Javier dan Jihan, 2 pasangan yang sudah menjalin hubungan sejak duduk di bangku sekolah menengah atas itu terpaksa harus kandas karena tidak mendapatkan restu dari orang tua Javier.
" jika mereka tidak menerima mu, maka aku akan pergi. kita akan pergi bersama jauh dari mereka"
" tidak Javier, kita tidak akan melakukan itu"
" kita akan melakukannya"
" kamu harus menikah dengan wanita pilihan keluarga mu"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ep 21
Javier sedang berada di kamarnya. Dia duduk di sofa yang ada di kamarnya menatap Poto dirinya dan jihan. Javier mengusap wajah Jihan yang ada di foto tersebut.
" ji, gw pengen ulangi waktu" gumamnya lirih terdengar pilu dan putus asa.
Javier teringat kembali dengan ucapan papanya tadi. Karena keegoisan orang tuanya, Jihan ikut menderita. Kenapa dia harus terlahir di keluarga toxic kayak gini?
" kenapa takdir kita seperti ini?"
Javier teringat pada Jihan yang sekarang terlihat bahagia bersama keluarga kecilnya. apa selama ini yang menderita hanya dirinya saja? Sedangkan jihan sudah bisa melupakannya?
Javier memejamkan matanya lalu bersandar pada sandaran sofa. " kenapa sesulit ini? Kenapa?"
Air mata Javier mengalir keluar. Dia benar benar putus asa sekarang. apa yang dia punya saat ini? dia tidak punya apa apa. Cinta orang tua jelas tidak ada, cinta jihan juga sudah bukan miliknya lagi. lalu untuk apa dia hidup? Untuk jadi boneka ayahnya?
Javier membuka matanya lalu meletakkan bingkai foto tersebut di atas meja. dia mengambil gelas yang berisi Vodka lalu meminum nya hingga habis.
Javier mengambil ponselnya lalu mencari kontak Jihan. Dengan pandangan yang buram dan kepala yang terasa pusing dia menekan nomor tersebut lalu menghubunginya.
" siapa ya?" tanya Jihan di seberang sana.
" my heart aches for you. i Miss you so much, it feels like a piece of me is missing " ujar Javier dengan suara lirih dan sendu yang terdengar sangat menyedihkan. ( hati ku sakit merindukan mu. Aku sangat merindukan mu, aku merasa seperti ada bagian diriku yang hilang)
" i Miss your smile, your laugh, your touch. everything about you is so special to me"
( aku merindukan senyuman mu, tawa mu, sentuhan mu. Semua tentang dirimu begitu istimewa bagi ku)
hening. Tidak ada sahutan dari Jihan. Javier yakin jika Jihan tahu ini adalah dirinya. kenapa Jihan hanya diam saja? Apa sebegitu tidak peduli lagi dia pada Javier?
" Jihan" panggil Javier karena Jihan tidak lekas bersuara " tolong jawab aku, aku ingin mendengarkan suara mu untuk terakhir kalinya"
Hening, tetap tidak ada sahutan. Entah Jihan masih mendengarkan dirinya Tau tidak.
" baby, please" mohon Javier benar benar putus asa. Bahkan sekarang suaranya sangat putus asa " jawab aku Jihan, aku hanya ingin mendengar suaramu untuk terakhir kalinya. Setelah ini aku tidak akan muncul lagi di hadapan mu"
" apa maksud mu?" tanya Jihan terdengar khawatir membuat Javier tersenyum tipis mendapatkan perhatian dari Jihan, meskipun sedikit.
Senyuman yang terlihat sangat menyedihkan. senyuman yang tidak memancarkan keceriaan, melainkan memancarkan kesedihan yang mendalam.
" thanks you, baby" ujar Javier " untuk yang terakhir kalinya aku ingin menyampaikan bahwa aku benar benar mencintai mu dan juga merindukan mu. Cinta ku pada masih seperti dulu.
" kamu mabuk? kamu dimana? kamu di bar?" pertanyaan berturut turut dari Jihan yang terdengar begitu khawatir membuat hati Javier menyejukkan. Dia sangat senang mendapatkan perhatian yang sudah lama tidak dia dapatkan.
