NovelToon NovelToon
Nekat Ngelamar Gus Tamvan

Nekat Ngelamar Gus Tamvan

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Nikah Kontrak / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: syah_naz

dengan gemetar... Alya berucap, "apakah kamu mau menjadi imam ku?? " akhirnya kata kata itu pun keluar dari lisan Alya yg sejak tadi hanya berdiam membisu.

"hahhh!!! apa!!... kamu ngelamar saya? "ucap afnan kaget
sambil menunjuk jari telunjuknya ke mukanya sendiri.
dengan bibir yg ber gemetar, Alya menjawab" i ii-iya, saya ngelamar kamu, tapi terserah padamu, mau atau tidaknya dgn aku... aku melakukan ini juga terpaksa, nggak ada pilihan.... maaf kalo membuat mu sedikit syokk dgn hal ini"ucap Alya yg akhirnya tidak rerbata bata lagi.
dgn memberanikan diri, afnan menatap mata indah milik Alya, lalu menunduk kembali... karna ketidak kuasa annya memandang mata indah itu...
afnan terdiam sejenak, lalu berkata "tolong lepaskan masker mu, aku mau memandang wajahmu sekali saja"

apakah Alya akan melepaskan masker nya? apakah afnan akan menerima lamaran Alya? tanpa berlama-lama... langsung baca aja kelanjutan cerita nya🤗

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syah_naz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

menyembunyikan rasa demi bisa bersama

Beberapa menit kemudian, suasana di dalam pesawat terasa hening. Alya menatap keluar jendela, menahan perasaan yang campur aduk dalam diam. Dengan suara pelan namun tegas, ia akhirnya membuka pembicaraan.

“Kenapa kamu melakukan ini, Gus? Kenapa kamu bersedia menikahiku? Sementara kamu… orang yang terhormat,” ucap Alya dingin, matanya masih terpaku pada pemandangan di luar.

Afnan menarik napas panjang. Sejenak ia terdiam, mencari kata-kata yang tepat. “Hemm... aku cuma ingin menolongmu,” jawabnya pelan, namun terdengar ragu. Kebohongannya terasa begitu kentara di udara.

Alya menoleh, sorot matanya tajam. “Menolongku? Begitu saja alasannya? Kamu tahu kan, Gus, perempuan mana yang nggak mau sama kamu? Tapi kenapa kamu mengiyakan ini? Apa mamah memaksamu? Atau kamu melakukannya karena merasa kasihan dengan nasibku? Bodohnya aku datang padamu waktu itu…”

Suaranya pecah di akhir kalimat, penuh dengan penyesalan.

Afnan menatap Alya dengan lembut, meski hatinya bergemuruh. “Nggak, Al. Ibumu nggak memaksa apa-apa, dan aku juga nggak menikahimu karena kasihan. Aku melakukannya... karena aku mau,”

jawabnya, berusaha terdengar yakin meski perasaannya berkecamuk. “Tenang aja, Alya. Aku nggak akan memaksamu untuk bersama sekarang. Aku tahu kamu masih sekolah. Kejar aja impianmu. Anggap aja... aku bukan siapa-siapa.”

Alya tertawa kecil, namun getir. “Kamu tahu, Gus? Aku mau semua ini dirahasiakan. Nggak ada yang tahu, termasuk teman-temanmu. Apalagi media sosial. Aku ini siapa, Gus? Aku bukan anak kiai atau anak pejabat. Aku cuma anak biasa. Kamu tahu apa yang orang-orang akan katakan kalau mereka tahu?”

Afnan mengangguk, memahami rasa takut dan rendah diri yang Alya rasakan. “Baiklah. Aku janji, ini akan jadi rahasia kita. Tapi… ada dua orang yang tahu. Reza dan Agam. Mereka sahabatku, dan aku percaya mereka nggak akan bocorin ini.”

“Reza sama Agam?” Alya mengulang, matanya menyipit. “Kamu yakin mereka nggak bakal ngomong?”

Afnan tersenyum tipis. “Percaya deh, mereka nggak akan ngomong.”

Keheningan kembali menyelimuti. Namun, Alya tiba-tiba membuka suara, penuh ragu. “Kalau gitu… aku harus menganggap kamu sebagai apa, Gus?”

Afnan terdiam sejenak, hatinya tak karuan. “Anggap aja aku... abangmu.”

Alya tersenyum samar, meski ada gurat kesedihan di matanya. “Hmmm... boleh juga. Tapi satu hal, Gus. Mamah dan Abiy belum tahu kalau aku udah tahu soal ini. Jadi, jangan bilang apa-apa ke mereka, ya.”

Afnan tertawa kecil. “Hahaha... iya, tenang aja. Semua aman.”

Alya mengangguk kecil, lalu bersandar kembali ke jendela. Tidak lama, ia terlelap. Afnan menatapnya dalam diam,

memperhatikan bulu matanya yang lentik, matanya yang terlihat lelah meski masih menyimpan keindahan.

