~ Dinar tak menyangka jika di usianya yang baru tujuh belas tahun harus di hadapkan dengan masalah rumit hidupnya. Masalah yang membuatnya masuk ke dalam sebuah keluarga berkuasa, dan menikahi pria arogan yang usianya jauh lebih dewasa darinya. Akankah dia bertahan? Atau menyerah pada takdirnya?
~ Baratha terpaksa menuruti permintaan sang kakek untuk menikahi gadis belia yang pernah menghabiskan satu malam bersama adiknya. Kebenciannya bertambah ketika mengetahui jika gadis itu adalah penyebab adik laki lakinya meregang nyawa. Akankah sang waktu akan merubah segalanya? Ataukah kebenciannya akan terus menguasai hatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lindra Ifana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18
"Tuan ingin saya antar kemana?" tanya sang supir ketika Bara sudah ada di jok belakang mobilnya. Baratha belum mengenal daerah ibukota jadi dia membutuhkan supir untuk mengantar.
"Antar aku ke sebuah kafe atau restoran yang sepi, maksudku di daerah yang nyaman untuk minum sendiri," sahut Bara melepas dasi dan membuka tiga kancing kemejanya agar bisa bernafas lebih lega.
"Saya mengerti Tuan."
Bara menyandarkan punggung dengan memejamkan matanya. Dia sengaja pergi karena hampir saja kehilangan kontrol emosinya. Entah, tapi ada disisi istri kecilnya selalu membuatnya tak nyaman, gadis itu selalu membuat kacau pikirannya.
Tak lama kemudian mereka sampai di daerah pegunungan dengan udara sejuk. Mungkin karena hari sudah malam membuat suasana terlihat cukup sepi. Hingga akhirnya mobil berhenti di sebuah kafe kecil yang lumayan jauh dari pemukiman.
"Di depan ada kafe 24 jam, tapi jika Tuan tidak nyaman disana saya bisa carikan kafe yang lebih besar," ujar sang supir sengaja membawa Bara ke tempat ini, karena hanya kafe ini yang letaknya sedikit jauh dari keramaian.
"Tidak, disini saja."
Turun dari mobil Bara bisa merasakan betapa bersih dan segarnya udara yang ia hirup. Sebenarnya kafe yang ada di depan sangat jauh dari ekspetasinya, ia mengira akan diantar ke sebuah kafe mewah seperti yang biasa ia kunjungi di negara asalnya.
Walau kecil tapi sepertinya kafe itu cukup banyak pengunjung, di halaman kafe terlihat beberapa pemuda duduk berbincang dengan beberapa botol bir di depannya. Salah satu pemuda bahkan membawa gitar dan sedang memainkannya.
Seorang waitress datang ketika Bara sudah duduk di salah satu sudut kafe. Tak bisa dipungkiri jika 'penampakan' Bara menjadi perhatian seluruh isi kafe. Mata hijau, rambut coklat dan kulit eksotis dengan kemeja setengah terbuka memang membuat penampilannya terlihat 'panas'.
"Tuan ingin memesan sesuatu?" tanya sang waitress dengan suara di buat selembut mungkin. Yang ia tahu jika pria bule biasanya sangat suka dengan wanita timur sepertinya, siapa tahu kali ini ia beruntung membuat bule didepannya terpesona.
"Dua botol bir dingin," jawab Bara tanpa melirik sedikitpun waitress yang terus mencuri pandang padanya.
"Ada lagi?"
"Itu saja...."
"Baik, nama saya Ririn...Tuan panggil saja saya jika menginginkan sesuatu," ujar sang waitress seperti berat untuk meninggalkan tamunya.
Sambil menunggu pesanannya Bara membuka email laporan dari asistennya yang ada di London. Bagaimanapun ia tetap mengawasi jalannya Maven walau masih berada di lndonesia. Mungkin karena suasana yang sedikit sepi menjadikan telinganya bisa menangkap pembicaraan para pria yang duduk di halaman depan kafe.
"Dinar nggak ada Ririn pun jadi, lumayan kan buat nemenin malam kelam elo. Yakin gue tuh aki aki udah test drive malam ini, apalagi doi kinclong banget gitu!"
"Yoi...nggak usah pasang wajah sedih gitu! Bentar lagi elo juga bakalan ketemu sama Dinar. Mau Wirabumi...mau Wirasableng ataupun wira wira yang lain nggak akan bisa memadamkan cinta kalian," timpal pria lainnya yang disambut tawa riuh pria lainnya..
Bara mengalihkan pandangannya sekilas pada kumpulan pria pria itu ketika mendengar satu nama yang ia kenal. Dinding kafe yang terbuat dari kaca menjadikannya bisa melihat dengan jelas satu persatu wajah pria pria di depan kafe.
Tapi karena pergi ke tempat ini untuk menenangkan pikiran, Bara tidak mau ambil pusing dengan apa yang dia dengar.
"Tuan ini pesanan anda."
Bara hanya mengangguk dan langsung membuka satu botol bir dan segera menenggaknya.
"Pria pria diluar itu adalah langganan di sini. Mereka memang kampungan dan selalu berisik. Jika anda terganggu maka saya bisa bantu mencarikan tempat yang lebih tenang..."
Dan waitress bernama Ririn itu langsung menundukkan wajahnya ketakutan ketika Bara meletakkan botol birnya dengan keras di meja. Tatapan pria itu seperti sedang mengulitinya.
"Pergi...."
"B-baik Tuan, maaf..."
Bara kembali melihat ke arah sekumpulan pemuda itu, satu sudut bibirnya terangkat dengan dua tangan mengepal erat.
"Sudah aku duga, kau memang j*lang yang tak pantas dikasihani. Berengsek!"
tidak pernah membuat tokoh wanitanya walaupun susah tp lemah malahan tegas dan berwibawa... 👍👍👍👍
💪💪