Kecelakaan saat pulang dari rumah sakit membuatnya harus kehilangan suami dan anak yang baru saja di lahirkannya 3 hari yang lalu.
Tapi nasib baik masih berpihak padanya di tengah banyak cobaan yang di dapatkan Ayana.
Bertemu dengan seorang bayi yang juga korban kecelakaan membuatnya kembali bersemangat dalam menjalani hari-hari yang penuh perjuangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lijun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21
Bu Nina menarik napas panjang lalu menghembuskannya dengan kasar. Iya merasa menyesal karena sudah mengenal keluarga tak tahu malu seperti yang ada di depannya ini.
Yang di pikirkan hanya masalah harta terus menerus. Pada hal mereka tak memiliki andil apapun dalam membeli rumah yang sudah ada sebelum pernikahan kedua anak mereka.
"Maaf ya, Bu Mawar. Tapi rumah itu di beli suami saya sebelum pernikahan anak kita. Andreas memberi syarat untuk menempati rumah itu. Hanya menempati tanpa meminta, artinya rumah itu masih sah milik suami saya dan anak Anda maupun keluarga Anda gak berhak sama sekali atas rumah itu. Bahkan Andreas sendiri gak punya hak atas rumah itu. Mau rumah itu di jual atau di biarkan kosong ya suka-suka suami saya," kata bu Nina panjang lebar.
Memang dasarnya keluarga mantan besannya yang mata duitan dan bebal. Bu Mawar dan Mela tetap memaksa meminta bagian dari rumah itu atau mendapatkan kompensasi atas kematian Meli.
"Ya itu tetap menjadi urusan kami juga Jeng Nina. Bagaimana pun juga, rumah yang pernah di tempati bersama selama pernikahan artinya masuk harta gono gini. Dan jangan lupa soal kompensasi kematian anak saya," ucap bu Mawar.
"Iya benar itu, Tante. Emangnya Tante gak tahu ya kalau harta gono gini gak di bagi rata bisa di tuntut atau kita tuntut aja sekalian mereka Bu, biar tahu rasa," sambung Mela.
Pusing rasanya kepala bu Nina meladeni dua orang di depannya yang sangat mengagungkan harta dan uang.
"Astaga, kalian ini pernah belajar agama gak sih? Tahu maksud dari harta gono gini gak sih? Ah, kalian tahu undang-undang pernikahan tentang yang di maksud dengan harta bersama gak? Harta bersama itu, harta yang di dapatkan setelah pernikahan dalam bentuk apapun. Sedangkan dalam pernikahan Andreas dan Meli, mereka gak punya apa-apa. Mereka hanya menggunakan apa yang mereka bawa sebelum pernikahan," jelas bu Nina berharap dua orang di depannya paham.
Bu Mawar dan Mela saling pandang mendengar penjelasan bu Nina. Memang benar kalau selama pernikahan, baik Meli maupun Andreas tak membeli apa-apa. Baik itu properti atau lainnya, Andreas yang sibuk bekerja dan Meli yang sibuk dengan dunianya sendiri.
Yang penting bagi Meli adalah memiliki uang yang banyak dan hidupnya terjamin. Bahagia bersama pasangan dan mencari kesenangan lainnya. Itu sebabnya ia memilih selingkuh saat Andreas semakin sibuk bekerja dan tak terlihat mencintainya sama sekali.
Ingin bercerai juga tak mungkin karena orang tuanya pasti akan memarahinya. Orang tua Meli tak mungkin membiarkan anak mereka berpisah dengan Andreas sang tambang emas.
"Ya itu urusan anak Anda Jeng Nina, kenapa selama pernikahan dengan Meli gak beli apapun untuk harta bersama. Atau sebenarnya mereka punya harta bersama, tapi kalian sembunyikan."
Berdenyut sudah kepala bu Nina mendengar ucapan tak masuk akal bu Mawar.
"Kenapa kalian selalu meributkan masalah harta dan harta serta kompensasi kematian Meli? Memangnya penyebab Meli kecelakaan trus meninggal itu siapa? Bukan anak saya juga, kan? Jadi stop meminta kompensasi kepada kami atau kami akan melaporkan kalian atas kasus pemerasan," ancam bu Nina yang sudah sangat kesal dengan ibu dan anak di depannya.
"Kalian pernah tanya gak, gimana keadaan cucu kalian anaknya Meli yang sekarang belum ketemu? Pernah gak kalian mikirin bayi itu? Pernah gak kalian bantu cari bayi itu? Anak dari Meli yang tak lain adalah anak Anda sendiri. Artinya bayi itu cucu Anda sendiri, pernah kalian mengkhawatirkannya?"
