NovelToon NovelToon
Alea Si Gadis Tersisihkan

Alea Si Gadis Tersisihkan

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Pengantin Pengganti / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama / Kaya Raya / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:11.5k
Nilai: 5
Nama Author: Favreaa

"Kamu harus menikah dengan Seno!"

Alea tetap diam dengan wajah datarnya, ia tidak merespon ucapan pria paruh baya di depannya.

"Kenapa kamu hanya diam Alea Adeeva?"

hardiknya keras.

Alea mendongak. "Lalu aku harus apa selain diam, apa aku punya hak untuk menolak?"

***

Terlahir akibat kesalahan, membuat Alea Adeeva tersisihkan di tengah-tengah keluarga ayah kandungnya, keberadaannya seperti makhluk tak kasat mata dan hanya tampak ketika ia dibutuhkan!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Favreaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 19

Malam itu Alea di pelukan Bi Ningsih dan Bi Ningsih perlahan meletakkan dan memposisikan tidur Alea agar lebih nyaman. Menyelimutinya lalu keluar dari sana, meninggalkan Alea yang sudah terlelap dan mulai memasuki alam mimpi.

Bi Ningsih yang memasuki dapur mengerutkan keningnya melihat Sella yang tengah mencuci piring dengan wajah tertekuk, selesai menyabuni wadah Sella meletakkannya dengan cara yang kasar, sedikit membantingnya hingga menimbulkan kegaduhan.

"Kamu kenapa, sel?... Kalau nyuci mbok ya pelan-pelan, itu piring sama gelasnya kalau pecah semua gimana?" Bi Ningsih geleng-geleng kepala.

Sella semakin memberengut mendengar teguran Bi Ningsih. Setelah memindahkan barang-barang Alea yang sedikit itu ke kamar yang baru, Sella izin pergi keluar dan Nyonya Camelia mengizinkan. Ia mengunjungi salon kecantikan berharap setelah Alea pulang dari kampus, gadis itu telah menyelesaikan semua pekerjaan rumah.

Namun, entah apa yang terjadi selama kepergiannya, saat ia pulang kondisi dapur masih berantakan dan Raya memintanya memasak makan malam sekaligus mencuci bekas mereka makan.

Sella melakukan semuanya dengan dongkol, malam ini ia berencana memberi service pada Arka sepulang dari mempercantik diri, tetapi rencananya gagal karena ia harus berkutat di dapur menggantikan Bi Ningsih. Itulah sebabnya ia sangat kesal sekarang dan kekesalannya ia lampiaskan lewat mencuci piring.

"Enak banget anak itu sekarang, Bi. Modal nangis, bersedih-sedih terus bebas deh dari pekerjaan rumah."

Bi Ningsih yang sedang memindahkan sambal goreng hati ayam, sup iga sapi dan balado telur ke dalam Tupperware menoleh.

"Siapa yang kamu maksud itu?"

"Siapa lagi kalau bukan anak tersisihkan di keluarga ini!" ketusnya sembari mencuci tangannya di air kran yang mengalir lalu mengelapnya menggunakan kain bersih.

"Non Alea juga majikan kita, Sella. Dia tidak punya kewajiban untuk menyelesaikan pekerjaan rumah, dulu waktu mendiang Tuan Fatan masih hidup, Non Alea sama seperti Non Bianca dan yang lain, dia tidak pernah melakukan pekerjaan rumah apalagi dianggap enteng sama pembantu kayak kamu itu. Ingat, posisi kamu di sini sama dengan Non Alea itu masih tinggi Non Alea!" ujar Bi Ningsih yang gemas dengan kesewotan Sella.

Sella mendengus. "Ya itu 'kan dulu, Bi. Beda sama sekarang, sekarang yang membuat peraturan Nyonya Camelia. Dia nggak marah tuh meskipun aku yang pembantu ini menindas anak itu!" ucap Sella sinis.

Bi Ningsih menghela nafas panjang, lelah menasehati Sella. "Terserah kamu lah!"

Bi Ningsih melanjutkan kembali kegiatannya, memindahkan sisa makanan dari wajan ke dalam Tupperware untuk dimasukkan ke dalam mesin pendingin.

Sella yang melihat Bi Ningsih enggan menanggapinya lagi, melempar kain lap yang baru saja ia gunakan untuk mengeringkan tangannya ke atas meja dengan kasar, lalu pergi dari sana meninggalkan Bi Ningsih sendirian.

