Adinda Aisyah Zakirah adalah gadis berusia 19 tahun.
"Kakak Adinda menikahlah dengan papaku," pintanya Nadira.
Tak ada angin tak ada hujan permintaan dari anak SMA yang kerapkali membeli barang jualannya membuatnya kebingungan sekaligus ingin tertawa karena menganggap itu adalah sebuah lelucon.
Tetapi, Kejadian yang tak terduga mengharuskannya mempertimbangkan permintaan Nadhira untuk menikah dengan papanya yang berusia 40 tahun.
Adinda dihadapkan dengan pilihan yang sangat sulit. Apakah Adinda menerima dengan mudah permintaan dari gadis berusia 18 tahun itu ataukah Adinda akan menolak mentah-mentah keinginannya Nadhira untuk menikah dengan papanya yang seorang duda yang berprofesi sebagai seorang Kapolsek.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 34
Tak disangka Azril bergerak lebih duluan daripada Baruna, ia langsung memangku tubuhnya Adinda. Semua orang tercengang melihat tindakan reflek dari Azriel yang tidak terduga itu.
“Dek, apa yang terjadi padamu?” mimik wajahnya tampak terlihat jelas gurat kekhawatiran.
Nadhira memperhatikan apa yang dilakukan oleh kekasihnya,” Mama yang pingsan tapi, kenapa Abang Azril terlihat ketakutan? Apa mereka sudah saling kenal yah?”
Baruna yang melihat sang istri dipangku oleh pria lain gegas mendorong tubuhnya Azril dengan cukup kuat hingga Azriel terjengkang.
“Jangan berani-berani sentuh istriku! Menjauhlah darinya!” bentaknya Baruna.
Azril hanya bisa tersenyum canggung diperlakukan seperti itu, dia juga tidak sadar melakukannya mengingat Adinda dan Nadhira adalah perempuan yang sama-sama posisi dalam hatinya.
“Abang tidak apa-apa?” Tanyanya Nadhira sambil membantu Azril berdiri.
“Nggak apa-apa kok, aku cuma cemas melihat mamamu yang tiba-tiba pingsan,” kilahnya Azril yang tidak mau berkata jujur tentang hubungannya dengan Adinda.
“Kamu itu hanya orang luar jadi jangan sok peduli kepada istriku!” ketusnya Baruna.
Baruna buru-buru menggendong tubuhnya Adinda dan berjalan cepat ke arah depan restoran.
“Astaghfirullahaladzim apa yang terjadi kepadamu Nak?” Bu Riska panik melihat wajahnya Adinda yang pucat pasi.
“Abang bawa secepatnya Mbak Adinda ke rumah sakit,” ujarnya Briana.
“Bisma, cepat siapkan mobil!" titah Baruna.
Bisma berlari ke arah depan karena tidak mungkin melihat begitu saja kondisi kakak iparnya yang lemah tak berdaya.
“Briana, kamu bawa anak-anak pulang dengan baby sitter mereka. Abang sama Elyna yang menyusul Abang Baruna,” pintanya Bisma.
“Oke Abang, hati-hati! Kabari kami perkembangan kondisi dari Mbak Adinda.” Briana terpaksa tidak ikut serta karena ada anak-anak yang harus dijaganya.
Nadhira satu mobil dengan Azril calon suaminya, selama dalam perjalanan Azril nampak terdiam. Ia hanya akan berbicara seperlunya saja kebanyakan terjadi keheningan di dalam kabin mobil.
“Entah kenapa perasaanku tidak enak seolah ada yang aneh dengan sikapnya Abang Azril semenjak bertemu dengan Mama Adinda,” batinnya Nadhira yang terus curi-curi pandang memperhatikan kekasihnya itu.
Sesekali Azril memukul setir mobilnya ketika lampu merah menyala, dia sangat tidak sabar ingin segera melihat Adinda.
“Ya Allah jaga dan lindungilah Adinda, jangan biarkan terjadi apapun padanya,” Azril membatin.
“Ya Allah semoga saja ini hanya pikiran berlebihku. Aku yakin mereka tidak pernah bertemu sebelumnya dan tidak ada hubungan istimewa diantara mereka,” Nadhira membatin dan berusaha membuang jauh-jauh pikiran negatifnya.
*******************
Sedangkan di mobil lainnya…
Di dalamnya Bu Riksa dan Elyna yang disupiri oleh Bisma. Dari raut wajah-wajah mereka begitu jelas kelihatan kalau mereka sangat mengkhawatirkan kondisinya Adinda.
