Kinanti, seorang gadis sederhana dari desa kecil, hidup dalam kesederhanaan bersama keluarganya. Dia bekerja sebagai karyawan di sebuah pabrik untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup.
Kehidupannya yang biasa mulai berubah ketika rencana pernikahannya dengan Fabio, seorang pria kota, hancur berantakan.
Fabio, yang sebelumnya mencintai Kinanti, tergoda oleh mantan kekasihnya dan memutuskan untuk membatalkan pernikahan mereka. Pengkhianatan itu membuat Kinanti terluka dan merasa dirinya tidak berharga.
Suatu hari, ayah Kinanti menemukan sebuah cermin tua di bawah pohon besar saat sedang bekerja di ladang. Cermin itu dibawa pulang dan diletakkan di rumah mereka. Awalnya, keluarga Kinanti menganggapnya hanya sebagai benda tua biasa.Namun cermin itu ternyata bisa membuat Kinanti terlihat cantik dan menarik .
Kinanti akhirnya bertemu laki-laki yang ternyata merupakan pengusaha kaya yaitu pemilik pabrik tempat dia bekerja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amelia's Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 Bertemu dengan Mantan
Kinanti akhirnya menyerah pada rasa lelah dan kantuk yang menyelimuti dirinya. Meskipun hatinya terasa berat, ia memilih untuk memejamkan mata dan mencoba melupakan semua pikiran yang mengganggunya. Dalam kesunyian malam, hanya suara deburan ombak yang terdengar samar dari balkon kamar hotel.
Malam yang seharusnya penuh dengan kenangan manis bagi pasangan pengantin baru itu berlalu begitu saja. Tidak ada percakapan hangat, tidak ada tawa, dan tidak ada momen romantis yang biasa dirasakan di awal pernikahan.
Zayn kembali ke kamar menjelang tengah malam. Ia membuka pintu dengan hati-hati agar tidak membangunkan Kinanti. Ia melihatnya tertidur dengan wajah damai, namun entah mengapa, Zayn merasa perasaan bersalah menghantui dirinya.
Zayn duduk di sofa, memandangi Kinanti dari kejauhan. "Aku sudah menikahinya, tapi kenapa masih ada bagian dari diriku yang belum bisa sepenuhnya menerimanya?" pikirnya.
Ia tidak tahu bagaimana menjelaskan perasaannya atau bagaimana memperbaiki keadaan. Yang ia tahu, malam itu berlalu tanpa ada ikatan yang lebih erat antara dirinya dan Kinanti.
Malam bulan madu yang indah berubah menjadi malam penuh jarak dan keraguan, menyisakan tanda tanya besar bagi keduanya tentang arah hubungan mereka ke depan.
Zayn menatap layar ponselnya dengan penuh keraguan. Nama Hellen terpampang jelas, memunculkan perasaan campur aduk dalam dirinya. Ia melirik ke arah Kinanti yang sudah tertidur lelap di ranjang, napasnya terdengar teratur, menunjukkan betapa lelahnya ia setelah hari yang panjang.
"Ini cuma sekali," bisik Zayn pada dirinya sendiri, mencoba meyakinkan bahwa apa yang ia lakukan tidak salah. Ia mengambil kunci kamar dan dengan langkah pelan menuju pintu, memastikan tidak membuat suara yang bisa membangunkan Kinanti.
Begitu pintu tertutup, Kinanti membuka matanya perlahan. Ia sebenarnya tidak benar-benar tidur. Meski tubuhnya lelah, pikirannya tidak bisa berhenti memikirkan sikap Zayn yang terasa begitu jauh. Mendengar langkah kaki Zayn yang meninggalkan kamar, hati Kinanti terasa hancur.
Dengan cepat, ia bangkit dari ranjang dan berjalan ke arah balkon. Dari lantai atas hotel, ia bisa melihat Zayn masuk ke lift. "Mau ke mana dia di jam segini?" gumam Kinanti, mencoba menahan rasa sakit yang perlahan menguasai dirinya.
Di sisi lain, Zayn tiba di lobi dan melihat Hellen yang menunggunya di area lounge hotel. Hellen mengenakan gaun santai tapi tetap memukau, membuat Zayn kembali teringat akan masa-masa indah mereka dulu.
"Aku tahu kamu pasti datang," kata Hellen sambil tersenyum.
Zayn hanya mengangguk, merasa bersalah tapi tidak bisa menahan dirinya untuk bertemu dengannya. Mereka duduk di sudut lounge, jauh dari keramaian.
"Kamu bahagia, Zayn?" tanya Hellen langsung, tanpa basa-basi.
Pertanyaan itu membuat Zayn terdiam. Ia tahu bahwa ia tidak sepenuhnya bahagia, tapi ia juga sadar bahwa hidupnya kini bersama Kinanti, bukan lagi dengan Hellen.
Sementara itu, di kamar, Kinanti berjalan mondar-mandir, merasa gelisah. Ia ingin percaya pada Zayn, tapi pikirannya terus bertanya-tanya. Dengan perasaan berat, ia memutuskan untuk tidak menyusul. "Kalau aku tahu dia bertemu siapa, apa itu akan membuatku lebih tenang?" pikirnya.
