Tawanan Cinta Pria Impoten

"Dimana kamar Oliv, En?" Tanya Keen kepada Enzo disaat sudah sampai dikamar tamu tempat pria tampan itu akan menginap.

Enzo yang memang tidak ada rasa curiga sedikitpun kepada Keen menunjukkan ke arah kamar sang adik. Ia menguap terus menerus mungkin sudah sangat mengantuk, tidak bisa menahannya lagi.

"Kamar tu bocah di ujung," Jawabnya, ia memberikan kunci kamar tamu kepada Keen sebelum pergi. "Ah iya, kalau butuh sesuatu minta sama Oliv saja. Tu Bocah suka begadang, aku ngantuk banget.." Enzo menepuk pundak Keen pelan lalu pergi.

Sampai Keen saja tidak bisa berkata-kata lagi melihat tingkah Enzo, sama sekali tidak mirip dengan Basta. Tapi, Keen senang karena sikap Enzo seperti itulah yang membuatnya bisa menemukan dimana Oliv berada. Bukannya masuk kedalam kamar tamu melainkan Keen menuju kamar dimana wanita yang sangat ia rindukan berada.

Tidak perduli mau Oliv memaki atau apa, yang Keen butuhkan sekarang adalah pelukan hangat dari wanita itu. Sebuah ucapan rindu yang sangat Keen rindukan, cukup dua minggu yang sangat menyiksa Keen sangat tidak bisa mengalaminya lagi.

Awalnya Keen ingin mengetuk pintu dulu sebelum masuk tapi terlihat pintu tidak terkunci rapat. Tanpa berpikir dua kali langsung Keen membuka pintu begitu saja, ia terkejut karena melihat Oliv yang tengah berganti pakaian. Sangat indah dan menggoda, sudah lama Keen tidak melihat pemandangan seperti ini.

"Waw, indah sekali.."

Seketika Oliv langsung terkejut, cepat-cepat menutupi tubuhnya yang masih terbuka dengan pakaian asal. Ia berbalik badan dan sangat terkejut disaat melihat Keen telah menutup pintu, masuk dengan sangat mudah ke dalam kamarnya.

"Keluar, Kak!" Oliv mengusir.

"Kalau aku tidak mau?"

"Aku akan berteriak, aku tidak bercanda, Kak!"

"Aku juga tidak bercanda, Oliv. Tubuhmu benar-benar indah, tubuh yang membuatku puas dan tidak terkendali." Balas Keen seperti biasa dengan gaya mesumnya.

Oliv tahu bahwa bicara dengan Keenan adalah hal yang paling tidak mudah. Pria itu selalu punya kata-kata jebakan yang pada akhirnya harus dianggap benar oleh semua orang. Tidak tahu terbuat dari apa orang seperti Keen ini, hanya saja benar-benar menyebalkan.

"Terserah! Susah bicara sama batu!" Ucap Oliv dengan sangat kesalnya, ia memakai pakaian yang tertunda tanpa mempedulikan Keen yang tetap memperhatikannya.

Bahkan Keen seolah menjadikan tontonan kali ini, ia suka melihat tubuh Oliv yang mungil memakai pakaian. Sangat menggemaskan, Keen ingin melihat semua ini setiap hari.

"Aku boleh bertanya padamu.." Oliv berjalan menuju Keen yang masih saja menatapnya dengan posisi tangan berkacak pinggang.

"Sangat boleh, Baby.."

Oliv jadi gugup sendiri karna panggilan Keen yang sangat manis itu, bayangan bersama dengan Keen selama dua minggu jadi terlintas di benaknya. Perlakuan manis Keen yang tidak pernah Oliv rasakan selama ini dengan pria lain, bukan karena tidak ada pria yang mau mendekati Oliv melainkan karna sang Daddy yang tidak pernah memberikan izin berpacaran.

"Mau tanya apa, Hem?" Keen semakin mendekati Oliv, meraih tangan wanita tersebut hingga tidak ada lagi jarak diantara mereka. "Satu hal sebelum kau bertanya padaku, ada sesuatu yang sangat penting yang harus kau tahu."

"Apa?"

