Karina Yuika seorang gadis yatim piatu, gadis SMK biasa dari Akademi TKJ, gadis yang optimis terhadap hidupnya dan selalu memancarkan aura positif ke orang sekitarnya dan tergantung orangnya se-frekuensi hayuk, sengaja gelud siap adu jotos wkwk. Gadis yang hidup sederhana, bisa mendapatkan perhatian dari seseorang....? Seorang gadis cantik, sederhana, kuat dan kadang-kadang sedikit nakal.
Seorang gadis cantik, didalam hidupnya hanya ada 3 kegemaran: mencari uang, mendapatkan uang, dan mengumpulkan uang! Karina Yuika, gadis yang dijuluki "Si Gadis Cantik"
Kisah seorang gadis cantik dan seorang lelaki yang memiliki watak kejam dan seorang dari masa lalu.
Alfist Anderta Eckart sosok direktur yang dingin!!! dan memandang rendah semua orang;
"Hei, kamu tidak akan bisa kabur lagi!"
'Apa yang harus gw lakukan jika seorang dari keluarga besar mengejarku! Mengapa tidak bisa menjauh?'
"Dengan adanya tanda ini, kamu sudah jadi milikku!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon koeceng_olen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Takut gak kalean?
Tok Tok, bunyi ketukan pintu memecah kesunyian pagi. "Fist, nenek sudah menyiapkan pakaian, Karin" Sebelum nya Alfist menyuruh Marsel mencari pakaian olahraga nya di kamar pribadi Alfist diatas dan memberikan kunci nya pada Marsel, Marsel menaruh nya di nakas kamar nek Dianra, dan hal itu dilakukan oleh Nek Dianra karena beliau lebih dulu terbangun untuk mengambil pakaian olahraga Alfist, Marsel masih tidur nyenyak.
Karin terkejut, mengapa Nenek sudah beraktivitas sepagi ini? Bukan kah beliau harus istirahat total? Karin segera membuka pintu "Nek, nenek tidak istirahat, nenek tidak harus beraktivitas, nenek harus istirahat, Makanan bisa Karin siapkan" tawar Karin dengan khawatir
Nek Dianra tersenyum, "Tak perlu, Nak, nenek sudah memanggil para pelayan, mereka akan membantu" Karin mengangguk "Baik, Nek"
"Pakaian mu sudah siap, Nak. Pakaian olahraga Alfist waktu SMA dulu, nenek taruh di ranjang kamar di lantai atas, naik lah, mandi lah disitu nak, pintu nya sudah terbuka."
Karin merasa terharu, sebelum nya dia juga pernah merasakan hal serupa tapi itu sudah sangat lama terjadi "Maaf, nek jadi merepotkan"
Nek Dianra memeluk Karin "Gak papa nak, Nenek kalau terlalu banyak istirahat malah merasa sakit"
"Terima kasih nek" kata Karin sambil tersenyum, "Sekarang cepat siapkan diri" dan Nek Dianra pergi
Saat itu, Alfist muncul dari belakang pintu, "Mau aku temanin Baby" rayu Alfist
"Yang bener aja Al, setelah aku sudah siap anterin aku ya ke rumah ada barang barang yang harus aku bawah"
"Naik lah ke atas, pakaian ku mungkin besar tapi akan cocok dengan mu" Karin mengangguk, setelah nya Karin menuju ke atas menggunakan tangga, Karin berlari ke lantai atas, mencari kamar yang terbuka.
Karin berdiri di depan deretan pintu di dalam Mansion utama Alfist, bingung dan sedikit cemas. "Pintu ini atau pintu mana nih? Katanya ada pakaian yang siap gw pakai di dalam, apa salah arah yah?" Dia mencoba satu per satu gagang pintu, beberapa terkunci, dan satu pintu terbuka perlahan.