Malam itu, Kinanti memilih diam, sementara Zayn berada di persimpangan antara masa lalu dan masa depannya.
Di tepi pantai yang diterangi rembulan, Hellen duduk dengan senyum penuh harap. Angin malam menyibakkan rambutnya, membuatnya terlihat semakin anggun di mata Zayn. Ia melambaikan tangan saat melihat Zayn mendekat.
“Zayn!” serunya dengan nada riang. Ia segera berdiri dan memeluknya erat. “Aku merindukanmu,” ucapnya lembut.
Zayn membalas pelukan itu dengan kaku. Ada perasaan bersalah yang menghimpit dadanya. "Aku juga merindukanmu, Hellen," balasnya, meski suaranya terdengar berat.
Mereka duduk di kursi kayu, ditemani suara ombak yang menenangkan. Hellen mulai bercerita tentang kehidupannya selama ini, senyumnya tak pernah pudar. Namun, Zayn hanya terdiam, pikirannya dipenuhi bayangan Kinanti yang sedang tertidur di kamar hotel mereka.
"Zayn, kenapa kamu terlihat murung? Ada apa?" tanya Hellen dengan nada khawatir, jemarinya menyentuh tangan Zayn.
Zayn menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian untuk jujur. "Hellen, aku harus mengatakan sesuatu."
Hellen menatapnya dengan penuh perhatian. "Apa itu, Zayn? Kamu tahu kamu bisa mengatakan apa saja padaku."
Zayn menggenggam tangannya erat, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Aku... aku sudah menikah, Hellen," ucapnya pelan namun tegas.
Wajah Hellen seketika berubah. Senyumannya lenyap, digantikan oleh keterkejutan yang dalam. "Apa maksudmu, Zayn? Kamu menikah?"
Zayn mengangguk, tatapannya tertunduk. "Aku tidak ingin menyakitimu, Hellen. Tapi aku harus jujur. Aku menikah beberapa hari yang lalu."
Air mata mulai menggenang di mata Hellen. "Kenapa kamu tidak memberitahuku sebelumnya? Apa aku tidak berarti apa-apa bagimu?"
Zayn merasa hatinya seperti teriris mendengar nada terluka dalam suara Hellen. "Bukan begitu. Kamu selalu berarti bagiku. Tapi ini keputusan yang sudah diambil demi keluarga dan... aku tidak punya pilihan."
Hellen terdiam, menatap laut yang gelap. Ia menarik tangannya dari genggaman Zayn dan berdiri. "Kamu seharusnya memberitahuku lebih awal. Aku tidak tahu harus bagaimana menghadapi ini."
Zayn ingin menahannya, tapi ia tahu ini adalah kenyataan yang harus diterima oleh keduanya. Bayangan Kinanti kembali melintas di benaknya, membuat perasaannya semakin rumit. "Maafkan aku, Hellen," ucapnya lirih.
Hellen berjalan pergi tanpa mengatakan apapun, meninggalkan Zayn yang hanya bisa duduk diam dengan rasa bersalah yang kian membesar.
"Arrrrrgghh, kenapa ini semua harus terjadi?"Zayn mengacak rambutnya. Dia berjalan menuju kamarnya. Rasa bersalah juga. dia rasakan saat melihat Kinanti tertidur pulas. Dengan raut wajah yang sangat polos.
"Maafkan aku, seharusnya ini menjadi momen yang membahagiakan bagimu."bisik Zayn hingga akhirnya dia pun terlelap.
Pagi itu, sinar matahari belum sepenuhnya muncul, dan suasana kamar hotel terasa sunyi. Kinanti membuka matanya perlahan, merasa tubuhnya sedikit berat. Ketika menyadari tangan kekar Zayn melingkar di pinggangnya, jantungnya berdegup kencang.
Dengan hati-hati, ia mencoba melepaskan tangan suaminya tanpa membangunkannya. Namun, pandangannya terhenti saat melihat wajah Zayn dari dekat. Wajah suaminya yang sedang terlelap terlihat begitu tenang dan memesona. Garis rahangnya yang tegas, hidung yang sempurna, serta bulu matanya yang panjang membuat Kinanti tanpa sadar mengaguminya.
Ia menelan ludah, mencoba menenangkan debaran hatinya. Dalam hati, ia bertanya-tanya, bagaimana bisa seorang pria setampan ini menjadi suaminya, meskipun pernikahan mereka belum sepenuhnya membuatnya merasa dekat.
"Astaghfirullah," bisiknya pelan, mengingatkan dirinya untuk segera bangun dan melaksanakan sholat subuh. Dengan perlahan, ia berhasil melepaskan tangan Zayn dan bangkit dari tempat tidur.
Saat Kinanti mengambil wudhu, ia mencoba menenangkan dirinya. Namun, bayangan wajah Zayn terus terlintas di benaknya. Ada perasaan yang tidak bisa ia jelaskan, antara rasa kagum dan harapan bahwa pernikahan mereka suatu hari akan menjadi lebih dari sekadar ikatan formal.
secara logika seharusnya ada kepastian masih atw putus.
tapi anehnya masih sama2 merindukan, tp gak ada komunikasi, padahal di hp ada no kontaknya.. 😆😆😆😇😇😇