Aqila Prameswari dan Qaila Prameswari adalah saudari kembar yang lahir dari pasangan suami istri Bayu Sucipto dan Anggi Yulia. Dua gadis cantik nan ramah ini menjadi buah bibir di sekolahnya, SMK Binusa, seakan tiap laki-laki memimpikan kedekatan dengannya.
Namun, walaupun penampilan mereka begitu sama, bak pinang dibelah dua, ada satu hal yang membedakan mereka: sifat mereka. Qaila Prameswari, adik kembar Aqila, memiliki karakter yang sangat berbeda dari kakaknya.
Bagai langit dan bumi, perbedaan sifat antara Aqila dan Qaila menjadi satu fenomena menarik di kalangan teman-teman sekolah mereka. Sementara Aqila dikenal sebagai sosok yang hangat dan penuh semangat, Qaila memiliki pesona misterius yang mengundang rasa penasaran dan takjub sekaligus.
Aqila, seorang gadis cantik yang telah memiliki kekasih, yaitu seorang mahasiswa di universitas terkemuka di kotanya. Sementara itu, Qaila - sang adik kembar, sama sekali tak tertarik berpacaran dan bahkan tak memiliki teman laki-laki.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puji Lestari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 34
Malam itu, Qaila dan Gavi melangkah dengan hati berdebar menuju rumah Mama Anggi. Sejak mendengar kabar kehamilan Qaila dari Mama Hanum siang tadi, Mama Anggi segera meminta mereka untuk datang. Qaila merasa tidak nyaman untuk datang ke rumah orang tuanya kali ini, apalagi setelah obrolannya dengan Gavi.
Qaila, seorang wanita cantik berambut panjang yang selalu tergerai lembut, kini merasa berbeda. Setelah percakapannya dengan Gavi, ia merasa ingin semakin egois demi mempertahankan cinta Gavi. Qaila tidak ingin lagi berpura-pura di depan Aqila, saudara kembarnya yang selama ini selalu mengekang dan mengendalikan hidupnya.
Saat sampai di rumah Mama Anggi, Qaila dan Gavi duduk di ruang tamu yang nyaman. Mereka menunggu kedatangan Mama Anggi yang sedang menyiapkan minuman untuk mereka. Qaila merasa cemas, hatinya berdebar tak menentu. Ia tidak tahu bagaimana reaksi Mama Anggi nanti saat mengetahui kehamilannya.
"Gavi, apa kita harus jujur saja pada Mama tentang kehamilan ini?" bisik Qaila pada Gavi, suaminya yang selama ini selalu mendukung dan melindunginya.
Gavi menggenggam tangan Qaila erat, menenangkan istrinya yang cemas. "Tenang, sayang. Kita akan menjelaskan semuanya pada Mama Anggi. Kita tidak perlu berbohong soal ini," jawab Gavi, laki-laki tampan berwajah tegas dan penuh karisma itu.
Mama Anggi akhirnya datang dengan membawa teh hangat untuk Qaila dan Gavi. Setelah menyerahkan minuman tersebut, Mama Anggi duduk di seberang mereka. "Qaila, Gavi, mama mendengar kabar tentang kehamilan Qaila dari Mama Hanum. Apakah itu benar?" tanya Mama Anggi, wanita paruh baya yang berusaha selalu menjaga keharmonisan keluarganya.
Qaila menelan ludah, lalu mengangguk pelan. "Iya, Ma. Aku hamil," ucap Qaila dengan suara bergetar. Gavi merapatkan diri, memberikan dukungan pada istrinya.
Mama Anggi menatap mereka berdua dengan tajam, lalu tersenyum lembut. "Baiklah, jika itu keputusan kalian, mama akan sangat mendukung. Tapi ingat, rahasia kan kabar ini dari aqila,jangan sampai Aqila terluka karena keputusan kalian ini," pesan Mama Anggi, menegaskan bahwa kebahagiaan Aqila juga penting baginya.
Qaila mengangguk, bersyukur Mama Anggi mendukung keputusan mereka. Namun, di lubuk hatinya, ia merasa begitu gelisah dengan semua nya.
"GAVI!" Teriakan keras itu berasal dari atas tangga, menghentakkan hati mereka bertiga yang ada di sana. Mama Anggi, Qaila, serta Gavi segera menoleh ke sumber suara.
Aqila yang melihat keberadaan Gavi langsung tersenyum lebar dan menuruni anak tangga dengan langkah terburu-buru. Melihat itu, Mama Anggi panik dan takut anak gadisnya itu terpeleset.
"Sayang, jangan lari-lari!" tegur Mama Anggi lembut, namun sayangnya Aqila tak menggubrisnya.
Begitu sampai di bawah, Aqila dengan antusias menubruk tubuh Gavi dan memeluknya erat. Hatinya bahagia bukan kepalang. Sementara itu, Qaila langsung melirik sinis dan membuang wajah ke samping, merasa tersinggung dengan perlakuan Aqila.
Gavi yang merasa terkejut oleh pelukan mendalam yang diberikan Aqila, segera mencoba menahan tangan gadis itu, berharap Aqila segera melepaskan pelukannya.
