Adinda Aisyah Zakirah adalah gadis berusia 19 tahun.
"Kakak Adinda menikahlah dengan papaku,"
tak ada angin tak ada hujan permintaan dari anak SMA yang kerapkali membeli barang jualannya membuatnya kebingungan sekaligus ingin tertawa karena menganggap itu adalah sebuah lelucon.
Tetapi, Kejadian yang tak terduga mengharuskannya mempertimbangkan permintaan Nadhira untuk menikah dengan papanya yang berusia 40 tahun.
Adinda dihadapkan dengan pilihan yang sangat sulit. Apakah Adinda menerima dengan mudah lamarannya ataukah Adinda akan menolak mentah-mentah keinginannya Nadhira untuk menikah dengan papanya yang seorang duda itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 32
Empat tahun kemudian….
Adinda berhasil menyelesaikan pendidikannya di salah satu universitas terbaik di kotanya. Dengan perjuangan yang cukup melelahkan akhirnya dia berhasil mendapatkan gelar sebagai sarjana ilmu pendidikan jurusan bahasa Indonesia.
Nadhira pun sudah kuliah semester enam tahun ini dan menetap di Jakarta. Sedangkan Baruna dan Adinda hari ini baru pindah ke Jakarta, berhubung Baruna dipindah tugaskan ke daerah ibu kota Jakarta.
Sudah empat tahun pula pernikahan mereka tapi sampai detik ini belum ada tanda-tanda kehamilan Adinda padahal, ia tidak memakai alat kontrasepsi apapun.
Untungnya Baruna termasuk tipikal pria yang tidak pernah memusingkan atau memaksakan kehendaknya kepada sang istri. Sehingga Adinda santai saja menjalani biduk rumah tangganya.
Adinda masih bergelung di balik selimutnya karena pagi ini dia libur kebetulan tanggal merah sehingga tidak berangkat ke sekolah.
Baruna membawa sebuah kue ulang tahun yang bertuliskan happy anniversary yang ke empat istriku tercinta.
Empat tahun lalu di tanggal yang sama, Baruna mengikrarkan janji suci pernikahan di depan saksi dan wali nikahnya.
Adinda yang merasakan ada seseorang yang menarik selimutnya segera terbangun dari tidurnya.
Matanya membulat sempurna saking terkejutnya melihat di dalam tangannya Baruna sebuah kue tar black forest dengan dikelilingi buah ceri merah.
“Happy anniversary istriku,”
Adinda menutup mulutnya saking bahagianya mendapatkan kejutan surprise party dihari jadi mereka. Memang ini bukan yang pertama kalinya tapi, bagi Adinda ini sungguh luar biasa.
“Selamat hari jadi pernikahan, istriku tercinta setiap tahun bersamamu adalah anugerah terindah dalam seumur hidup, aku mencintaimu lebih dari kata-kata yang bisa aku ucapkan,”
Baruna mengecup keningnya Adinda tangannya masih setia memegangi kue ulang tahun pernikahannya.
“Hidup tanpamu seperti hidup tanpa udara, aku mencintaimu. Semoga kita memiliki kehidupan bahagia bersama happy anniversary istriku,”
Air matanya Adinda semakin menetes membasahi pipinya. Dia tidak tahu harus berucap kata-kata apa yang mampu menggambarkan dan mewakili isi hatinya saat ini.
Baruna menyeka air matanya Adinda menggunakan jari jemarinya.
“Jangan menangis meskipun itu karena menangis bahagia ataupun terharu, karena suamimu ini ingin melihat kamu selalu bahagia,”
“Kamu selalu mengingatkan aku betapa beruntungnya aku menikah dengan seorang pria yang peduli dan bertanggung jawab. Terima kasih sayang karena telah menjadi bagian terpenting dalam hidupku,”
“Make aways sayangku,” pintanya Baruna yang sudah duduk berdampingan dengan istrinya di atas ranjang.
Mereka memejamkan matanya sambil melangitkan doa-doa terbaik untuk kehidupan rumah tangganya.
“Ya Allah dihari spesial ini, kami mohon agar Engkau selalu mempererat tali cinta diantara kami. Berikanlah kami kekuatan untuk menghadapi setiap rintangan dan cobaan dalam pernikahan ini, amin.”
“Ya Allah dihari ulang tahun pernikahan kami ini, kami panjatkan rasa syukur atas limpahan Rahmat dan karunia-Mu yang telah mengantarkan pernikahan kami hingga ke tahun ke empat. Limpahkanlah kasih sayang dan cinta diantara kami serta bimbinglah kami agar selalu Istiqomah dalam menjalani bahtera rumah tangga ini, amin ya rabbal alamin,”
“Semoga dihari ulang tahun pernikahan kami, cinta dan kasih sayang kami tetap tumbuh dan bersemi. Ya Allah jadikanlah pernikahan kami sebagai pernikahan yang sakinah mawadah warahmah, amin.”
Keduanya kemudian berciuman seolah menyalurkan rasa yang sama-sama membuncah di dada mereka.
Baruna dan Adinda mengakhiri ciumannya ketika pasokan udara semakin menipis di dalam rongga dadanya. Adinda memeluk tubuh suaminya dan kembali menangis tersedu-sedu.
