Di sebuah universitas yang terletak kota, ada dua mahasiswa yang datang dari latar belakang yang sangat berbeda. Andini, seorang mahasiswi jurusan psikologi yang sangat fokus pada studinya, selalu menjadi tipe orang yang cenderung menjaga jarak dari orang lain. Dia lebih suka menghabiskan waktu di perpustakaan, membaca buku-buku tentang perilaku manusia, dan merencanakan masa depannya yang penuh dengan ambisi.
Sementara itu, Raka adalah mahasiswa jurusan bisnis. raka terkenal dengan sifatnya yang dingin dan tidak mudah bergaul, selalu membuat orang di sekitarnya merasa segan.
Kisah mereka dimulai di sebuah acara kampus yang diadakan setiap tahun, sebuah pesta malam untuk menyambut semester baru. Andini, yang awalnya hanya ingin duduk di sudut dan menikmati minuman, tanpa sengaja bertemu dengan Raka.
Yuk guys.. baca kisah tentang perjalanan cinta Andini dan Raka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cumi kecil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 34 BERTEMU MAMAH RAKA.
Aroma kopi dan suara alunan musik akustik pelan menyatu menciptakan suasana yang nyaman. Di salah satu sudut ruangan, dua wanita tengah duduk berhadapan. seorang wanita paruh baya dengan senyum lembut dan seorang gadis muda yang tampak sedikit gugup.
"Terima kasih sudah mau menemani Ibu, Din," kata Ibu, sambil menyodorkan secangkir kopi yang baru saja dipesan. "Kamu suka kopi kan?"
Andini mengangguk kecil, senyumnya canggung tapi tulus. "Iya, Bu. Terima kasih juga sudah mengajak saya. Saya sempat kaget waktu Raka bilang Ibu mau mengajak saya ngopi hehehe.."
Ibu tertawa kecil, hangat. "Ibu cuma ingin mengenal kamu lebih dekat. Raka sering cerita tentang kamu, tahu? Katanya kamu itu pintar, rajin, dan juga sangat cantik " Ucap Ibu " Dan sepertinya semenjak bersama kamu, Raka jadi suka makan sayur "
Andini tertawa malu. "Itu karena Raka suka pilih-pilih makanan, Bu. Jadi ya... saya bantu jaga sedikit."
"Aduh, itu anak memang dari dulu susah disuruh makan sayur," Ibu menggeleng sambil tertawa, lalu menatap Andini dengan lembut. "Tapi Ibu senang. Sejak dekat sama kamu, dia jadi lebih tenang, lebih fokus juga."
Hening sejenak. Andini meresapi kata-kata itu.
"Saya juga banyak belajar dari Raka, Bu. Dia selalu dorong saya buat lebih berani, lebih percaya diri. Saya bersyukur bisa kenal dia."
Ibu menatap Andini lama, seolah sedang menimbang sesuatu. "Andini, Ibu tahu kalian masih muda. Tapi kalau suatu hari hubungan kalian makin serius… Ibu hanya ingin kamu tahu, Raka itu anak yang keras kepala, tapi hatinya baik. Dia butuh seseorang yang bisa jadi rumah, bukan hanya pasangan."
Andini mengangguk pelan. "Saya nggak tahu masa depan seperti apa, Bu. Tapi sekarang, saya ingin jadi seseorang yang bisa bikin dia nyaman. Dan saya juga ingin belajar dari Ibu… karena Ibu sudah membesarkan dia jadi lelaki yang luar biasa."
Ibu tersenyum, matanya hangat. "Kamu manis sekali, Nak. Ibu senang bisa mengenalmu."
Obrolan pun berlanjut, dari cerita-cerita masa kecil Raka sampai mimpi-mimpi masa depan. Di tengah hiruk pikuk kota, kafe itu menjadi tempat di mana dua perempuan yang menyayangi pria yang sama, dengan cara yang berbeda, saling mengenal dan menyatu dalam obrolan penuh makna.
Tawa kecil sesekali terdengar di antara suara gelas yang beradu dan alunan musik akustik dari pengeras suara. Namun tiba-tiba, suara langkah cepat dari arah pintu membuat Andini menoleh.
"Mah?" suara itu familiar. Raka berdiri di ambang pintu, menatap ke arah dua perempuan yang paling penting dalam hidupnya dengan ekspresi tak kaget tapi sedikit lega. Ia berjalan cepat menghampiri mereka.
"Raka?" tanya Ibu, mengangkat alis. "Kamu di sini juga? "
Raka menarik kursi dan duduk di samping Andini, pandangannya berpindah dari ibunya ke kekasihnya.
"Aku habis kelas, Aku penasaran... apa saja yang mamah dan Andini bicarakan "
Andini menyembunyikan senyumannya, sementara Ibu hanya tersenyum tenang.
" Kenapa? Kamu takut mamah nanyain hal aneh-aneh ke Andini?" goda Ibu sambil menyipitkan mata.
Raka nyengir, tapi jelas terlihat cemas. "Ya… dikit. Mama kan suka tiba-tiba tanya yang… yang bikin deg-degan."
Andini tertawa kecil. "Tenang aja, Rak. Kita cuma ngobrol santai kok. Mamamu baik banget."
Raka menoleh ke ibunya. "Mama nggak nanya yang aneh-aneh, kan?"
"Enggak," jawab Ibu sambil tersenyum penuh makna. "Cuma sedikit ngetes seberapa serius kamu sama dia."
Raka langsung menatap Andini, lalu ibunya, lalu kembali ke Andini. "Waduh… aku lulus nggak?"
Ibu tertawa, menepuk tangan Raka pelan. "Lulus, tapi tetap harus belajar. Jadi laki-laki itu bukan cuma soal sayang, tapi tanggung jawab juga."
Raka mengangguk serius, dan Andini menggenggam tangannya pelan di bawah meja. Tatapan mereka bertemu sesaat, hangat, penuh pengertian.
Ibu menyesap kopinya sekali lagi, lalu berkata sambil berdiri, "Oke, Mama nggak mau ganggu kalian berdua terlalu lama. Mama senang bisa ngobrol sama kamu, Din."
Andini ikut berdiri. "Saya juga senang bisa ngobrol sama ibu. "
Setelah pamit dan pelukan singkat, Ibu meninggalkan mereka. Raka masih memandang ke arah pintu yang baru saja tertutup, lalu berbalik ke Andini.
"Jadi… Mama nanya apa aja tadi?"
Andini tersenyum misterius. "Rahasia. Tapi tenang aja… kamu masih aman."
Raka tertawa, lalu memesan satu kopi untuk dirinya sendiri. Hari itu, di kafe kecil dekat kampus, cinta terasa sederhana. secangkir kopi, obrolan hangat, dan orang-orang yang saling menjaga satu sama lain.
Di saat di jauhi oleh keluarga, ternyata Andini mendapatkan kehangatan dari keluarga Raka. Andini masih tidak menuangkan jika kekasihnya ini bisa menerima apa adanya, dan keluarganya pun membuka dengan tangan terbuka.