Saat dia melangkah masuk, mata Karin terbelalak melihat pemandangan di dalam ruangan. Segala sisi Dindingnya dipenuhi foto-foto dirinya, beberapa diambil saat bersama Sandra, ada juga yang memperlihatkan dia dan Kak Andira tersenyum ceria. Ada foto saat dia bersama orang tua nya, ada foto dia bersama kakek nenek nya dan ada foto saat Karin masih di sekolah, ada foto Karin masih kerja di Supermarket "Apa ini maksudnya?" Karin terkejut, jantungnya berdebar kencang. "Ini foto gw? Foto kapan? Ruangan Alfist? I... ini foto gw di masa lalu... tidak mungkin, bahkan hal-hal kecil yang tidak gw ingat lagi...." Karin Merinding, dia melangkah lebih jauh ke dalam ruangan. "Alfist kah? Tapi siapa lagi, dia penguntit mesum? ," Karin kesal dan takut sekaligus.
Tiba tiba, suara Alfist terdengar dari luar. "Baby, kamu di dalam?" Pintu itu tertutup dengan sendirinya saat Alfist masuk, menutupnya dari dunia luar. "Apa yang kamu lakukan di sini? Kamu tidak berhak ke ruangan ini" Wajah Alfist datar, tidak menunjukkan emosi, dan itu membuat Karin semakin ketakutan
"Gw percaya pada lu, Al, tapi kenapa... Apa maksud semua ini?" Air mata menetes di pipinya. Kenangan ciuman mereka berputar dalam pikirannya, menciptakan rasa nostalgia yang menyakitkan.
"Aku...." Alfist terdiam sejenak, seolah mencari kata-kata yang tepat. "Gw anggap diam lu sebagai iya."
Karin merasakan ketegangan di udara. 'Sepertinya kita memang ditakdirkan bersama. Kita akan selalu menemukan satu sama lain di mana pun kita berada, aku akan menemukan kamu di mana pun kamu berada,' kata-kata itu tiba-tiba terngiang di benaknya.
"Kedengarannya konyol, tetapi kamu akan segera mengerti. Jika kamu kabur, aku akan menemukanmu, dan jika kamu kabur lagi, aku akan menemukanmu lagi," ujar Alfist dengan nada yang tenang, tapi penuh penekanan.
"Apa maksud lu?" Karin merasa semakin bingung, jiwanya terombang-ambing antara rasa takut dan rasa cinta.
"Kamu ditakdirkan untuk bersamaku selama sisa hidupmu. Itu akhir yang harus kamu sadari. Tapi aku berharap kamu tidak akan melarikan diri. Rasanya sakit di sini," Alfist menunjuk dadanya, "setiap kali kau mendorongku pergi. Apa kamu tahu itu?" jelas Alfist memegang dada nya
Karin terdiam, mencerna setiap kata yang diucapkan Alfist. "Al, apa maksud lu?" Dia merasa seperti terjebak dalam labirin emosinya sendiri. 'Kabur? kabur?'
"jadi aku mungkin akan berakhir melakukan hal yang gila tanpa sengaja" mendengar percakapan itu Karin sangat bingung
"Karina, nak kamu di mana? Marsel mencarimu, nak!" terdengar suara Nek Dianra Dari luar, memecahkan keheningan yang menegangkan.
"Kita harus mengakhiri ini, ayo kita kembali, Baby," Alfist berkata dengan nada mendesak, tetapi di dalam matanya, Karin bisa melihat rasa putus asa yang dalam.
"Ayo, Baby!" Alfist meraih tangan Karin, tetapi dia menghindar seolah ingin menjaga jarak. "lu tidak mengerti, aku butuh waktu untuk mencerna semua ini. Semua foto ini... semua yang kamu katakan... itu terlalu banyak."
"Karin, aku melakukan semua ini untuk kita. Setiap foto, setiap kenangan, itu bukti bahwa kita memang ditakdirkan bersama," Alfist menjelaskan, suaranya bergetar.
"Dan itu membuatku takut, Al!" Karin merasakan air matanya mengalir lagi, tak mampu menahan perasaannya.
"Jangan bilang begitu, Baby. Kamu tidak perlu takut padaku. Aku hanya ingin kamu mengerti betapa dalamnya perasaanku padamu," Alfist melangkah lebih dekat, tetapi Karin mundur beberapa langkah.
