Zefanya Alessandra merupakan salah satu mahasiswi di Kota Malang. Setiap harinya ia selalu bermimpi buruk dalam tidurnya. Menangisi seseorang yang tak pernah ia temui. Biantara Wisam dosen tampan pengganti yang berada dalam mimpinya. Mimpi mereka seperti terkoneksi satu sama lain. Keduanya memiliki mimpi yang saling berkaitan. Obat penenang adalah satu-satunya cara agar mereka mampu tidur dengan tenang. Anehnya, setiap kali mereka berinteraksi mimpi buruk itu bak hilang ditelan malam.
Hingga sampai saat masa mengabdinya usai, Bian harus kembali ke luar negeri untuk menyelesaikan studinya dan juga merintis bisnis. Saat keberangkatan, pesawat yang diduga ditumpangi Bian kecelakaan hingga menyebabkan semua awak tewas. Semenjak hari itu Zefanya selalu bergantung pada obat penenang untuk bisa hidup normal. Mimpi kecelakaan pesawat itu selalu hadir dalam tidurnya.
Akankah harapan Zefanya untuk tetap bertemu Bian akan terwujud? Ataukah semua harapannya hanya sebatas mimpi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Harti R3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari Buruk bagi Zizi
"Kumohon tetaplah di sini, temani aku, benar aku mencintaimu, bahkan sejak pertama di kampus ini."
Duar!!!
Ledakan dahsyat terdengar hingga ke telinga Zizi. Terlihat cahaya merah mengudara. Pesawat yang ditumpangi Bian meledak di tengah lautan.
"Pak Biaaaaan!!! Aaaaaa!!!"
Zizi menyibakkan selimutnya. Ia menangis sesak di atas tempat tidurnya. Mimpi tragis yang tak pernah ia harapkan hadir dalam tidurnya kali ini.
Tak berpikir panjang ia pun meraih jaketnya dan mengambil kunci motornya. Dengan air mata yang mengalir, ia menuruni anak tangga dan menuju bandara.
Setibanya di bandara, ia menerobos masuk dan menanyakan jadwal penerbangan pagi ini. Bian bilang berangkat pagi ini, ia berharap belum telat datang.
"Maaf mbak, tidak ada penerbangan langsung ke London. Semuanya khusus penerbangan lanjutan via Jakarta."
Benar saja, tak masuk akal memang jika penerbangan langsung dari malang ke London. Zizi bak orang gila karena mimpinya.
"Bisakah saya mendapat informasi atas nama Biantara Wisam memiliki jadwal penerbangan jam berapa?"
"Maaf, kami tidak bisa memberikan informasi penumpang kepada orang lain."
Zizi pun pasrah dengan jawaban petugas bandara. Sepertinya untuk bertemu Bian adalah hal mustahil kali ini.
Bagaimana dengan mimpi itu? Hatiku terasa sesak sampai detik ini. Bagaimana kabarnya saat ini?
Zizi duduk menatap kosong kursi tunggu bandara. Lalu lalang yang tak begitu ramai, membuat semakin mencekam hatinya.
Ia merogoh ponselnya berniat menghubungi Bian lagi. Terkejut. Pesannya centang dua biru.
"Kapan dia membaca pesannya? Kenapa tak membalas?"
Ia mencoba menghubungi via whatsapp, lagi-lagi centang satu. Menelponnya pun tak aktif. Ia memutuskan pulang tanpa sepeserpun hasil pencarian. Ia meninggalkan pesan suara untuk Bian.
"Entah dimana dirimu saat ini, bagaimana kabarmu saat ini. Aku tak memungkiri perasaanku. Aku benar mencintaimu. Jadi, tolong jawab pesanku ketika kamu sudah mendengarkan ini."
Meski suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja, Zizi tetap harus berangkat kuliah. Menapaki setiap jengkal tanah dengan perasaan tak karuan. Sesekali melihat ke arah pintu masuk kampus, menanti mobil sport putih itu masuk. Nyatanya, tak ada mobil putih, pun tidak terparkir di halaman.
"Gue kemarin ketemu Pak Bian di bandara, auranya begitu mencekam. Tersirat kemarahan besar di wajahnya." ucap salah satu mahasiswa yang melintas.
"Sorry, apa loe sempat menyapanya?" tanya Zizi tiba-tiba.
"Engga, mana berani gue nyapa. Sungguh itu berbeda dengan Pak Bian yang di kampus."
"Ahh begitu ya? Thank you."
"Kenapa Zizi ikut nimbrung, apa hubungannya dengan dia?"
"Entahlah, mungkin dia nge-fans berat sama Pak Bian."
Zizi memasuki kelas. Tak seceria biasanya. Ia bergabung dengan teman-temannya yang sudah terlebih dahulu datang.
"Kenapa loe, Zi?" ucap Jordan.
Zizi hanya menggeleng tanpa semangat.
"Apa ini, tentang Pak Bian?" ucap Nathan sedikit berbisik.