Bi Ningsih hanya bisa menghela nafas seraya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Sella." Pembantu kok bertingkah seperti majikan!" gumamnya.

***

Sedangkan Ilyas selesai menurunkan Alea di halte bus dekat kediaman Wicaksana, melajukan mobilnya menuju kediaman Ravindra untuk menemui Seno.

"Ini berkas yang memerlukan tanda tangan Anda, Tuan!"

Ilyas menyerahkan setumpuk kertas ke hadapan Seno. Rutinitas yang selalu Ilyas kerjakan selama empat tahun kebelakang, dimulai sejak setahun pasca Seno terlibat kecelakaan bersama orang tuanya.

"Bagaimana?" tanya Seno seraya menerima berkas pemberian Ilyas.

"Nona Alea menerimanya, beliau juga menitipkan pesan untuk menyampaikan rasa terima kasihnya pada Anda."

Seno mengangguk, tangannya mulai bergerak membuka lembar demi lembar kertas dan membaca isi yang tertuang di sana.

"Ada lagi?"

"Saya sempat melihat sebuah mobil berhenti di depan Nona Ilyas ketika beliau menunggu kedatangan bus!"

"Lalu?" tanyanya lagi ingin mendengar penjelasan Ilyas lebih lengkap.

"Saya tidak tahu apa yang mereka bicarakan tapi dari ekspresi Nona Alea yang tidak nyaman sepertinya para pria itu sedang menggodanya!"

Seno menganggukkan kepalanya mengerti, tangannya bergerak menggoreskan tinta hitam di atas kertas putih yang di bawahnya terdapat nama dan jabatannya.

"Bagaimana responnya?"

"Nona Alea hanya diam dan menatap mereka datar!"

Seno mengulum senyum kecil yang sangat samar dan entah apa maksud dari senyum itu. "Baiklah, kau boleh kembali, Ilyas!"

Ilyas mengangguk kecil lalu pergi dari sana setelah lebih dulu pamit undur diri.

Hingga pukul tujuh malam, salah satu asisten rumah tangga mengetuk pintu ruang kerjanya.

"Masuk!"

Pintu terbuka dan masuklah seorang wanita berseragam pelayan yang Seno tahu salah satu asisten rumah tangga di rumahnya.

"Maaf, Tuan. Di depan ada Nona Zea datang berkunjung dan beliau sedang menunggu di ruang tamu!"

"Katakan padanya Eyang sedang tidak ada di rumah, minta dia pulang kalau tidak mau biarkan dia menunggu. Kamu boleh menemaninya atau mengusirnya!"

"Ta-tapi, Tuan--."

Seno mendelik tajam yang membuat wanita itu menunduk takut dengan tangan tertaut.

"Ba-baik, Tuan. Saya permisi!" pamitnya lalu keluar ruang kerja Seno tergesa-gesa karena gugup.

"Padahal aku ingin menyarankan agar Tuan Seno menemui dan menemani Nona Zea. Tapi tatapannya yang tajam membuat nyaliku ciut dan tidak bisa bicara!" gumamnya mengeluh.

Di ruang tamu, Zea duduk dengan tenang, menciptakan kesan ramah, anggun dan baik hati hingga seluruh pelayan di kediaman Ravindra mengaguminya. Mereka mendengar desas-desus yang mengatakan Tuan Muda mereka akan menikah dan tebakan mereka jatuh pada Zea, karena satu-satunya wanita yang pernah dekat dengan Tuan mereka hanya Zea dan apalagi wanita itu juga masih kerabat jauh keluarga Ravindra.

Pelayan yang baru saja kembali dari ruang kerja Seno, menghadap Zea.

"Maaf, Nona. Nyonya Elaine sedang pergi bersama Tuan Emir dan Tuan Seno berkata beliau sangat sibuk, Anda diminta menunggu!" ujarnya berbohong, tidak tega rasanya ia menyampaikan apa yang dikatakan Seno.

Zea menghela nafas kecewa tapi masih berusaha tersenyum dan menatap pelayan itu ramah. "Tidak apa-apa, aku pulang saja dan akan kembali lagi besok. Seno pasti mempunyai banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan!"

Meski kecewa dan geram, Zea menahannya. Ia tetap terlihat sebagai wanita yang pengertian, tidak ingin citra baik dan ramah yang dibangun selama belasan tahun hancur karena ia tak bisa mengendalikan emosi dan mengamuk di sini.

