Shinn, seorang pemuda dari keluarga miskin, hidup di dunia biasa—sampai suatu hari ia menemukan barang rongsokan misterius di pasar loak. Saat ia mengutak-atiknya, muncullah jendela sistem aneh yang membawanya ke dunia paralel: sebuah dunia apokaliptik dipenuhi zombie dan puing-puing mecha raksasa.
Dengan sistem yang ia bangkitkan dari sampah, Shinn mengubah takdirnya. Ia menjarah dunia zombie, membangun kekuatan, menyembuhkan ibunya di dunia nyata, dan membentuk harem lintas dimensi yang setia padanya. Tapi itu baru permulaan.
Ketika realitas mulai retak, dan sistem-sistem purba bangkit untuk mengendalikan semua dunia yang pernah ada, Shinn harus memilih: tunduk… atau menjadi Nexus—poros semua dimensi, dan satu-satunya harapan untuk menyeimbangkan kehancuran.
Di tengah konflik antar dimensi, musuh tak terlihat, dan cinta yang tumbuh dalam medan perang, Shinn berdiri di ambang takdir sebagai pejuang terakhir dari Sistem Rongsokan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon F R E E Z E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12: Kota Terakhir: Harapan dalam Reruntuhan
Angin dingin menyapu puing-puing kota lama, membawa serta aroma logam berkarat dan debu yang menusuk hidung. Di kejauhan, matahari tampak seperti bola redup, nyaris tenggelam di balik kabut abu yang menggantung berat di udara. Langit seperti tak bernyawa, langit yang kehilangan warna. Tapi di tengah kehancuran itu, sesuatu yang berbeda mulai terbentuk sebuah peradaban baru, dibangun oleh tangan seorang pemuda dan harapan orang-orang yang nyaris kehilangan segalanya.
“Selamat datang di Kota Terakhir.”
Shinn berdiri tegak di atas menara pengawas darurat, yang baru selesai dirakit dari rangka mecha bekas. Angin meniup jaket armor-nya yang sudah bolong di beberapa bagian, tapi matanya tajam menatap cakrawala. Di bawahnya, puluhan orang dari berbagai zona bertahan bekerja keras. Ada yang sedang menumpuk pelat armor menjadi dinding, ada yang mengelas, ada yang membersihkan area dari sisa-sisa organik zombie yang terbawa angin. Semua bergerak. Semua hidup. Semua berharap.
Kota ini memang belum sempurna. Tapi bukan kota sembarangan. Dinding-dindingnya dibentuk dari pelindung mecha yang sudah rusak, disusun rapi seperti benteng baja. Sistem energi kota disuplai dari turbin angin dan inti daya hasil crafting. Cahaya dari panel surya menerangi jalur-jalur utama yang digores dari aspal lama. Meskipun kasar dan belum stabil, kota ini punya satu hal yang tidak dimiliki zona lain: harapan.
Iluthar datang dari arah timur sambil melepaskan helmnya, rambut panjangnya yang basah oleh keringat menempel di dahi.
“Gila… lo beneran selesaiin kota ini dalam seminggu,” katanya sambil menepuk punggung Shinn.
Shinn tertawa kecil, tapi napasnya berat. “Gue sih nggak kerja sendirian. Sistem bantu banyak, iya. Tapi orang-orang juga ikut angkat batu, ngelas tembok, dan jaga perimeter. Mereka mau hidup, Lu. Bukan cuma ngumpet dan nunggu mati.”
“Gue salut sih.”
Dari sisi barat, terdengar teriakan khas seseorang yang sudah habis kesabaran.
“Kalau kabelnya salah sambung lagi, gue bakar semua alat ini dan kalian dua ikut jadi korban! Awas ya!”
Itu suara Asha. Ia sedang berdiri di atas panel reaktor daya mini, matanya menyala lebih terang dari listrik yang dia sambung. Dua pekerja buru-buru mengangguk ketakutan dan kembali membetulkan kabel yang sempat korslet.
Iluthar ngikik. “Dia makin galak ya?”
“Bukan galak. Makin jujur,” jawab Shinn sambil nyengir. “Tapi ya emang dia otaknya pertahanan kita. Tanpa dia, kita cuma tumpukan besi yang siap digilas.”
Mereka berdiri bersama, menatap ke arah pusat kota. Di sana, taman kecil terbentuk dari bangkai mobil yang dipotong simetris, dihias tanaman liar dan cahaya dari panel surya kecil. Anak-anak berlarian, tertawa. Di dunia kayak gini, denger tawa anak kecil itu kaya denger lagu surga.
Shinn diam sejenak. “Gue mau tempat ini jadi rumah. Bukan cuma tempat bertahan. Rumah buat semua yang nggak punya siapa-siapa.”
Iluthar menepuk bahunya. “Kita semua pengen itu, Shin.”
Tapi kedamaian itu tak berlangsung lama.
Tiba-tiba, sistem dalam tubuh Shinn bergetar. Layar holografik muncul di depannya, dan peringatan muncul cepat:
[Ancaman Teridentifikasi: Gelombang Zombie Mutan dalam 6 Hari]
[Estimasi Kekuatan: Level Omega – 9.000 Unit]
[Zona Target: Lokasi Kota Terakhir]
Shinn mengepalkan tangan. “Mereka udah tau kita di sini.”