"Aqila, ada orang di sini," bisik Gavi pelan, wajahnya pucat ketakutan. Rasa cemas merayapi hatinya, mengingat Qaila yang berdiri tepat di samping darinya, dan Mama Anggi yang duduk dengan pandangan bingung di depan mereka.
"Emang kenapa sih?" tanya Aqila dengan bibir mengembang kecewa, lantas segera melepaskan pelukannya, mata nya mencuri pandang ke arah Qaila yang dengan angkuh membelakanginya. Ketegangan yang semula menguap, kini terasa semakin menghimpit di ruangan tersebut.
Gavi merapihkan pakaian nya yang kusut akibat ulah aqila, dengan cepat gavi menggeser tubuh nya ke samping dan semakin rapat dengan qaila.
"Qia, duduk dulu yuk," ucap Mama Anggi lembut.
"Mama kenapa nggak bilang kalau Gav kesini?" tanya Aqila dengan nada merajuk.
"Gavi baru saja datang, Qia. Mama belum sempat memanggilmu," kilah Mama Anggi mencoba meredakan suasana.
"Gav, gimana kalau kita jalan-jalan?" tanya Aqila dengan antusias yang menggoda.
Tiba-tiba suasana menjadi hening. Gavi melirik sekilas ke arah Qaila yang diam saja, penuh pengertian. Dia tahu istrinya tengah menahan perasaannya saat ini.
"Ayo, Gav, kita kan udah lama nggak jalan-jalan. Lagian kamu kesini kalau bukan untuk ketemu aku, mau ketemu siapa coba?" ucap Aqila sambil terkekeh, mencoba merayu gavi.
"Ma, Qia mau pergi sama Gavi dulu ya," ucap Aqila, seolah-olah tidak sabar ingin melarikan diri bersama gavi, seraya langsung menarik tangan Gavi.
"Qila!" ucap Gavi dengan ekspresi bingung, menahan tangan gadis itu.
"Udah, ayo Gav, Mama pasti nggak akan marah, kan?" tanya Aqila polos sambil menatap ke arah Mama anggi.
Kini giliran Mama anggi yang terdiam, bingung harus menjawab apa. Melihat keterdiaman Qaila membuat hati Mama Hanum semakin terluka.
"Diam berarti setuju, ayo Gav!" ucap Aqila gembira, yang langsung kembali menarik tangan Gavi dan keluar dari rumah, tak peduli perasaan yang tersimpan di hati mereka berdua dan orang-orang di sekeliling.
Qaila menghela nafasnya nya sambil menyandarkan tubuh nya ke sofa, setelah kepergian gavi dan aqila, qaila memejamkan matanya erat erat, tiba tiba kepalanya nya terasa begitu pusing.
" Sayang, kamu baik baik aja kan?" Tanya mama anggi kawatir.
Mama anggi langsung mendudukan tubuh nya di samping qaila, dan mengusap punggung qaila dengan sayang.
" Qai, gak papa ma!" Ucap qaila masih dengan kata terpejam.
" Yaudah, istirahat di kamar aja ya?" Ucap mama anggi dengan kawatir.
" Iyaa ma." Balas qaila.
Sedangkan Gavi dan Aqila, kini keduanya telah sampai di sebuah kafe tempat mereka dulu sering makan di sana.
Gavi merasa kesal, dadanya terasa sesak dengan Aqila yang terlalu memaksa dirinya, padahal pikiran Gavi tengah terbayang-bayang oleh Qaila.
"Kamu kenapa diem aja sih?" tanya Aqila dengan nada menggoda sekaligus kesal. Tidak ada jawaban, Gavi hanya menggeleng lemah.
"Gak papa." ucapnya singkat dan pasrah.
"Kamu mau pesan apa? Ayo buruan!" Ujar Gavi tidak ingin memperpanjang percakapan yang ia rasakan menyesakkan itu.
Aqila, dengan mata yang penuh harap, menjawab, "Kamu masih ingat makanan kesukaanku kan?" Tanyanya dengan nada manja yang terlalu mencolok.
Dalam hati, Gavi terus berharap untuk segera mengakhiri momen ini, menuntaskan semua perasaannya.
"Ya, udah tunggu di sini aja!" ucap Gavi tegas sebelum beranjak menuju meja pesanan, meninggalkan Aqila yang tersenyum lebar.
Setelah memesankan makanan aqila, gavi menyempatkan dirinya untuk menghubungi qaila. Perasaan gavi benar benar cemas saat ini.
" Ayok, angkat dong!" Gumama gavi, saat qaila tak kunjung mengangkat panggilan nya.
Gavi tak menyerah begitu saja, laki laki itu kembali mengirim kan pesan kepada qaila, siapa tahu istri nya itu nanti akan membacanya nya pikir gavi.
" Mas, ini pesanan nya." Ucap salah satu pelayan disana.
" Hemm, terimakasih!" Balas gavi lalu memasukkan ponselnya ke dalam sakunya dna membawa nampan berisi makanan itu menuju meja aqila.
" Loh kok cuma pesen satu porsi aja si?" Tanya aqila sedikit kecewa.
" Aku masih kenyang." Balas gavi.
" Cepat habiskan, aku ada banyak pekerjaan setelah ini." Ucap gavi.