Bu Nina menatap tajam pada bu Mawar dengan wajah marahnya kala mengingat sang cucu yang entah di mana. Dirinya dan sang suami sibuk mencari keberadaan cucu yang hilang. Sedangkan keluarga dari si ibu bayi malah sibuk mengurusi dan mengejar ngejar harta yang bukan miliknya.
Bu Mawar gelagapan tak berani menyanggah kalimat bu Nina. Ia memang tidak perduli dengan cucunya sendiri. Baginya yang terpenting saat ini adalah menyelamatkan harta mereka. Terlebih lagi sang suami berada di penjara dengan kasus korupsinya yang butuh denda.
"Sa saya juga mencarinya kok, Jeng Nina jangan sembarangan nuduh saya dong," kata bu Mawar gugup.
"Kapan? Kapan Anda mencari cucu Anda itu, hah? Setahu saya Anda hanya sibuk mengurus harta dan sibuk mencari cara supaya suami Anda bebas tanpa mengeluarkan uang bukan. Sampai-sampai Anda meminta bantuan pada dia untuk merayu anak saya." Bu Nina menunjuk Mela yang sudah tak mampu lagi berkata apa-apa.
"Sebelum kesini saya dan Mela pergi mencarinya," kata bu Mawar yang terlihat kembali percaya diri setelah sempat ciut.
"Bukannya tadi Anda bilang sebelum ke sini Anda dan anak Anda ini mendatangi rumah yang sudah di jual itu? Cih, kelihatan sekali bohongnya," cibir bu Nina.
Mela yang sudah tidak tahan lagi segera menarik sang ibu untuk pergi dari rumah besar itu secepatnya. Ia tak mau kalau sampai citranya sebagai perempuan baik dan kalem hancur. Karena ia masih memiliki rencana untuk mengejar Andreas.
"Awas kalau kalian kembali lagi ke sini dengan tuntutan yang gak masuk akal itu lagi. Saya akan tuntut kalian balik," teriak bu Nina yang sanga jelas di dengar oleh bu Mawar dan Mela.
Keduanya dengan cepat pergi meninggalkan rumah basar keluarga Andreas. Mela yang menyetir sampai ugal-ugalan karena merasa malu.
"Kamu mau bunuh Ibu ya? Nyetir kok seperti orang kesurupan. Ibu belum selesai tadi, seharusnya kita berusaha lebih lagi untuk mendapatkan hal kita," omel bu Mawar setelah mereka sampai di rumah.
"Hak apa, Bu? Yang ada kita bisa di penjara seperti Ayah kalau masih tetap ngotot di sana. Ibu gak denger tadi apa ancaman Tante Nina yang mau laporkan kita. Mereka itu kaya raya, apapun bisa mereka lakukan walau kita gak salah," kata Mela.
Mereka masih saja merasa harus mendapatkan uang dari keluarga Andreas atas apa yang menjadi tuntutan mereka.
"Lalu sekarang apa yang harus kita lakukan?" Tanya bu Mawar frustasi.
"Ya jual saja dulu peninggalan Kak Meli supaya kita segera bayar denda itu dan bebasin Ayah. Atau kita cari bayi lainnya untuk tipu mereka, kan mereka sayang banget sama bayinya Kak Meli. Bilang saja kalau itu anak... Aw, sakit Bu."
Bu Mawar memukul lengan Mela yang langsung mengingatkannya akan kebodohan yang sempat di cobanya. Untung saja ia tak sampai di penjarakan orang tua bayi yang saat itu di culiknya karena bu Mawar segera mengembalikan ke tempatnya semula.
Meski sempat ketahuan dan akan di kasuskan, bu Mawar memohon ampun dan berkilah kalau ia salah mengambil bayi dan mengarang cerita soal anaknya Meli yang sangat di rindukannya. Pada hal aslinya ia sama sekali tak perduli dengan cucunya.
"Ibu sudah pernah mencoba hal seperti itu tapi gagal," kata bu Mawar.
Mela mendengus kesal menatap ibunya.
"Ya sudah, kita jual saja dulu mobilnya Kak Meli dari pada Ayah semakin marah karena kita lama bebasin. Urusan lainnya nanti kita pikirkan lagi setelah bebasin Ayah," ujar Mela.
Mau tidak mau bu Mawar akhirnya mengangguk pasrah saja. Tak ada cara lain selain itu untuk membebaskan suaminya dan membayar denda kerugian yang tak sedikit itu.
Ngegantung nih thor.. 😂😊
Anyway thanks a lots 👍🏼👏