Iluthar membaca datanya. “Fraksi Bertopeng… Mereka pasti nganggep kita ancaman.”
“Ya. Dan mereka nggak bakal tinggal diam. Tapi kita juga bukan target lemah sekarang.”
Shinn membuka peta taktis kota. “Bagian timur belum kuat. Gue mau pasang drone otomatis dari inti mecha Tipe-B yang kita ambil dua hari lalu.”
Iluthar langsung tanggap. “Gue bakal latih semua warga yang masih bisa pegang senjata. Biar mereka nggak cuma bertahan, tapi juga bisa lawan balik.”
“Bagus,” jawab Shinn. “Dan Asha... dia lagi bikin sesuatu yang luar biasa.”
_______________
Di ruang bawah tanah, Asha sibuk di tengah tumpukan kabel, logam bekas, dan rangka mecha besar. Di depan matanya, berdiri sebuah mesin perang setinggi lima meter. Tubuhnya hitam, dengan garis merah menyala yang berdenyut pelan. Di dadanya, inti sistem cadangan berputar pelan, menghasilkan energi yang cukup untuk menghancurkan satu blok penuh.
“Shinn, lo minta senjata pemusnah massal skala lokal? Nih. Kenalin Hades Unit.”
Dia menekan tombol. Mesin itu menyala pelan. Matanya dua titik merah tajam terbuka, seperti bangkit dari tidur panjang. Hades Unit hidup.
_______________
Hari-hari berjalan cepat.
Hari pertama, Shinn perkuat jaringan komunikasi antar pos jaga dan menstabilkan aliran listrik.
Hari kedua, ia bangun menara sniper dan bunker logistik bawah tanah.
Hari ketiga, Asha berhasil mengintegrasikan Hades Unit ke sistem kota.
Hari keempat, Iluthar memimpin pelatihan tempur. Warga diajari cara menembak, bertahan, dan mengatur formasi.
Hari kelima, semua orang bersiap. Bahkan anak-anak dibekali peluit darurat dan jalur evakuasi.
Hari keenam, langit berubah gelap. Matahari seolah enggan muncul. Awan hitam menggulung. Petir menyambar, dan tanah mulai bergetar. Suara ledakan terdengar dari utara.
Dan mereka datang.
Zombie mutan, lebih besar, lebih kuat, dan lebih cepat dari versi biasa. Beberapa dari mereka sudah menyatu dengan logam hasil eksperimen gila dari Fraksi Bertopeng. Ada yang punya senjata di lengannya. Ada yang membawa cairan asam yang menyemprot dari mulut. Ini bukan lagi makhluk tanpa akal. Ini pasukan penghancur.
Shinn berdiri di atas dinding barat. Armor Shadow Phase nya aktif. Tombak hitam yang dia beri nama 'Void piercer' berdenyut dengan energi sistem murni.
“Semua! Kalian tahu kenapa kita di sini! Bukan buat mati konyol! Tapi buat nunjukin kalau manusia masih bisa hidup! Dunia udah hancur, tapi Kota Terakhir ini bukti kalau harapan masih ada!”
Sorakan terdengar di mana-mana. Mereka bukan lagi korban. Mereka pejuang.
“Siap di posisi! Jangan biarkan satu pun dari mereka masuk!”
Zombie pertama menabrak perisai energi dan terpental. Tapi barisan di belakangnya mendorong maju. Mereka datang dalam gelombang besar, tanpa henti.
Shinn lompat dari dinding, tombaknya berputar, menembus kepala zombie pertama. Darah hitam muncrat. Iluthar di garis depan, menebas musuh dengan pedang plasma. Warga bersenjata menembak dari balik benteng.
Di atas menara, Asha berdiri dengan headset dan sarung tangan kendali.
“Hades Unit, aktifkan. Mode: Penghancuran.”
Hades Unit bergerak. Setiap langkahnya mengguncang tanah. Senjata plasma dari lengannya menyapu zombie seperti daun kering. Jalur barat mulai bersih. Tapi gelombang baru datang dari selatan.
“Asha! Jalur selatan butuh backup!” teriak Shinn sambil menusuk zombie bertanduk.
“Gue kirim Hades cadangan sekarang! Tapi dia belum stabil, jadi hati-hati!”
Ledakan terjadi. Bangkai zombie berserakan. Tapi beberapa berhasil masuk jalur sempit di bagian belakang kota.
Anak-anak berlari ke jalur evakuasi. Seorang ibu terjatuh, tapi seorang warga membopongnya. Tidak ada yang menyerah.
“Pertahanan lapis dua! Aktifkan perangkap!” teriak Iluthar.
Api menyala dari bawah tanah. Perangkap energi membakar zombie yang masuk ke jalur.
Shinn berdarah, lututnya luka, tapi dia tetap berdiri.
“Ini rumah kita! Dan nggak ada yang bisa ngambilnya dari kita!”
Pertempuran berlangsung sepanjang malam. Tapi satu hal pasti...
"Kota Terakhir tidak akan tumbang dengan mudah."
________________
To be continued...
kadang informasinya kurang.
apa itu masih berhubungan? atau author suka dengan 2 nama itu?
kapan ketemu player lain ya?
bunga untuk author /Rose/
thor, kok ga jawab2 komentarku sih?
dan jadi bisa ngurus ibunya.
mungkin impian orang ya punya sistem hehe...