Walaupun Danver menjadi pengganti kembarannya menjadi suami Faye, tapi dia sangat menikmati pernikahannya dengan Faye.
Lalu bagaimana dengan Faye kalau dia tau laki-laki yang menjadi suaminya saat ini adalah kembaran dari laki-laki yang dia inginkan menjadi suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Nath, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 : Sayang Tapi Gengsi
Kediaman Cyrus.
Setibanya dirumah, Faye langsung berlari mencari sang Mommy.
"Mommy...." teriak Faye begitu melihat Nyonya Fanny berada di ruang keluarga bersama dengan Heino.
"Tidak usah lari-lari Fay, nanti kamu terjatuh." tegur Tuan Haidi saat melihat putrinya lari.
Mendengar teriakan Faye, Heino langsung menggosok-gosok telinganya karena suara Faye yang begitu melengking. Tapi tidak dengan Nyonya Fanny yang malah tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Faye yang sedang berlari kearahnya.
Begitu berada didekat Mommy-nya, Faye langsung memeluk erat sang Mommy.
"Aaargh Fay, Mommy tidak bisa bernafas kalau kamu memeluk Mommy seperti ini." ucap Nyonya Fanny karena Faye memang sangat erat memeluk sang Mommy.
Faye pun merenggangkan pelukannya.
"Ada apa ini? Kenapa kamu senang sekali?" tanya Nyonya Fanny.
"Fay akan menikah Mom!!" ucap Faye histeris sambil kembali mengeratkan pelukannya.
Nyonya Fanny langsung menatap Tuan Haidi yang baru saja memasuki ruang keluarga. Sedangkan Heino, dia langsung menoleh kearah Faye sambil mengerutkan keningnya.
Menikah? Lelucon apa lagi ini? gumam Heino dalam hati.
Heino belum tau tentang permintaan Faye yang ingin menikah dengan putra sulung Tuan Hillario karena memang permintaan Faye itu baru kemaren malam Faye utarakan dan Tuan Haidi belum menceritakan tentang ini pada Heino.
"Menikah? Dengan..." ucapan Nyonya Fanny menggantung.
"Iya Mom, dengan putra Tuan Hillario." ucap Faye melanjutkan kata-kata Nyonya Fanny.
Perlahan Nyonya Fanny melepaskan pelukan Faye lalu menggeser tubuhnya menghadap Tuan Haidi yang sekarang sudah duduk di single sofa sebelah kirinya.
"Benar begitu Dad?" tanya Nyonya Fanny.
"Um." jawab Tuan Haidi.
"Daddy sudah bertemu dengan Tuan Hillario?" tanya Nyonya Fanny.
"Sudah Sayang. Kalau belum mana mungkin Faye sesenang ini." jawab Tuan Haidi.
"Tunggu sebentar." Heino menginterupsi.
"Apa maksudnya ini? Fay akan menikah? Dengan siapa?" tanya Heino.
"Hish, apa telinga Kakak bermasalah? Iya, Fay akan menikah! Dengan putra Tuan Hillario, Danzel Hillario." jawab Faye dengan bangganya.
"Jadi selama ini kamu menjalin hubungan diam-diam dengan putra Tuan Hillario?" tanya Heino curiga.
"Tidak! Untuk apa menjalin hubungan lama-lama kalau tidak ada kepastian!" jawab Faye sekaligus menyindir Heino yang sudah tiga tahun berpacaran dengan Ava Wyman, seorang model internasional.
"Kamu menyindir ku, hah?" omel Heino.
"Iya! Hahahaha..." jawab Faye sambil tertawa kencang.
Heino hanya memutar bola matanya malas.
"Sudah, sudah!" lerai Tuan Haidi.
"Fay, jangan menggoda Kakak mu terus. Harusnya sekarang kamu merayu Kakak mu untuk mendapatkan restunya karena kamu akan melangkahi Kakak mu." ucap Tuan Haidi.
"Kak-"
"Tidak perlu!" potong Heino dengan wajah kesal lalu pergi meninggalkan ruang keluarga.
Melihat Heino kesal, Faye malah makin tertawa terbahak-bahak.
Sebenarnya Heino bukan kesal karena sindiran Faye ataupun karena Faye akan melangkahi dirinya. Tapi Heino kesal karena adik perempuan satu-satunya akan menjadi milik laki-laki lain.
Walau setiap hari Heino mendengar suara melengking Faye, mendengar suara langkah kaki Faye yang berlari-lari, mendengar rengekan Faye, tapi bagi Heino itu lebih baik daripada adik perempuannya itu harus dimiliki laki-laki lain.
Heino memang tidak pernah menunjukkan rasa sayangnya pada Faye seperti kedua orangtuanya, tapi rasa sayangnya pada adik perempuannya itu tidak perlu diragukan lagi.
Saat Faye tertawa terbahak-bahak, Nyonya Fanny langsung menatap Tuan Haidi seolah memberi kode pada Tuan Haidi untuk menyusul Heino.
Tuan Haidi yang paham akan kode yang diberikan istrinya menganggukkan kepalanya lalu beranjak dari tempat duduknya.
"Daddy ke kamar dulu." pamit Tuan Haidi.
"Selamat beristirahat Daddy." balas Faye.
Setelah Tuan Haidi pergi, Faye pun menceritakan apa yang sang Daddy katakan tadi sewaktu di mobil.
°°°
Kamar Heino.
Tok... Tok...
"Hein, ini Daddy, boleh Daddy masuk?" tanya Tuan Haidi.
Ceklek. Tak lama pintu terbuka.
Setelah membuka pintu, Heino langsung menjauhi pintu dan berjalan menuju balkon dan diikuti Tuan Haidi dari belakang.
"Daddy tahu kamu kesal dan Daddy juga tahu kamu kesal bukan karena Fay menikah lebih dulu dari kamu." ucap Tuan Haidi yang saat ini sudah berdiri disamping Heino.
"Apa yang kamu rasakan saat ini juga Daddy rasakan saat Fay meminta Daddy untuk menikahkannya dengan putra Tuan Hillario." lanjut Tuan Haidi.
"Kalau Daddy merasa kesal kenapa Daddy tidak melarangnya dan malah mengizinkannya?!" tanya Heino dengan nada meninggi.
"Memangnya Daddy kenal dengan pria itu? Okelah Daddy bisa mencari tau informasi tentang pria itu? Tapi sifatnya? Apa Daddy bisa memastikan kalau pria itu pantas untuk Fay!" lanjut Heino mengomel.
"Kita tidak bisa mengetahui sifat asli seseorang hanya dengan satu hari bertemu Dad! Apalagi Fay bilang tidak pernah menjalin hubungan dengan pria itu! Lalu Fay kenal pria itu dimana?" lanjut Heino makin ngegas.
°°°
Bersambung...