Iva merupakan anak dari pengusaha yang kaya raya. Dia justru rela hidup susah demi bisa menikah dengan lelaki yang di cintainya. Bahkan menyembunyikan identitasnya sebagai anak dari turunan terkaya di kota sebelah.
Pengorbanannya sia-sia karena ia di perlakukan buruk bukan hanya oleh suami tapi juga oleh ibu mertuanya.
Di jadikan sebagai asisten rumah tangga bahkan suami selingkuh di depan mata.
Iva tidak terima dan ia membuka identitas aslinya di depan orang-orang yang menyakitinya untuk balas dendam.
Lantas bagaimana selanjutnya?
Yuk simak kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 34
Selagi Iva terdiam, datanglah Cakra. "Dek, kamu nggak apa-apa kan? Kamu beresin mobil adikku sekalian cek semua onderdil bawa ke bengkel. Mengenai biaya biar aku yang tangani!"
Cakra datang dengan membawa seorang montir langganannya. Ia sempat melihat ke arah Bela dengan tatapan tidak suka. "Siapa dia, Dek? Kamu jangan asal dekat dengan orang asing karena kita belum tahu sifat aslinya. Intinya harus bisa memilah-milah teman mana yang baik dan mana yang buruk karena pada jaman sekarang banyak sekali teman yang suka menusuk dari belakang. Ini yang sering aku alami. Yuk pulang ke rumah kakak, ada hal yang ingin kakak katakan. Kebetulan Aditya juga sudah menunggu."
Cakra bahkan tidak memberikan ruang untuk Iva berkata. Ia lekas merangkul paksa dan membawanya melangkah bersama Cakra. Di belakang mereka begitu banyak bodyguard yang di bawa oleh Cakra.
"Tampan tapi sayang sifatnya tidak bersahabat sama sekali. Berbeda dengan adiknya yang selain cantik juga ramah. Padahal aku belum tahu siapa nama wanita cantik itu. Aku juga belum meminta nomor ponselnya. Kok dia sudah dibawa pergi oleh seorang lelaki tampan. Huft, keberuntungan sedang tidak berpihak padaku untuk bisa memiliki teman baik. Dari dulu hingga kini, aku sama sekali tidak memiliki seorang teman," batin Bela.
Bahkan Bela sempat melihat ke arah Cakra dan Iva. Dimana kini yang terlihat hanyalah punggung mereka.
Bela memutuskan untuk segera melanjutkan perjalanannya menuju ke suatu tempat sedangkan Uca justru ke rumah Cakra. Padahal ia berencana untuk menemui orang yang bertalenta hebat tersebut.
"Kak, kok bisa tahu aku sedang kesulitan? Padahal aku belum sempat meneleponmu," tanya Iva begitu heran karena sang kakak sulung tiba-tiba sudah ada di lokasi tanpa di hubungi terlebih dahulu.
"Apapun bisa Kakak lakukan karena kakak salah satu orang sakti. Makanya tanpa kamu telepon, Kakak sudah datang kemari," jawab Cakra terkekeh.
Jika sudah seperti ini Iva enggan untuk bercengkerama dengan Cakra karena yang ada cerita tidak akan pernah nyambung.
Mereka segera menuju ke rumah orang yang pintar membuat sketsa wajah untuk turut serta ke rumah Iva. Tanpa mereka sadari, Bela terus saja mengikuti laju mobil mereka hingga sampai ke rumah Iva. "Wah, ternyata ini rumah Mbak Cantik. Lantas siapa lelaki tampan yang bersamanya? Apakah pacar atau suaminya ya? Memanggil dengan sebutan Dek. Belum sempat aku tahu nama Mbak cantik itu. Ah sebaiknya aku bertamu saja ke rumahnya."
Bela memutuskan keluar dari mobilnya, ia melangkah menuju ke arah pintu gerbang. Tapi pada saat ia akan memencet tombol bel, tangannya terhenti oleh teguran seorang lelaki tampan.
"Hey, siapa kamu?"
Sontak saja Bela terlonjak kaget, ia pun menoleh ke arah sumber suara. Dengan wajah pias, ia mencoba untuk tersenyum. "Maaf Mas,
saya hanya ingin ketemu pemilik rumah ini untuk mengucap terima kasih karena pernah memberikan pertolongan pada saya," ucapnya tergagap.
Sejenak Aditya menatap tajam Bela seraya mengerutkan alisnya. "Apa kamu sudah ada janji atau pemilik rumah ini yang memintamu untuk kemari?" tanya Aditya menaruh curiga.
