Alika gadis mandiri yang tangguh dan pemberani. Dengan menyembunyikan identitasnya, Ia dapat menyelesaikan setiap masalahnya dengan kemampuan yang ia miliki.
Menjadi calon istri dari milyader cacat membuatnya harus menghadapi musuh, keluarga, dan kekasih Zein.
"Kenapa kamu tidak menolak perjodohan ini?" Tanya Zein.
"Kenapa bukan kamu saja yang menolaknya? Tanya Alika balik.
Sikap cuek dan dingin yang dimiliki Zein membuat mereka seperti Tom and Jerry yang tidak pernah akur.
Sama-sama menolak dijodohkan tapi tidak ada yang berani melawan keputusan Hutama.
Bagaimana dengan kisah cinta dengan kekasihnya yang belum usai?
Bagaimana jika disaat cinta mulai tumbuh, tiba-tiba Papa Alika memutuskan pertunangan mereka secara sepihak?
Mampukah Alika bertahan dan mewujudkan impian kakeknya?
Ataukah Alika harus menyerah dan kembali menjalani kehidupannya seperti sebelumnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Herazhafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tempat Curhat
"Hikss, hikss, Kak Alan, kami datang untuk mengunjungi Kakak. Maafkan Lika... sampai saat ini belum menemukan siapa yang telah membunuh Kakak. Tapi Lika janji tidak akan membiarkan orang itu hidup bebas. Lika sayang Kakak, Lika rindu Kakak. Dulu Kakak paling tidak mau jika Lika bertemu dengan sahabat-sahabat Kakak. Tapi sekarang, Lika malah bertunangan dengan Zein salah satu sahabat Kakak yang nggak bener itu."
Zein langsung menoleh menatap Alika dengan tajam. "Kurang ajar! Adik kamu sangat menyebalkan Alan! berani sekali dia menghina aku di depan keluarga dan temennya." Batin Zein lalu kembali melihat pemakaman Alan karena kesal.
"Kakak pasti marah karena mengetahuinya ya kan? Jika ingin marah, marah aja sama Kakek, Papa dan Mama, karena pertunangan ini terjadi atas keinginan mereka. Mereka yang memaksa Lika, meskipun Lika menolak tapi ya mau bagaimana lagi. Lika tidak ada pilihan lain."
Alika menaikkan kedua bahunya, menghapus air matanya lalu mengerucutkan bibirnya.
Hendrik dan Belinda juga melirik Alika dengan kesal. Benar-benar putrinya ini. Tidak tahu tempat curhat di depan orang banyak.
"Kak, hari ini ulang tahunmu, hanya doa yang dapat kami berikan untuk Kakak. Di sini juga ada Meriska. Dia belum bisa move on dari Kakak, bilang padanya untuk mangikhlaskan kepergian Kakak dan membuka hati untuk orang lain, jangan terus bersedih karena kalau dia sedih Lika juga ikut sedih."
Kini giliran Meriska yang meliriknya. "Dasar sahabat tidak ada akhlak! berani sekali dia membongkar rahasia hidup aku di depan banyak orang lagi." Batin Meriska kesal.
Ramon yang duduk paling belakang tersenyum menahan tawa. Mulutnya tertutup dengan satu tangan agar suara tawanya tidak terdengar oleh yang lain. Ia menggelengkan kepalanya melihat calon istri Zein ternyata selain galak dan cerewet juga sangat lucu.
"Kamu kenapa?" Bisik Zein pada Ramon.
"Nggak apa-apa, ternyata calon istrimu sangat lucu." Balas Ramon berbisik.
Zein memukul lengan Ramon yang mengejek Alika.
"Sudah sayang, jangan bicara lagi. Kami juga sedih jika kamu menangis terus." Bujuk Belinda sambil memegang pundak Alika untuk menenangkannya.
Meriska meletakkan bunga yang ia pegang diatas pemakaman Alan.
"Alan sayang..! aku di sini, selamat ulang tahun, hanya doa dan bunga ini yang dapat aku berikan untukmu. Semoga kamu tenang disana." Ujar Meriska menahan tangisnya, Tapi beberapa detik kemudian air matanyapun berlinang tak tertahankan.
Setelah mengucapkan salam perpisahan pada Alan, mereka beranjak menuju perkiraan mobil untuk pulang.
"Sayang..! Mama tunggu kalian di rumah makan malam ya?"
"Iya Mah, selesai dari kantor aku akan pulang ke rumah bareng Meriska juga. Kalau Zrin dan Ramon biar nyusul setelah pulang dari kantor.
"Baiklah sayang."
"Zein, Papa pulang duluan, kamu kerumah untuk makan malam bareng Alika. Kami menunggu kalian."
"Iya Om."
Mereka masuk ke dalam mobil masing-masing. Hendrik dan Belinda pergi dengan satu mobil, Zein dan Ramon ke perusahaan Graz Group, sedangkan Alika dan Meriska ke perusahaan milik Alika.
Tiba di perusahaan Alika dan Meriska langsung masuk ke dalam ruangannya. Meriska menyerahkan dokumen pemutusan kerjasama dengan perusahaan Dirga dan Alika langsung menandatanganinya.
"Kirim dokumen ini ke kantor Dirga. Aku ingin lihat bagaimana reaksinya saat melihat apa yang aku lakukan padanya."