"Jadi, kau pikir semua ini akan membuatku merasa aman? Dengan semua foto-foto ini? Dengan semua penguntitan ini?" Karin merasa marah dan bingung, antara cinta dan ketakutan.
Alfist terdiam, napasnya terdengar berat. "Karin, kamu adalah segalanya bagiku. Tanpamu, aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Aku tidak bisa membiarkanmu pergi."
"Kamu tidak bisa mengendalikan hidupku, Al!, apalagi cara mu seperti psikopat" Karin berbisik, saat Alfist memegang erat tangan burung Kenari "Aku tidak ingin menjadi barang milikmu!"
"Baby, tidak ada yang ingin aku miliki. Aku hanya ingin kita bersama," Alfist berkata, kini suaranya tenang, tetapi penuh harap.
Karin merasa hatinya bergetar, tetapi dia tidak bisa mengabaikan ketakutannya. "Tapi aku tidak bisa tinggal di sisi lu dengan semua ini, Alfist. Aku butuh ruang untuk bernafas."
"Ruang untuk bernafas?" Alfist mengulang kata-kata itu, seolah mencerna maknanya. "Kamu tidak perlu merasa terjebak. Aku hanya ingin melindungimu."
"Melindungi atau mengurung?" Karin bertanya, matanya menatap tajam. "Apa kamu pikir semua ini akan membuatku bahagia? Itu membuatku merasa tertekan!"
"di sini apa masih ada foto foto ku di sini atau berbentuk video?" tanya Karin menunjuk komputer sebelah nya
"Kalau begitu, apa yang harus aku lakukan? Apa yang bisa aku lakukan untuk membuatmu merasa aman dan tidak takut pada ku Baby?" Alfist tampak putus asa, dan Karin merasakan kepedihan dalam suaranya.
"Untuk sementara waktu.... Gw ingin menjaga jarak dengan lu, Al, jangan pernah mendekat di saat aku mengijinkan"
"Dan jika aku tidak bisa?" Alfist bertanya, suaranya mulai bergetar. "Jika aku tidak bisa membiarkan kamu pergi?"
Karin menggigit bibirnya, merasakan air matanya mengalir lagi.
"Karin, aku... aku mencintaimu." Suara Alfist bergetar, dan dia terlihat sangat rentan saat mengucapkan kata-kata itu.
"Dan aku juga mencintaimu, tetapi cinta mu tidak normal Al, apa tujuan mu cukup untuk membuatku tetap di sini." Karin merasa hatinya hancur, "Aku perlu waktu"
"Jangan pergi," Alfist mendekat, tetapi Karin menggeleng.
"Aku tidak pergi tapi aku ingin kau menjauh dari ku," katanya dengan tegas. "Aku butuh waktu untuk mencerna semua ini, semua yang terjadi. Bukan hanya antara kita, tapi juga tentang diriku sendiri."
Dia menghapus air mata nya berbalik dan melangkah menuju pintu keluar. "Karin, tunggu!" suara Alfist memanggilnya, tetapi dia tidak menoleh. Dia tahu jika dia menoleh, dia akan kembali ke dalam pelukan Alfist, dan itu bukan yang dia butuhkan saat ini.
Ketika dia membuka pintu dan keluar dari ruangan itu, suara Nek Dianra kembali terdengar. "Karin! Akhirnya kamu muncul! Marsel mencarimu ke mana-mana!"
Karin bisa merasakan jantungnya berdebar, tetapi dia berusaha tenang. "Aku baik-baik saja, Nek. Hanya sedikit tersesat."
"Nak, seharusnya nenek suruh Alfist yang menemani mu, lihat kamu belum mandi? "
Sementara itu, di dalam ruangan, Alfist berdiri mematung, menatap pintu yang baru saja ditutup. Rasa sakit menghampiri jiwanya, dan dia tahu dia harus berjuang untuk mendapatkan kembali Karin, tetapi dia juga harus memberi ruang yang dibutuhkan Karin.
"Kita akan menemukan jalan kita kembali," bisiknya, meskipun hatinya terasa hancur.