"Kalau begitu aku pergi dulu, sampaikan salamku pada Eyang nanti!" Zea mengulum senyum manis lalu beranjak pergi.

Pelayan itu hanya bisa mengangguk dan menatap punggung Zea iba. Menghela nafas panjang dan bergumam.

"Sebenarnya apa kurangnya Nona Zea. Cantik, baik, anggun, ramah dan berpendidikan juga berprestasi. Meskipun mereka masih saudara tapi mereka hanya kerabat jauh dan tidak terikat hubungan darah, tidak ada yang salah jika mereka menikah tapi kenapa Tuan Seno tidak bisa melihatnya?... Padahal Nona Zea sangat tulus dan tetap menerima kekurangan Tuan Seno. Dulu mereka sudah dekat tapi kenapa sekarang tampak asing."

"Sudahlah, tidak perlu mengurusi percintaan majikan!" Pelayan itu hendak berbalik masuk, tetapi keributan di luar mengurungkan niatnya lalu keluar untuk melihat ke tempat sumber suara.

Zea sendiri yang baru saja hendak menginjakkan kakinya di tangga teras kediaman Ravindra, mundur kembali karena melihat sebuah mobil keluarga Chrysler Pacifica berhenti tepat di depannya. Kemudian terlihat Eyang Elaine dan Paman Emir turun dari mobil sembari berdebat.

"Pilihanmu sangat jelek, Mommy sudah bilang ballroom Golden Mawar Resort saja, tapi kamu ngeyel maunya Holland Resort. Lihat di internet, Hotel angker yang seminggu lalu menjadi tempat seorang gadis remaja bunuh diri. Sudah empat kasus terjadi dalam setahun terakhir!" omelnya seraya turun dari mobil.

"Aku mana tahu, Mom. Yang aku tahu dua tahun lalu Holland Resort mendapatkan anugrah Best Choice Award jadi siapa yang mengira sekarang Hotel berubah menjadi tempat bunuh diri!" balas Paman Emir tak mau disalahkan.

"Halah, itu karena kamu kelamaan di London. Berita dan kejadian di negara sendiri tidak tahu!" sindirnya sinis.

Paman Emir mendengus sebal. "Lalu gimana?"

"Ya batalkan dan cari hotel lain, mau apalagi?" jawab Eyang ketus.

Paman Emir menghela nafas jengkel, menemani nenek-nenek rempong sungguh merepotkan. Seharian mereka berdebat dan tidak ada yang mau mengalah dengan pilihan masing-masing, terakhir karena sudah lelah Eyang Elaine pasrah dengan Hotel pilihan Paman Emir.

Namun, ketika dalam perjalanan pulang Eyang Elaine iseng berselancar mengetikkan Holland Resort untuk mencari pemberitaan terkini di internet. Berita tentang Hotel Holland yang disebut mendapat kutukan karena telah memuluskan jalan seseorang untuk mengakhiri hidupnya menjadi topik pemberitaan teratas.

Oleh sebab itu Eyang Elaine mengomel menyalahkan Paman Emir karena jengkel. Beruntung WO memberi mereka kesempatan untuk berpikir ulang, jadi Paman Emir tidak merasa bersalah jika membatalkan dan mengganti lagi pilihan tempat.

"Coba tadi kamu setuju dengan Hotel pilihan Mommy tadi, nggak begini jadinya!" omel Eyang lagi terdengar kesal.

Paman Emir yang sudah menginjakkan kakinya di undakan pertama berhenti lalu berbalik menatap Eyang lagi dengan wajah tak kalah kesal.

"Siapa tadi yang minta pendapatku?" sindirnya.

"Cuma minta pendapat, nggak nyuruh kamu yang ambil keputusan!" jawabnya santai dan mulai menaiki tangga teras melewati Paman Emir.

Paman Emir tercengang sekaligus mendengus sebal, wanita benar-benar tidak bisa di salahkan. Dengan wajah bersungut-sungut ia menyalip langkah Eyang Elaine, tetapi ia terkejut melihat Zea berdiri di teras menyaksikan perdebatannya dengan Eyang Elaine.

"Zea?"

Eyang Juwita lekas mendongak dan sama terkejutnya dengan paman Emir yang tiba-tiba melihat keberadaan Zea di sana.