Alika menyerahkan dokumen yang sudah ia tanda tangani. Sebelum kontrak kerjasama berakhir dalam beberapa hari. Alika lebih dulu membuat surat pemutusan kerja sama.
"Oke." Jawab Meriska dengan semangat. Jika ada orang yang harus berbahagia atas putusnya Alika dan Dirga, itu adalah dirinya. Ia sangat tidak suka dengan Dirga karena sudah lama menghianati Alika.
Meriska segera keluar dari ruangan Alika. Ia mengirim seorang staf kantornya untuk datang ke kantor Dirga.
Saat Dirga sedang sibuk dengan pekerjaannya. Staf yang di utus Meriska datang dan masuk ke dalam ruangan Dirga. Vanesa menemaninya masuk lalu keluar setelah Ia duduk di depan Dirga.
"Maaf Pak Dirga, Saya di suruh Ibu Meriska untuk mengantarkan dokumen ini." Ujar Farah meletakkan dokumen diatas meja Dirga.
Dirga mengernyitkan keningnya, untuk apa Meriska memberinya dokumen tanpa memberi tahu sebelumnya.
Karena penasaran, Ia segera mengambil lalu membukanya. Dibacanya dengan seksama lalu menghempaskan dokumen itu dengan kasar diatas meja.
Pukk!
"Apa-apaan ini!" Bentak Dirga tidak terima. Wajahnya memerah sambil mengepalkan kedua tangannya.
Wajah Farah memucat karena takut. Jika ia tahu sebelumnya isi map berwarna coklat itu apa. Sudah ia pastikan akan menolak perintah Meriska dengan berbagai alasan. Sekarang dirinya harus berhadapan dengan Dirga yang sedang marah karena emosi.
"Sa.. saya hanya di suruh menyampaikan dan menunggu tanda tangan dari Pak Dirga." Jawab Farah dengan gugup.
"Sekarang kamu pulang dan katakan pada Alika, Aku tidak akan menandatangani surat ini." Bentak Dirga.
"Tapi kata Ibu Meriska, saya harus.."
"Diam!" Teriak Dirga, "Keluar dari sini, aku yang akan ke kantor kalian." Geram Dirga.
"Dari pada aku disini mendengar kemarahan Pak Dirga, mending aku pulang sebelum dimakan hidup-hidup olehnya." Batin Farah.
Farah langsung berdiri, jika dia tetap duduk dan menunggu Dirga tanda tangan maka dia tidak yakin akan pulang dengan selamat. Farah membuka pintu ruangan Dirga, setelah itu ia menghampiri Vanesa yang sedang sibuk di kursinya.
"Sudah selesai?" Tanya Vanesa.
"Sudah, tapi bos kamu lagi ngamuk tuh! Jangan deket-deket nanti kamu di terkam." Farah memperlihatkan jari-jarinya seolah ingin menerkam lalu bergidik ngeri.
"Emangnya dia kenapa?" Tanya Vanesa penasaran.
Farah saling mengenal dengan Vanesa karena Farah sering di suruh oleh Meriska ke kantor Dirga untuk mengurus pekerjaan.
"Mana aku tahu. Aku hanya di suruh menyampaikan surat untuknya tapi dia malah ngamuk nggak jelas. Sudah ah, aku balik ke kantor dulu. Bos besar aku lagi masuk kantor hari ini. Banyak pekerjaan yang harus di selesaikan." Jelas Farah kemudian berlalu menuju lift.
Setelah kepergian Farah, Dirga mengamuk di dalam ruangannya sendiri. Ia tidak bisa menerima keputusan Alika yang sepihak tanpa membicarakan lebih dulu dengannya.
"Akkhhh.." Teriak Dirga menarik rambutnya dengan kasar.
"Alika, kenapa kamu lakukan ini." Teriak Dirga sambil memukul kursinya hingga berputar.
Dirga mondar-mandir memikirkan cara agar Alika tetap terikat padanya, tapi setelah beberapa menit, ia tetap tidak menemukan ide. Alika terlalu cerdik dan juga menurutnya sangat licik. Alika akan melakukan apa saja untuk mendapatkan keinginannya. Apalagi sekarang, Alika ingin menyingkirkannya dalam pekerjaan bahkan sebentar lagi dalam hidupnya. Jika Alika melakukan sesuatu pasti sudah menimbang baik dan buruknya. Itu yang sangat ditakutkan oleh Dirga.
"Ayo Dirga.. ayo pikir, aku tidak mau kehilangan Alika. Selama bekerja sama dengannya, dia memberiku banyak proyek. Tapi apa yang harus aku lakukan untuk mempertahankannya? bekerja sama denganku saja dia sudah tidak mau." Monolog Dirga.
Dirga duduk di kursinya kemudian kembali berpikir. "Ah sepertinya aku harus menemuinya sekarang. Ini kan tanda tangannya, berarti dia sekarang ada di kantor. Aku akan membujuknya untuk bekerja secara profesional, mengesampingkan urusan pribadi dengan urusan pekerjaan. Dengan begini aku masih bisa bekerja sama dengannya dan kembali mendekatinya." Gumam Dirga.
.
.
Bersambung...
hadehhhhh
si ramon polos kasian🤣🤣🤣🤣