"Jangan sedih dong, Pak Bian kan lanjutin studinya. Do'ain aja semoga lancar siapa tau balik ke sini lagi buat nemuin loe. Ya, kan?" kata Felice menyemangati.
"Benar juga." jawab Zizi singkat.
Mengikuti perkuliahan dengan pikiran yang kosong, bukanlah seorang Zizi. Hari ia benar-benar tidak fokus untuk melakukan apapun.
Saat istirahat, ia hendak mengembalikan buku yang ia pinjam dari perpustakaan. Ia terkejut ketika melihat berita yang disiarkan di TV yang terpasang di loby.
Kecelakaan pesawat Lond-Air dengan rute perjalanan Singapore-London terjadi malam tadi. Kecelakaan terjadi di laut lepas membuat pencarian sulit dilakukan. Pasalnya, bangkai pesawat hancur bekeping-keping karena ledakan dahsyat. Berikut adalah daftar penumpang di dalamnya.
Bruk!!!
Buku yang dibawa Zizi terjatuh di lantai. Ia tertegun ketika membaca nama Biantara Wisam berada di dalam daftar.
Zizi pun terjatuh diikuti riuh tangis mahasiswa yang sedang menyaksikannya. Seluruh tubuhnya bergetar hebat. Lidahnya kaku tak mampu menyuarakan apapun. Hanya air mata yang mengalir dengan deras di pipinya. Menyisakan sesak dalam dadanya.
"Zizi, loe gapapa?" Nathan berlari seketika melihat Zizi terduduk tanpa bicara.
"Pak Bian, gak mungkin kan?"
Nathan memeluk Zizi dengan erat, berharap meredakan kesedihannya. Felicia pun turut menangis melihat Zizi nangis dengan sesak.
"Nath, Pak Bian, Nath. Pak Bian. Itu bohong kan, Nath?" ucap Zizi begitu sesak.
Ia memukul dada bidang Nathan meluapkan kesedihannya.
"Pukul gue Zi, pukul gue semau loe. Luapin semua ke gue. Tapi perlu loe inget, kita gak bisa merubah takdir."
Pukulan Zizi kian melemah, tangisnya pun kian tak bersuara. Hanya air mata dan sesak yang tersisa. Nathan mengeratkan pelukannya. Hingga akhirnya Zizi pun pingsan.
"Zi, Zizi bangun." Nathan menggoyangkan badan Zizi namun tak ada respon.
"Fel, bawa buku-bukunya. Kita bawa ke ruang kesehatan."
"Hmm." Felice menyeka air matanya, dan mengambil buku-buku.
Mereka membawa Zizi ke ruang kesehatan. Teman-temannya menatap Zizi iba, sesekali mengusap wajah mereka yang juga dipenuhi air mata.
Pak Bian, Pak Bian menang memikat hati Zizi. Tapi, kenapa begini? Kenapa Pak Bian pergi gitu aja?
"Zizi adalah orang yang beruntung. Pak Bian perhatian banget sama Zizi. Gue rasa Zizi bener-bener cinta sama Pak Bian." kata Felice mengusap pipinya.
"Zizi baik-baik aja, semoga sebentar lagi siuman. Kalian tunggu di sini untuk berjaga-jaga ketika dia berontak saat bangun."
"Hmm." Sahut mereka bersamaan.
"Bahkan dia nolak perasaan gue, karena Pak Bian. Gue gak terima kalo Pak Bian pergi gitu aja. Zizi sangat mencintai Pak Bian."
Jordy dan Rossa masuk ke ruang kesehatan dengan terengah-engah.
"Gimana keadaan Zizi?" tanya Jordy khawatir.
"Dia belum sadar."
"Gue syok banget, sumpah. Seluruh mahasiswa menangis mendengar berita ini. Ditambah, kampus sudah konfirmasi bahwa berita itu valid." ucap Rossa dengan suara bergetar.
"Kita cuma mahasiswa, gimana dengan Zizi? Gue gak mampu kalo jadi Zizi." kata Felice.
"Pak Biaaaaann!!!!” teriak Zizi begitu membuka mata.
" Zi..."
"Berita itu bohong kan? Kenapa kalian semua diem?! Kenapa gak ada yang bilang kalo gue cuma mimpi?! Gue mimpi kan Nath? Semua itu gak bener kan?" Zizi menggoyangkan tubuh Nathan yang mematung di sampingnya.
Nathan hanya terdiam, tak terasa air matanya ikut terjatuh ketika mendengar Zizi menangis terisak.
"Kenapa kalian semua diam?!" teriak Zizi.
Semua temannya terdiam menunduk di hadapan Zizi yang tengah menangis hebat. Nathan mencoba menenangkan Zizi. Ia memeluk Zizi erat-erat seraya mengusap punggungnya.
"Kita bisa ngerasain yang loe rasain, Zi. Ikhlas yaa..ada kita semua di sini."
Tangis Zizi semakin pecah ketika teman-temannya turut memeluk dan menenangkannya.
"Kenapa? Kenapa harus Pak Bian? Kenapa harus dia?"