'Zea? ... Apa dia mendengar obrolanku dengan Emir?... Aku harap tidak tapi sepertinya tidak mungkin dia tidak mendengar,' batin Eyang khawatir, tetapi ia mencoba terlihat biasa saja.

"Kamu di sini, Nak?" tanya Eyang yang tetap bersikap baik dan ramah pada Zea meskipun kakek Ian yang notabennya adalah kakek dari Zea sangat menyebalkan, tapi Zea gadis yang baik dan ramah, jadi Eyang tidak mempunyai alasan untuk memperlakukan gadis itu dengan buruk.

Zea mengangguk. "Eyang dari mana?" tanyanya seraya memandang Eyang Elaine yang sedang menaiki tangga mendekat ke arahnya dan Paman Emir yang berdiri di hadapannya secara bergantian.

"O-oh itu, mencari Hotel!" jawab Paman Zea kikuk.

"Hotel?" Dahi Zea mengernyit heran.

Eyang Elaine mencoba tetap tenang, bibirnya mengulum senyum lalu mengamit lengan Zea dan membawa gadis itu masuk. Paman Emir mengikuti dari belakang.

"Nina? Kamu di sini?" sapa Eyang pada pelayan yang tadi memberitahukan kedatangan Zea kepada Seno.

"Iya, Eyang!"

"Kenapa Zea kamu biarkan berdiri di depan, kamu tidak memintanya masuk atau membuatkannya minuman?" cecar Eyang Elaine sembari mendudukkan dirinya di sofa.

Tas mewah yang tergantung di lengannya dengan gerakan anggun ia letakkan ke atas meja, sesuai etiket kesopanan kalangan atas. Paman Emir sendiri sudah melipir masuk ke dalam rumah, tidak ingin ikut campur apalagi menimbrung obrolan wanita.

Nina menunduk. Belum sempat ia menjawab Zea sudah lebih dulu menyela.

"Bukan salah dia, Eyang. Aku yang memang berniat pulang karena kata mereka Eyang sedang tidak ada!"

Eyang mengangguk mengerti. "Iya, Eyang tadi ada keperluan diluar. Oh iya, Nina!"

Nina mendongak ketika namanya di sebut.

"Buatkan dua teh panas untukku dan Zea!"

"Baik, Eyang!" jawab Nina patuh lalu pergi ke dapur.

Eyang tersenyum ramah. "Seno tidak tahu kamu datang?"

Raut wajah Zea berubah sendu. "Nina tadi sudah memberi tahu kedatanganku tapi sepertinya Seno memang tidak ingin bertemu denganku. Eyang, apa Seno belum memaafkanku?"

Eyang menghela nafas panjang tidak tahu harus berkata apa. Cucu satu-satunya itu sampai saat ini memang belum bisa memaafkan Zea. Selain karena takdir, Seno menganggap Zea penyebab kecelakaan hebat 5 tahun yang lalu terjadi, sebuah kecelakaan besar yang berhasil merenggut nyawa kedua orang tuanya dan membuatnya lumpuh, sedangkan Zea yang Seno anggap sebagai penyebab kecelakaan terjadi, melarikan diri ke London atas suruhan Kakek Ian karena takut Seno murka dan menyakiti Zea.

"Zea harus apa, Eyang?"

Lagi-lagi Eyang Elaine bingung harus menjawab apa. Seno mulai membenci Zea dan memperlihatkannya secara terang-terangan dengan mulai menjauh dan mengabaikan gadis itu, padahal dulu keduanya cukup dekat.

"Ini tehnya, Nyonya, Nona Zea!" Kedatangan Nia berhasil menjeda obrolan keduanya.

"Terima kasih, Nina!" ucap Zea ramah.

"Sama-sama, Nona. Sudah menjadi tugas saya!" balasnya tak kalah ramah.

Ia lalu pamit untuk kembali ke belakang, meninggalkan dua wanita berbeda generasi yang sedang mengobrol.

"Kamu sudah makan malam, Zea?" tanya Eyang berusaha mengalihkan pembicaraan, ia tidak ingin membahas hal yang bisa menimbulkan pertanyaan yang tidak bisa dia jawab.

"Sudah, Eyang. Sebelum ke sini Zea sudah makan bersama Kakek. Eyang tahu sendiri jam makan malam kakek Ian lebih cepat dari kebanyakan orang!" tutur Zea lembut seraya tertawa kecil di akhir kalimat.