Apalagi selama Adinda menikah dengan Baruna sekalipun tidak pernah sakit berat apalagi pingsan.
“Semoga saja anak menantuku baik-baik saja, jangan biarkan terjadi sesuatu kepadanya,” gumam Bu Riska.
“Kenapa bisa Adinda pingsan? Apa mungkin karena ada yang tidak beres dengan tubuhnya yah,” Elyna sesekali memainkan ujung hijabnya kalau dalam keadaan cemas.
“Kalian tenang jangan berfikiran macam-macam, insha Allah Mbak Adinda tidak kenapa-kenapa,” ujarnya Bisma.
Ia terus fokus melajukan mobilnya menuju rumah sakit yang didatangi oleh Baruna, pak Kadir serta Adinda yang masih tergolek lemah tak berdaya.
Mobil belum terparkir dengan baik, Baruna sudah turun sambil menggendong tubuhnya Adinda ke arah UGD. Untungnya letak resto dengan rumah sakit tidak terlalu jauh sehingga mereka lebih cepat sampai.
“Suster!! Dokter! Tolong istriku!” Baruna berteriak kencang agar istrinya bisa ditangani secepatnya oleh tim medis.
Beberapa orang yang berpakaian putih-putih berjalan cepat ke arah Baruna sambil mendorong bangkar.
“Baringkan istrinya Pak!” Pintanya perawat.
Dengan sangat hati-hati Baruna menurunkan tubuhnya Adinda keatas bangkar yang masih belum siuman.
Baruna berlari kecil mengikuti langkah kaki para perawat itu hingga masuk ke dalam ruangan UGD.
“Maaf Anda di luar saja, Pak!”
“Saya tidak mungkin disini Suster mengunggu sedangkan istriku di dalam sana berjuang seorang diri!” Tolaknya Baruna.
“Maaf ini sudah menjadi prosedur dan peraturan pelayanan di rumah sakit kami! Jadi mohon kerjasamanya Pak,” ujarnya seorang dokter.
Baruna membuang nafasnya dengan kasar,” baiklah! Tapi berikan penangan terbaik untuk istriku, berapapun biayanya saya akan membayarnya yang paling penting istriku bisa selamat!”
“Baiklah! Kami memahami kondisi Anda, kami akan melakukan apapun yang terbaik demi keselamatan istri, bapak.” balasnya dokter itu.
Pintu unit gawat darurat tertutup bersamaan dengan kedatangan Bisma dan yang lainnya.
“Abang, bagaimana dengan kondisinya Mbak Adinda?” Bisma langsung bertanya kondisi kakak iparnya.
“Baruna, menantuku baik-baik saja kan? Katakan pada kami apa yang dikatakan oleh dokter?” Tanyanya Bu Riska yang tidak bisa menutupi kegugupannya dan ketakutannya.
Baruna yang mondar mandir di depan pintu masuk ugd spontan berhenti dan menoleh ke arah kedatangan rombongan itu dan ketika tatapan matanya bersirobot dengan Nadhira dan Azril, Baruna langsung berpaling ke arah lain.
Betapa sedih hatinya Nadhira diperlakukan seperti itu oleh pria yang selama ini menjadi kesayangannya, panutannya, cinta pertamanya di dunia ini.
“Ya Allah aku sadar diri kalau aku memang bersalah dan pantas diperlakukan seperti itu, tapi aku tidak rela yah Allah kehilangan kasih sayang papaku,” lirihnya Nadhira.
Azriel memegangi tangannya Nadhira,” sabar, Abang yang salah disini, bukan kamu jadi jangan biarkan kamu terbebani dengan sikapnya papa kamu. Insha Allah kita pasti mendapatkan restunya.”
Nadhira tergugu dalam tangisannya, dia tidak menduga jika papanya akan semarah itu padanya.
“Kamu harus tabah dan ikhlas menghadapi kemarahan papanmu, Abang Baruna wajar saja marah. Siapapun yang ada di posisinya pasti akan kecewa dan sedih termasuk uncle,” ujarnya Bisma.
“Perbaiki dirimu sendiri dan bertaubatlah karena apa yang kamu perbuat adalah kesalahan dan dosa zina itu adalah besar nyata adanya, semoga Allah SWT memaafkan khilaf kalian,” nasehatnya Bu Riska.