"Aku merindukanmu," Jawab Keen cepat, ia mengecup bibir Oliv yang masih ternganga karena ungkapannya. "Aku sangat bahagia bisa menemukan dirimu lagi, sekalipun pertemuan ini seakan membuat kita terjatuh di dalam jurang."

Sampai kedua alis Oliv mengkerut mendengar apa yang Keen katakan, ia belum mengerti. Oliv hanya diam disaat Keen tetap meremas erat setiap jari-jemari tangannya, rasanya begitu hangat dan menenangkan.

"Maaf sudah tidak mengenalimu, padahal kita pernah sedekat ini sebelumnya. Aku tidak sadar, jika bocah yang selalu saja aku ganggu... sudah menjadi wanita yang sangat cantik sepertimu." Ungkap Keen lagi, jarinya mengelus pipi Oliv yang memerah.

"Tunggu!" Oliv menjauh dari Keen, ia merasa jika semua ini sudah tidak benar. Padahal Oliv sudah bertekad apapun yang terjadi tetap menolak berlanjutnya hubungan mereka. Tapi, mengapa malah terpesona dengan semua rayuan gombal Keen.

Akibat Oliv mendadak menjauh darinya membuat Keen menjadi tersenyum, tidak tersinggung melainkan menganggap hal biasa saja.

"Aku ingin tidur denganmu malam ini," Ucap Keen dengan sangat santainya.

"Apa? Tidur di kamarku, di Mansion ini?" Oliv tidak setuju, ia meraih tangan Keen untuk segera pergi dari kamarnya. "Mungkin kau enggan hidup lagi, Kak. Tapi aku, masih ingin dianggap anak oleh Daddyku." Pertegas Oliv, anehnya Keen tetap pasrah ditarik paksa oleh Oliv untuk keluar dari kamarnya.

Dengan terburu-buru Oliv membuka pintu kamar disaat ingin mendorong Keen untuk keluar dari kamarnya malah melihat Lovie. Cepat-cepat Oliv menarik paksa Keen untuk bersembunyi dibelakang pintu karena Lovie menuju kamarnya.

"Aduh, sayang.. sakit, pelan-pelan dong.." Ucap Keen sembari menahan tawa karena Oliv memberikan tatapan sangat tajam padanya.

"Diamlah! Mami menuju kemari.." Bisiknya, Oliv berusaha tetap tenang tidak terjadi apa-apa disaat Lovie sudah sangat dekat. Merasa jika Keen belum aman maka Oliv berdiri di depan pria tersebut, untung saya cahaya sedikit minim jadi bisa membuat Keen sedikit tidak terlihat.

"Kau yakin aku tidak akan terlihat oleh Tante Lovie, Baby?" Tanya Keen dengan berbisik, sepertinya sedang berusaha menganggu Oliv yang tengah gugup. "Sepertinya tidak akan berhasil, kau mau aku bantu?"

"Bantu apa?" Belum Keen menjawab pertanyaan Oliv malah sudah mengubah posisi dengan Keen yang berada di depan Oliv. Dengan gerakan cepat kaki Keen menendang pintu hingga tertutup rapat, hingga Lovie yang awalnya ingin menuju kamar Oliv jadi terhenti.

"Kau sedang apa, Olivia?" Tanya Lovie tepat didepan pintu kamar yang tertunda. Sementara Oliv sendiri masih gugup setengah mati, ia berpegangan erat pada kemeja Keen menatap pria itu penuh ketakutan. "Kenapa menutup pintu sekeras itu? Kau tahu, pintu ini sangat mahal. Daddy mu belinya di Australia hanya untuk sebuah pintu, hargailah perjuangan Daddymu itu!" Malah Lovie mengomel kepada putrinya.

"Katakan saja kalau kau sedang sakit perut, dan lagi tidak mau dilihat oleh Mamimu." Ucap Keen memberikan arahan tepat kepada Lovie.

"Kau gila?"

"Coba saja.." Keen mengecup telinga Oliv tidak lupa melakukan kecupan hingga Oliv merasakan geli yang teramat. "Cepat katakan, atau aku keluar dari kamar ini sekarang juga untuk menberikan jawaban."

"Ah tidak jangan lakukan itu.." Oliv menahan tangan Keen yang mau membuka pintu, menarik napas dalam untuk memberanikan diri menjawab Lovie yang masih menunggu didepan kamar sana.