" yaa, aku sedang mabuk, aku sedang di rumah ku. berdiam diri di kamar di temani beberapa botol Vodka dan juga foto dirimu" jawab Javier " aku ingin mati, sayang. aku lelah, aku ingin beristirahat"
Javier terkekeh pelan" kamu bahagia bersama dia kan? Selamat atas kehamilan mu"
" aku akan meminta Irfan kesana, kamu jangan berfikir yang tidak tidak "
" tidak, aku tidak butuh dia, aku hanya membutuhkan mu" ujar Javier lalu membuka laci meja yang ada di depannya.
" tunggu Irfan tiba di sana" ujar Jihan.
Terdengar suara langkah kaki Jihan yang terdengar seperti terburu buru. " diam saja di tempat mu, sayang. Aku tidak membutuhkan dia saat ini, aku hanya ingin mendengarkan suara mu"
Javier mengambil cutter dari laci lalu menggeser cutter tersebut hingga terlihat mata yang putih dan tajam. telinganya mendengar percakapan Jihan dan Javier di seberang sana.
" kamu tahu dimana rumah Javier?"
" tidak, kenapa kamu terlihat begitu panik?"
" ayo ke rumah nya, aku tahu rumahnya dimana "
" tidak Jihan, kita nggak boleh kesana "
" mommy mau ketemu uncle Javier? Boleh Naira ikut?"
" Naira " gumam javier lirih saat mendengar suara mungil Naira.
" kita tidak punya waktu, kita harus kesana sekarang"
" itu berbahaya, bagaimana kalo sandi tahu?"
Javier tersenyum getir mendengar Irfan menyebut nama papanya. jadi benar, selama ini papanya yang melarang Jihan betemu dengan dirinya.
Javier meletakkan ponselnya di atas meja. Mungkin dengan begini bisa membuat papanya bahagia.
Javier berjalan ke kamar mandi membawa cutter tersebut. Dia masuk ke bathtub lalu mengisi airnya hingga air penuh dan meluap.
Javier menatap cutter yang ada di tangannya. Jika biasanya orang akan menggores nadinya yang ada di pergelangan tangan untuk mengakhiri hidupnya. Berbeda dengan Javier yang malah menyayat lehernya dengan cutter tersebut.
Darah segar keluar begitu banyak saat cutter itu berhasil melukai leher Javier. Javier tidak meringis sama sekali. Matanya menatap kosong kedepan, air matanya menetes keluar.
Kepalanya pusing cukup hebat, pandangannya perlahan kabur hingga cutter tersebut jatuh dari tangganya dan detik berikutnya pandangannya berubah menjadi gelap.
∆∆∆∆
Jihan baru saja tiba di rumah besar milik Javier. mereka memasuki rumah tersebut dengan mudah karena pintu tidak di kunci dan di rumah juga sepi karena sudah larut malam.
Jihan Menaiki anak tangga satu persatu dengan langkah yang terburu buru. Irfan jadi takut jika Jihan terjatuh dan terluka. Apa lagi perut Jihan saat ini buncit kerna hamil.
" hati hati Jihan" peringat Irfan.
Naira tidak ikut karena Jihan melarangnya untuk ikut. Naira di titipkan pada baby sitter yang ada di rumahnya.
Brakk.
Jihan membuka pintu yang dia tebak jika itu kamar utama dan kamar milik Javier. Jihan melihat seisi kamar tersebut yang di penuhi oleh foto dirinya dan Javier.
Jihan tidak sempat memikirkan tentang foto itu, dia harus mencari keberadaan sekarang.
Jihan melihat meja yang ada sofa. Di saja ada ponsel Javier dan juga 2 botol Vodka yang salah satunya sudah kosong. Di sana juga ada bingkai foto dirinya dan Javier.
jihan menatap pintu kamar mandi yang terbuka. dengan langkah lebar dia berjalan ke sana. " Javier!!" serunya terkejut kala melihat keadaan Javier yang begitu ngenes.
" Jihan, jangan mendekat. Itu licin" ujar Irfan menahan tangan Jihan.
" tolong fan, tolong selamat dia" mohon Jihan sambil menangis.
" iyaa, kamu tunggu di sini " jawab Irfan lalu mendekati tubuh Javier yang setengah berada di dalam air yang sekarang berwarna merah. Bahkan lantai kamar mandi di penuhi air yang berwarna merah tersebut.
Irfan memeriksa denyut nadi Javier. " dia masih hidup" seru Irfan lalu dengan gerakan cepat dia mengendong tubuh lemah Javier membawanya keluar.