Baruna sama sekali tidak peduli dengan kehadiran anak dan calon menantunya itu. Dia fokus pada kesehatan istrinya. Baruna mondar mandir di depan pintu ugd menunggu dokter selesai menangani kondisinya Adinda.
“Ya Allah jangan biarkan terjadi sesuatu kepada istriku, aku takkan bisa hidup tanpa istriku,” cicitnya Baruna sesekali membuang nafasnya.
“Dek, kira-kira kapan kedua orang tuamu datang melamar Nadhira?” Tanyanya Elyna.
Azril terdiam mendengar pertanyaan dari Elyna dia tiba-tiba kebingungan menentukan kapan waktu yang tepat untuk meresmikan hubungannya dengan Nadhira.
“Kalau kamu hanya berniat untuk mempermainkan putriku dan tidak bakalan serius! Lebih baik tinggalkan putriku dari sekarang juga! Saya akan meminta Nadhira menggugurkan kandungannya daripada harus mempermalukan kami dan anaknya lahir tanpa bapak!” Tegasnya Baruna yang wajahnya selalu terlihat dingin dan datar.
Nadhira mendongak menatap ke arah papanya,” aku tidak bakalan membunuh darah dagingku Pah! Meskipun Abang Azril membatalkan rencana pernikahan kami! Aku sudah berbuat dosa besar dan aku tidak mau mengulangi kesalahan besar lagi dengan membunuh janin yang tidak bersalah!”
Baruna tersenyum meremehkan mendengar ucapan anaknya,” haha! Kamu tau apa membesarkan anak tanpa Ayahnya! Apa kamu kira menjadi single parent adalah keputusan yang tepat dan mudah kamu lakukan!? Kamu itu anak manja yang selalu bergantung kepada papa!”
“Baruna! Stop! Mama yang akan membiayai kehidupan cucu dan calon cicitku walaupun Azril membatalkan niatnya untuk bertanggung jawab! Mama lebih dari mampu membiayai kehidupannya Nadhira,” Bu Riska tidak terima dengan perkataan Baruna.
“Mah, ingat kesehatannya Mama jangan emosi,” peringat Elyna yang khawatir melihat kemarahan ibu mertuanya.
Berselang beberapa menit kemudian, pintu ugd terbuka bersamaan dengan kedatangan Cahaya dan suaminya yang tidak lain adalah Zihan sang pengagumnya Adinda si sad boys.
“Maaf diantara kalian suaminya pasien yang bernama Adinda Aisya Zakirah yang mana?” Tanyanya dokter perempuan itu.
Baruna berjalan ke arah dokter, "Saya dokter suaminya. Bagaimana dengan kondisi istriku dokter?” Tanyanya Baruna.
Dokter itu memperhatikan semua orang yang berdiri di depannya menunggu sang dokter berbicara.
“Selamat Pak, Anda akan menjadi seorang ayah,” ujarnya Dokter itu.
Baruna sampai-sampai terdiam, mematung dan tak bergeming mendengar perkataan dari dokter tersebut.
“Menantuku hamil dokter!?” Tanyanya Bu Riska.
“Alhamdulillah selamat Bu, Anda akan menjadi seorang nenek. Usia kandungannya menantu Anda sudah delapan minggu,” jelas dokter itu lagi.
Der jeder…
Tubuhnya Azril reflek mematung dan tak percaya jika Adinda juga hamil calon anak pertamanya.
“Kenapa disaat seperti ini Dek Adinda harus hamil segala!? Pupus sudah harapanku untuk kembali bersatu dengan Adinda,” monolog Azril.
Baruna sujud syukur dan cairan bening terlihat mengalir di pelupuk matanya mendengar kabar gembira yang sudah empat tahun ditunggu dan dinanti-nantinya.
“Alhamdulillah, akhirnya Mbak Adinda hamil juga,” ucapnya Elyna.
“Masya Allah, akhirnya aku akan jadi kakak. Abang kamu dengarkan apa yang dokter katakan kalau mamaku hamil,” ucapnya Nadhira yang antusias mendengar kabar gembira kehamilan mama sambungnya.
Hanya Azril yang tidak nampak bahagia dengan kabar gembira itu, dia sungguh kecewa dengan apa yang ada di depan matanya.
“Sial!! Kenapa bisa seperti ini!?” batinnya.
Segemuk-gemuknya ikan pasti ada tulangnya
Sekurus-kurusnya ikan pasti ada dagingnya. Sebaik-baiknya orang pasti ada buruknya
Seburuk-buruknya orang pasti ada baiknya.