***********”******
Malam harinya mereka menikmati makan malam bersama di salah satu restoran mewah dan terbaik yang ada di ibu kota Jakarta.
Nadhira, adik iparnya Briana beserta suaminya Arkan serta sang ibu mertua Bu Riska serta kedua anaknya Briana yaitu Safeea dan Arfathan.
“Acaranya belum dimulai?” Tanyanya Adinda.
“Masih ada tamu yang harus kita tunggu,” ujarnya Bu Riska.
Semua tatapan tertuju kepada Bu Riska,” tamu? Bukannya kita sudah hadir semua, Mah?” Tanyanya Briana.
“Calon tunangannya Nadhira yang akan datang bergabung dengan kita malam ini,” jawabnya Bu Riska.
“Mah, bukannya putriku belum lulus kuliah masih ada setahun, kenapa meski buru-buru dijodohkan!” protesnya Baruna.
Adinda memegangi tangan suaminya itu sambil menggeleng,” bagaimana Nadhira apa kamu setuju dengan rencana perjodohan kamu sayang?”
Nadhira tertunduk malu-malu sambil mengangguk,” kami pacaran setahun lalu Mah, Pah. Kami sepakat untuk menikah sebelum bulan puasa tahun ini.”
Baruna hanya menghela nafasnya dengan berat karena masalah sepenting ini tidak diketahuinya.
“Sayang, kenapa tidak memberitahukan kepada Papamu ini! Apa Kamu sudah tidak menganggap Papa lagi!?” Baruna sedikit meninggikan volume suaranya.
“Sayang, Nadhira sudah cukup dewasa untuk berpikir dan memutuskan apa yang terbaik untuknya, kewajiban kita sebagai orang tuanya hanya mensupport dan mendukung serta mendoakan yang terbaik untuk mereka,” ujarnya Adinda yang paham dengan kemarahan suaminya.
Adinda juga memahami keputusan dan pilihan Nadhira yang merahasiakan keputusan ini dari papanya karena Baruna pasti tidak mengijinkan anaknya menikah muda apalagi masih kuliah.
“Papa, aku sudah cukup dewasa untuk memutuskan apa yang terbaik untukku dan insha Allah aku bisa menjalani kehidupanku meski aku masih kuliah,” ujarnya Nadhira yang masih tidak berani melihat ke arah papanya yang menentang keras keputusannya.
Bisma dan istrinya Elyna yang tidak lain adalah temannya sendiri Adinda hanya melihat mereka yang berdebat. Keduanya sudah memiliki anak, yaitu dua orang sama halnya dengan pernikahan Briana yang dikaruniai dua orang anak. Hanya Adinda dan Baruna yang belum mendapatkan rezeki dan kepercayaan dari Allah SWT.
Dua-duanya anak laki-laki yang diberikan nama Zayyan satu tahun lebih dan Zhian tujuh bulan. Sedangkan Safeea dan Arfathan lahir kembar berusia 2 tahun bulan ini.
“Abang jangan egois, kalau mereka saling mencintai berikan restu Abang kasihan dengan Nadhira apalagi Nadhira sudah,,” ucapan Briana terpotong karena tidak ingin membuka aib keponakannya itu.
“Kamu setuju atau tidak Mama sebagai neneknya setuju untuk menikahkan mereka secepatnya! Saya tidak butuh dibantah oleh siapapun!” tegasnya Bu Riska.
“Sayang apa yang dikatakan oleh Mama, Briana benar adanya tidak baik menahan s
ataupun menolak keinginan Nadhira yang ingin menikah selama itu adalah hal baik kenapa tidak kita dukung,”
Sedangkan Arkan suaminya Briana malah sibuk bermain hp entah dia sibuk karena main game online atau lagi chatingan dengan orang lain.
“Abang Nadhira berhak menentukan sendiri kehidupannya termasuk dengan siapa calon suaminya, jadi kami mohon restuilah mereka demi nama baik keluarga besar kita,” sahutnya Bisma yang akhirnya angkat bicara juga.
Baruna memperhatikan kedua adiknya itu dengan dahi yang berkerut,” apa maksud dari ucapan kalian ha!? Katakan!’”
Nadhira semakin tertunduk sambil menangis karena takut dengan kemarahan papanya. Pria yang sedari kecil hingga saat ini tidak pernah mendapatkan bentakan ataupun kata-kata kasar.
Adinda memeluk tubuh anak sambungnya itu,” jangan menangis papamu tidak berniat membentakmu.”
“Tanyakan kepada Mama atau tanyakan langsung kepada putrimu! Mereka pasti sangat mengetahui apa yang sedang terjadi,” timpal Bisma.
Elyna meminta kedua baby sitter yang berjaga membawa anak-anak ke arah luar untuk bermain.
“Kayaknya kalian sedang bermain denganku! Katakan yang sejujurnya apa yang sudah terjadi!?” Baruna kembali berteriak keras.
“Saya akan menikahi anak gadis Bapak,” ucap seseorang yang baru saja masuk.
Atensi dan perhatian orang-orang tertuju pada kedatangan pria muda yang cukup ganteng kira-kira seumuran dengan Adinda.
Sedangkan Adinda membulatkan matanya, menajamkan penglihatannya apa yang dilihatnya adalah benar atau hanya ilusi.
“Aku pasti salah lihat?” gumamnya.