Zea sudah banyak berubah dari yang terakhir kali Eyang lihat. Jika Zea remaja adalah gadis yang aktif, egois dan kekanakan, maka Zea dewasa lebih tenang dan pandai membawa diri.

Eyang turut tertawa. "Bagus jika nafsu makan kakekmu masih tinggi, itu bagus untuk membuatnya berumur panjang!"

Zea terkekeh. "Eyang ada-ada aja. Oh, iya ... Eyang mencari Hotel untuk apa?"

Eyang terdiam berpikir mencari jawaban yang tepat dan masuk akal tanpa harus menyinggung perihal persiapan pernikahan Seno dan Alea.

"Itu, ... Ulang tahun perusahaan, Eyang mencari Hotel untuk menjadi tempat perayaan ulang tahun perusahaan tahun ini!"

"Tapi 'kan ulang tahun perusahaan masih lama, Eyang. Masih tiga bulan lagi."

"Tidak apa-apa, mendekati akhir tahun biasanya tempat-tempat seperti itu sudah full booking!"

Zea mengangguk setuju dan tak bertanya lagi. Ia menyeruput teh buatan Nina sedikit demi sedikit lalu menghabiskannya.

"Aku pulang dulu ya, Eyang. Aku yakin Eyang lelah dan ingin segera beristirahat. Oh iya, Eyang selama di Indonesia aku tidak punya tempat tujuan, jadi aku harap Eyang tidak keberatan kalau aku sering-sering datang. Aku juga ingin mendekati Seno kembali untuk mendapatkan maaf dan memperbaiki hubungan kita!"

Eyang Elaine tersenyum dan mengangguk. "Datanglah, kamu juga cucu Eyang!"

Keduanya lalu berpelukan singkat dan Eyang mengantar kepergian Zea hingga ke teras. Melambaikan tangan pada mobil Mercedes Benz C-Class yang di kendarai Zea, perlahan meninggalkan pelataran melewati gerbang lalu berbaur dengan kendaraan lain.

Eyang memandang kepergian Zea dengan pandangan rumit, ia tahu gadis itu mencintai Seno tapi sejak dulu Eyang selalu mewanti-wanti agar Seno tidak jatuh cinta pada Zea apalagi berniat menikah dengan gadis itu. Selain mereka masih kerabat jauh, kakek Ian yang serakah lah yang menjadi pertimbangan terbesarnya. Namun Seno selalu menegaskan jika dia hanya menganggap Zea sebagai adik, tidak lebih.

Sekarang, ia bisa menghela nafas lega karena kekhawatirannya tidak terjadi karena memburuknya hubungan Seno dan Zea.

Puas berkutat dengan pikirannya sendiri, Eyang masuk ke dalam rumah dan berjalan menuju kamarnya.

1
Mariaangelina Yuliana
iklannya shopee bikin jengkel
Mariaangelina Yuliana
aduh kok kayak nyium bau bau pelakor yaaaa🤭
Giandra
enaknya diapain ni art g jelas banget
Retno Harningsih
up
Giandra
jangan gegabah mengambil keputusan sendiri Alea bicarakan baik baik seolah olah bertanya ''mau dibawa kemana pernikahan ini" pada Seno
Adinda
semoga ibu kandungnya Alea masih hidup
Adinda
semoga ibu kandung alea masih hidup, kasihan alea thor.
Giandra
bagus
Giandra
tetap waspada Alea jangan sampai lengah orang orang disekitarmu
Anonymous
suka banget sama karakter alea, ga pernah ngeluarin air mata buat orang jahat & dia tetap tegar
Giandra
ada lagi yang cari penyakit
Retno Harningsih
up
Giandra
ayo Alea perjalanan hidupmu baru dimulai tunjukkan ketegasanmu jangan biarkan orang orang terutama para pelakor menindasmu
Giandra
zea dan Bianca mencari penyakitnya sendiri
Retno Harningsih
up
Giandra
momen canggung malah kepergok ada yang masuk pasti salah paham
Giandra
semoga lancar acaranya
Giandra
kau menggali kuburanmu sendiri ana siapapun itu kalau dia customer perlakukan dengan baik sesuai prosedur
Giandra
semoga aman sampai acara pernikahan terlaksana dan seterusnya
Giandra
semoga Alea kalau sudah menikah dengan Seno pribadinya berubah lebih tegas dan cerdik tidak mudah ditindas karena sudah mendapatkan pelajaran hidup yang keras
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!