Ada sesuatu yang hangat di dadanya, meski ia tahu Alya tidak pernah melihatnya lebih dari sekadar “abang”.

Ketika pramugari mengumumkan bahwa pesawat akan segera mendarat, Alya terbangun. Ia menggeliat kecil, menyadari bahwa ia telah tertidur. “Maaf,” katanya pelan dengan wajah sedikit malu.

Afnan tersenyum hangat. “Nggak apa-apa,” jawabnya lembut.

Pesawat akhirnya mendarat. Alya berjalan lebih dulu, tetapi tubuhnya yang masih mengantuk membuatnya beberapa kali hampir kehilangan keseimbangan. Afnan dengan sigap memperhatikan dari belakang. “Hati-hati, Al,” katanya lembut.

Alya hanya mengangguk kecil, merasa canggung. Saat mengambil koper di area bagasi, Afnan menawarkan, “Aku antar kamu ke kos.”

“Nggak usah, Gus. Lebih baik kamu langsung ke tempatmu. Kalau ada yang lihat, gimana?” Alya menolak dengan nada khawatir.

Afnan tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana. “Kalau ketahuan? Yaudah, kasih tahu aja mereka sekalian.”

“Gus, diem!” Alya mendesis, panik sambil melirik sekeliling.

Afnan menunjukkan hoodie dan masker hitamnya. “Nggak ada yang kenal juga. Tenang aja.”

Setelah koper Alya diambil, mereka masuk ke taksi bersama. Sepanjang perjalanan, Alya diam, menyembunyikan perasaan campur aduknya. Di sisi lain, Afnan hanya duduk tenang, meski pikirannya penuh dengan berbagai kemungkinan tentang apa yang akan terjadi di masa depan.

Di tempat lain, Gus Ziyan terlihat kesal. “Gam, Afnan dari tadi nggak kelihatan. Ke mana dia?”

Agam tersenyum kecil, berusaha santai. “Biarin aja. Ntar juga dia datang sendiri.”

Namun, dalam hati, Agam tahu betul apa yang sedang terjadi. Ia hanya berharap rahasia ini tetap aman—setidaknya untuk sekarang.

Setelah taksi berhenti di depan kos-kosan Alya, ia turun dengan langkah sedikit tergesa. Namun, Afnan mengikuti dari belakang, membantu mengangkat koper besar miliknya.

“Besar amat nih koper, Al,” candanya sambil tertawa kecil.

“Biasalah, pakaian perempuan, Mas,” sahut sopir taksi sambil tersenyum, seolah sudah paham.

Alya mengeluarkan dompetnya, hendak membayar ongkos taksi. Namun, tangan Afnan menahannya. “Hemm, simpan aja uangnya. Buat jajan di kos,” ujarnya sambil menyerahkan uang kepada sopir.

Alya sedikit terkejut, tapi akhirnya tersenyum kecil. “Hehe, makasih, Gus.” Ia kemudian berjalan menuju pintu kos, menyeret kopernya.

Namun, suara Afnan menghentikan langkahnya. “Cuma gitu doang?”

Alya menoleh, bingung. “Hah? Apalagi? Oh, iya... assalamu’alaikum,” ucapnya sambil melambaikan tangan dengan setengah malas sebelum masuk ke kos.

“Wa’alaikumussalam,” balas Afnan pelan, dengan nada sedikit kecewa. Tapi ia menahan diri, mencoba memahami sifat Alya yang memang tak banyak basa-basi.

Alya mendorong kopernya masuk ke kamar, menghela napas panjang. “Huh, pegel nih badan,” gumamnya sambil melepas sepatu. Setelah memastikan pintu terkunci, ia menyeret kopernya ke sudut ruangan, lalu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Air dingin yang mengalir menyentuh kulitnya terasa begitu menenangkan setelah perjalanan panjang. Tapi pikirannya masih berputar-putar, mencoba mencerna apa yang terjadi. Perjanjian rahasia itu, kebersamaannya dengan Afnan, dan masa depan yang kini terasa begitu asing.

Setelah selesai, Alya merebahkan tubuhnya di atas kasur. Lelah mulai menguasai, dan tanpa sadar ia tertidur dengan napas yang pelan dan tenang. Di luar, malam semakin larut, membawa ketenangan yang semu dalam cerita yang masih jauh dari akhir.

1
nana_eth
suka bangettt sama part yang ini, soalnya ada poin yang bisa diambil
Rudi Rudi
aku sukaaa bgt cerita kok, yaa kadang aku ketawa" sendiri 😍😭
Rudi Rudi
semangat kk buat novelnya/Smile//Drool/
DZX_ _ _@2456
ahhhhhhh
baper
Edgar
Mengurangi stress dengan membaca cerita ini, sukses thor!
Trà sữa Lemon Little Angel
Mantap banget ceritanya, thor! Bener-bener bikin gue terhanyut!
Kieran
Makin seru aja, gak kerasa udah baca sampai akhir!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!