Bela merespon dengan menggelengkan kepalanya. Hingga Aditya tidak memberikan izin. "Jika seperti itu, anda tidak bisa masuk. Perlu anda ketahui pemilik rumah ini adalah saya dan saya tidak merasa pernah menolong anda. Sudah jelas jika anda sedang berbohong, pasti punya tujuan yang tidak baik. Sebelum saya hilang kesabaran, mending anda segera pergi dari sini dan jangan pernah mengaku dengan pemilik rumah ini. Karena saya tidak mengenali anda sama sekali," ucap Aditya dengan begitu lantangnya.
Bela sejenak diam tapi di dalam hatinya begitu merutuki sikap dan tutur kata Aditya. "Ganteng sih ganteng, tapi sayang galak banget. Aku yakin dia masih jomblo karena susah mendapatkan pasangan," batinnya mendengus kesal.
"Hey, di suruh pergi malah bengong. Terpesona dengan wajah gantengku ya? Tapi maaf, aku sama sekali tidak tertarik dengan cewek modelan kaya kamu karena aku yakin kamu bukan cewek baik-baik. Lekas pergi tak usah menghalangi jalanku untuk bisa masuk ke dalam!" bentak Aditya mendengus kesal.
Ia sendiri merasa sangat aneh karena tidak suka melihat sosok Bela, padahal baru pertama kali dia bertemu dengan Bela tapi aura buruk terpancar jelas di wajah Bela.
Bela kini tidak bisa menyembunyikan watak aslinya. Ia berkacak pinggang menatap tajam ke arah Aditya. "Sombong banget! Belum tentu ini rumahmu karena aku yakin sekali Mbak Cantik yang tinggal di rumah ini. Kamu pasti cuma salah satu ka cungnya yang mengaku pemilik rumah ini. Untuk kali ini aku mengalah tapi tidak untuk lain kali pasti aku akan membuat perhitungan denganmu!"
Dengan satu telunjuk, Bela mendorong kasar tubuh Aditya.
Ia pun lekas masuk ke dalam mobil dan melajukannya pergi meninggalkan rumah tersebut. Barulah selepas itu Aditya bisa bernapas lega dan ia masuk ke dalam rumah Iva dengan menghubungi nomor ponsel security.
Semua orang sudah berkumpul di ruang tengah menunggu kedatangan Aditya. "Maaf, aku terlambat. Barusan ada sedikit problem tepat di....
"Sudah nggak perlu banyak alasan! Terlambat ya terlambat karena memang itu sudah menjadi ciri khas hidupmu. Duduk cepat, karena Bapak ini tidak ada waktu lagi, dia banyak job di luar!"
Aditya menjatuhkan pantatnya ke sofa sembari mendengus kesal. Bahkan ia sempat melirik sinis ke arah Cakra.
Kini mereka benar-benar fokus dengan kinerja Bapak tersebut yang cekatan sekali menggoreskan pinsilnya sembari sesekali membaca ciri-ciri wajah yang tertera di sebuah kertas hasil coretan Diajeng.
Tak perlu menunggu waktu lama, sketsa wajah pun telah berhasil di buat dan di tunjukkan pada Cakra. "Mas, ini hasilnya."
Cakra sejenak melihatnya dan ia bergumam. "Sepertinya aku pernah melihat sosok dengan wajah seperti ini, tapi dimana ya?"
Aditya pun merebut sketsa yang ada di tangan Cakra. Ia menyipitkan matanya. "Kak, aku juga pernah melihatnya. Wajah ini nggak asing buatku, tapi ..
"Coba aku lihat!"
Iva menyela perkataan Aditya dan merebut sketsa tersebut.
Tapi karena cekalan tangan Aditya begitu erat pada kertas yang ada di tangan nya dan Iva juga lepas kontrol, maka kertas yang bergambar sketsa wajah terbelah menjadi dua.
"Astaghfirullah, maaf. Aku...
Iva merasa sangat bersalah, ia tertunduk lesu. Cakra yang begitu menyayangi Iva tidak tinggal diam, ia meminta Bapak tersebut menggambar ulang. "Pak, tolong gambar lagi. Untuk ongkos saya sanggup bayar dua kali lipat. Mohon maaf atas ketidak nyamanannya!'
"KRING"
Terdengar dengan jelas bunyi dering sebuah telepon dari sebuah ponsel. Lantas ponsel siapa yang begitu keras berdering itu hingga membuat semua orang yang ada di ruangan tersebut celingukan mencari sumber suara.
lanjut