroh Galih sambil menutup layar laptopnya.
Mentari mencebikkan bibirnya, "masih kekanakan dong!"
"Nggak kok, kamu nggak kekanakan sama sekali. Sifat kamu malah sangat bijak dan dewasa. Buktinya, kamu bisa membangun perusahaan ini sampai sebesar ini padahal hanya bekerja dari balik layar. Tapi ya memang wajah kamu sama sifat usil kamu masih menggemaskan, setidaknya kamu bisa tetap waras setelah badai menerpa hidup kamu," Galih memberikan pembelaan. Tentu ia sangat tahu betapa hebatnya adik angkatnya itu. Berkat Mentari juga ia bisa meningkatkan taraf hidupnya menjadi lebih baik. Menyekolahkan adik-adiknya hingga perguruan tinggi, menaikhajikan kedua orang tuanya. Bahkan kini ia telah memiliki istri yang merupakan mantan sekretarisnya sendiri. Semua berkat siapa lagi kalau bukan Mentari. Pertemuan yang diawali sebagai sama-sama pekerja di pabrik furniture di Malaysia, kemudian berlanjut sampai diamanahkan memimpin usaha yang Mentari bangun dengan uang tabungannya selama bekerja menjadi TKW, sungguh ia merasa amat sangat beruntung dipertemukan dengan sosok seperti Mentari.
"Ya iyalah, rugi dong gila gara-gara mereka. Mending aku menikmati hidup, sendiri pun nggak papa, asalkan ada kalian aku udah bahagia," ucap Mentari tapi terdengar menyedihkan di telinga Galih.
Membayangkan Mentari hanya hidup seorang diri, tanpa ada pendamping ataupun pelindung, membuat Galih terenyuh.
"Kamu nggak trauma kan berumah tangga?"
Mentari mengedikkan bahunya, "siapa sih kak yang mau menerima aku? Kekuranganku terlalu banyak lho, aku nggak yakin akan ada yang menerimaku dengan tulus. Kalaupun ada, belum tentu keluarganya," ucap Mentari acuh tak acuh sambil memandangi pigura keluarga kecil Galih. Mentari tersenyum melihat foto tersebut dimana istri Galih tengah memangku bayi berumur satu tahun dan Galih merangkul pundak istrinya dari samping. Senyum mereka sangat lebar. Binar kebahagiaan terpancar di netra keduanya. Pun tawa sang bayi yang terlihat begitu menggemaskan.
Dulu, ia pernah bermimpi memiliki potret seperti itu, tapi ... impian tinggallah impian. Hingga 5 tahun pernikahannya, ia tak kunjung diberikan kepercayaan untuk menimang seorang buah hati. Meskipun dalam pemeriksaan dirinya dinyatakan subur, entah karena doktrin dari mantan suami dan keluarganya, ia jadi pesimis kalau ia memang mandul. Terbukti, padahal hubungan Shandi dan Erna belum lama tapi mereka sudah akan dikaruniai seorang buah hati.
"Kak Galih pasti bahagia banget ya bisa memiliki keluarga lengkap. Ada ayah, ibu, adik, dan kini ditambah istri dan anak. Tidak seperti aku yang ... "
Mata Mentari memerah. Mungkin ia takkan seterpuruk ini bila ia masih memiliki anggota keluarga yang lain, tapi di dunia ini ia benar-benar sebatang kara. Orang tuanya dulu pun merupakan anak tunggal. Ia juga dilahirkan tanpa saudara. Dan setelah mereka tiada, ia jadi benar-benar sendirian.
'Sepertinya aku memang ditakdirkan hidup seorang diri di dunia ini.'
Meskipun kemarin Jervario sempat menyatakan kalau ia pun peduli padanya, tapi ia yakin, itu hanyalah bentuk kepedulian sebagai seorang teman atau karena dirinya berteman baik dengan saudara kembar Jervario. Jadi ia tak mau terlalu memikirkan maksud dari kata-kata Jervario. Ia sudah terlanjur insecure dengan dirinya sendiri dan ia sudah tak berharap ada yang mau menerima dirinya dengan segala kekurangannya.
...***...
Sebenarnya ini mau update malam, tapi ngantuk pake banget-nget-nget. Semoga siang ini bisa update lagi!
Terima kasih atas segala dukungannya ya kak! dari Like, komen, nonton iklan, kasi hadiah, vote, dan rate.
...Lope kakak banyak-banyak. ❤️❤️❤️...
...HAPPY READING 🥰🥰🥰...
bersyukurlah Tian km masih bisa sekolah dan masih diperhatikan sm Tari .. belajar dngn baik jngn kecewakan mbak Tari mu
😁😍