Rendra bisa menempuh pendidikan kedokteran lewat jalur beasiswa. Di kampus dia diremehkan karena miskin dan culun. Tak jarang Rendra bahkan dibully.
Namun dibalik itu semua, Rendra adalah orang yang jenius. Di usianya yang masih 22 tahun, dia sudah bisa menghafal berbagai jenis anatomi manusia dan buku tebal tentang ilmu bedah. Gilanya Rendra juga piawai mempraktekkan ilmu yang telah dipelajarinya. Akibat kejeniusannya, seseorang menawarkan Rendra untuk menjadi dokter di sebuah rumah bordil. Di sana dia mengobati wanita malam, pecandu, orang yang tertusuk atau tertembak, dan lain-lain. Masalah besar muncul ketika Rendra tak sengaja berurusan dengan seorang ketua mafia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 18 - Kecelakaan Beruntun
Rendra memilih diam. Dia mengabaikan sapaan Davina yang terasa sangat random.
"Kau sangat kaku. Bagaimana bisa menjadi seorang dokter? Jadi dokter itu harus supel dan ramah tamah," pungkas Davina. Lalu melahap daging steak yang dipotongnya.
Rendra tetap bungkam. Dia fokus menghabiskan makan siangnya.
"Apa kau bisu?!" timpal Davina yang merasa kesal karena terus diabaikan.
Bersamaan dengan itu, terdengar suara sirine ambulan yang berdatangan. Parahnya tidak hanya satu ambulan yang datang, tapi ada sekitar lima buah lebih.
Atensi Rendra dan Davina langsung tertuju ke arah luar. Dari dinding kaca, mereka bisa melihat ambulan yang berdatangan. Situasi di UGD terlihat sibuk kala itu.
"Apa yang terjadi?" gumam penjaga kantin.
"Aku dengar ada kecelakaan beruntun hari ini. Ada pengendara yang ugal-ugalan dan menyebabkan kecelakaan itu terjadi," sahut perawat sambil melihat layar ponselnya. Dia bisa tahu karena baru memeriksa berita di media sosial.
Tak lama, Rendra maupun Davina mendapatkan telepon dari seniornya. Mereka diberitahu untuk membantu ke UGD sekarang.
Tanpa pikir panjang, Rendra dan Davina berlari ke UGD. Sesampainya di sana, keadaan tampak kacau sekali. Semua orang sibuk dengan pasien yang terus berdatangan.
Rendra dan Davina langsung turun tangan untuk membantu. Terlihat di sana ada Ian, Vino, dan kawan-kawan juga.
Semua dokter bedah hari itu sangat sibuk. Ruang operasi di UGD penuh.
Untuk sekarang, suasana dapat terkendali. Sampai datanglah seorang pasien yang terluka parah. Kepalanya terluka dan dadanya memar.
"Dokter!" seru perawat yang membawa pasien tersebut. Dari semua dokter, orang yang dia panggil adalah Vino.
Vino yang terpanggil, sontak menoleh. Matanya membulat saat menyaksikan pasien yang bersimbah darah itu.
Jujur saja, Vino masih merasakan efek dari obat ekstasi yang dia konsumsi tadi malam. Jadi pikirannya sekarang setengah linglung. Terlebih Vino langsung mendapat tugas darurat begini saat baru sampai di rumah sakit.
"Anj*ng!" dalam keadaan begitu, mulut Vino masih saja sempat merutuk.
"Cepat, Dokter! Keadaannya darurat! Dia terus mengeluarkan darah!" desak sang perawat bernama Ardi.
"I-iya. Aku akan menghubungi dokter bedah. Dia harus segera di operasi," kata Vino tergagap. Dia mengambil ponsel dengan tangan gemetaran.
Terpaksa Ardi menunggu Vino. Dia gelisah karena mencemaskan pasien yang tidak langsung mendapat penanganan. Mau minta tolong dokter lain, semuanya terlihat sibuk dengan pasien masing-masing.
Ardi dibuat semakin khawatir saat Vino masih saja sibuk menelepon. "Sudah! Harusnya Dokter periksa dulu keadaannya. Baru minta tolong dokter spesialis. Takutnya ini kenapa-napa! Ayolah Dokter Vino," mohonnya.
"DIAM KAU! Ini aku sedang mencoba menghubungi dokter untuk menolongnya!" Vino kelepasan. Dia membentak Ardi. Semua orang di UGD mendengarnya, seketika mereka terdiam sambil mengalihkan tatapan ke arah Vino. Termasuk Rendra yang kebetulan juga ada di sana.
Rendra mengedarkan pandangan ke sekeliling. Semua dokter tampak sibuk dengan pasien yang ada. Karena sadar Vino kesulitan mengurus pasien, Rendra berusaha mengobati pasiennya dengan cepat.
"Tolong selesaikan jahitannya ya, Mbak Dewi!" perintah Rendra pada seorang perawat berpengalaman.
"Baik, Dok!" tanggap Dewi.
Usai memastikan pasiennya teratasi, Rendra bergegas memeriksa pasien Vino. Dia menyuruh Ardi untuk pasien melakukan CT. CT sendiri merupakan alat yang digunakan untuk mendeteksi keadaan pasien. Metode CT adalah alat komputer yang menggunakan sinar X dan ultrasonografi.
Agar cepat, Rendra berinisiatif membantu para perawat mendorong hospital bed ke lokasi pasien bisa melakukan CT. Melihat sikap Rendra, Vino dibuat merasa kesal.
maaf thor,apa beneran umur mister man dan rendra gak beda jauh 🤭mister man kan pria paruh baya
kalau keluar sama aja bunuh diri... udah ikut alur aja... sekarang nurut aja . entar urusan belakang.. kalau udah jadi orang hebat, dunia bisa kamu kendalikan...