NovelToon NovelToon
Kubuang Dirimu Sebelum Kau Madu Diriku

Kubuang Dirimu Sebelum Kau Madu Diriku

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Poligami / Cintamanis / Janda / Konflik Rumah Tangga-Konflik Etika / Konflik etika / Selingkuh / Pelakor / Suami Tak Berguna
Popularitas:9.2M
Nilai: 4.8
Nama Author: Gresya Salsabila

Follow IG 👉 Salsabilagresya
Follow FB 👉 Gresya Salsabila

"Aku tidak bisa meninggalkan dia, tapi aku juga tidak mau berpisah denganmu. Aku mencintai kalian, aku ingin kita bertiga hidup bersama. Kau dan dia menjadi istriku."

Maurena Alexandra dihadapkan pada kenyataan pahit, suami yang sangat dicintai berkhianat dan menawarkan poligami. Lebih parahnya lagi, wanita yang akan menjadi madu adalah sahabatnya sendiri—Elsabila Zaqia.

Akan tetapi, Mauren bukan wanita lemah yang tunduk dengan cinta. Daripada poligami, dia lebih memilih membuang suami. Dia juga berjanji akan membuat dua pengkhianat itu merasakan sakit yang berkali lipat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Oh, Tidak!

Di dalam ruangan yang dominan warna putih, seorang lelaki terbaring lemah di atas brankar. Matanya memejam rapat, sedangkan pelipisnya terluka dan mengeluarkan darah. Tak hanya itu, tangan dan kakinya pun dipenuhi memar dan lecet.

Lelaki yang tak lain adalah Jeevan, baru saja mengalami kecelakaan tunggal. Dia diantar ke rumah sakit oleh seseorang yang kebetulan lewat di sana. Saat itu, keadaan Jeevan sudah tidak sadarkan diri.

"Tengkuknya lebam, sepertinya ini yang membuat dia pingsan," ujar dokter.

Di antara luka-luka yang ada di tubuh Jeevan, memang lebam di tengkuk yang paling parah, sedangkan yang lain hanya luka ringan.

"Mungkin tadi tertimpa motor, Dok," jawab perawat yang turut membersihkan luka Jeevan.

Mereka terus bekerja sama dan memberikan penanganan maksimal kepada Jeevan. Lalu setelah itu, dokter keluar ruangan dan menemui seseorang yang menolong Jeevan.

"Apakah Anda berhasil menghubungi keluarga pasien?" tanya dokter.

"Belum, Dokter. Lelaki tadi tidak membawa identitas diri, hanya HP yang ada di sakunya. Tapi, itu juga dipasang sandi, Dokter, jadi saya tidak bisa menghubungi keluarga atau temannya."

Dokter menghela napas panjang, "Kalau begitu kita tunggu sampai pasien sadar. Lukanya tidak terlalu parah dan sekarang detak jantungnya sudah stabil. Mudah-mudahan segera siuman."

"Syukurlah kalau begitu, Dokter. Semoga tidak terjadi apa-apa dengannya."

Perkiraan dokter tidak melenceng. Satu jam setelah ditangani, Jeevan mulai siuman. Dia mengerjap pelan dan memindai langit-langit ruangan yang dominan warna putih. Jeevan sempat heran dan merasa asing dengan ruangan itu. Namun, setelah hidungnya menghirup aroma disinfektan, Jeevan mulai paham di mana dia saat ini—rumah sakit.

Jeevan menoleh ke samping dan mendapati slang infus terpasang di lengan kirinya. Dia juga merasakan sesuatu yang janggal di pelipisnya, dan ternyata itu perban.

"Aku___"

Jeevan berusaha mengingat kembali apa yang terjadi, lantas dia tersadar bahwa beberapa saat yang lalu mengalami kecelakaan. Jeevan ingat benar dengan rasa sakit di tengkuk yang datang secara tiba-tiba, lalu semuanya gelap dan dia tak tahu apa yang terjadi selanjutnya.

"Rasanya seperti dipukul, tapi apa mungkin? Selama ini aku nggak punya musuh," gumam Jeevan seraya menggerakkan leher, rasanya sangat sakit.

"Syukurlah Anda sudah sadar, Pak." Perawat datang mendekat. "Apa yang Anda rasakan sekarang?" sambungnya dengan senyuman ramah.

"Sedikit pusing dan leher saya sakit," jawab Jeevan.

"Anda baru saja mengalami kecelakaan motor, Pak. Tengkuk Anda memang lebam dan pelipis Anda juga terluka, tapi bukan luka berat. Dalam waktu dekat akan sembuh seperti sedia kala," terang perawat. Jeevan sedikit lega mendengar penjelasan tersebut.

"Kalau boleh tahu, siapa nama Anda, Pak?" tanya perawat.

"Saya Jeevan." Jeevan menjawab sambil bangkit dari tidurnya.

"Pak Jeevan, karena Anda sudah siuman, maka silakan hubungi keluarga. Tadi kami tidak bisa membantu karena HP-nya dipasang sandi." Perawat menyodorkan ponsel Jeevan.

"Oh ya, Pak Jeevan, kami sarankan jika ke mana-mana membawa kartu identitas. Dalam perjalanan apa pun bisa terjadi, akan sulit jika Anda tidak membawa identitas diri. Beruntung ini tadi luka Anda tidak parah, jadi bisa ditangani meski belum ada keluarga yang datang. Seandainya parah, kami tidak bisa mengambil keputusan tanpa persetujuan pihak kelurga. Dan itu bisa berakibat fatal," sambung perawat.

Jeevan tertegun. Jemarinya yang sedang menyalakan ponsel berhenti sejenak. Lantas, Jeevan mendongak dan menatap perawat.

"Saya membawa KTP dan SIM," ucap Jeevan.

"Anda meletakkannya di mana? Orang yang menolong Anda hanya menemukan ponsel, Pak." Jawaban perawat membuat jantung Jeevan berdetak cepat.

"Saya menyimpannya di saku celana. Tidak mungkin tidak ada," sahut Jeevan dengan napas yang memburu.

"Sebentar, Pak." Perawat melangkah keluar dan meninggalkan Jeevan yang masih terpaku.

"Nggak mungkin! Nggak mungkin dompetku hilang!" ucap Jeevan dengan gemetaran.

Tak lama kemudian, perawat kembali datang. Kali ini dia bersama pria paruh baya yang tadi menolong Jeevan.

"Beliau adalah orang yang menolong Anda. Beliau tidak menemukan kartu identitas seperti yang Anda sebutkan," ucap perawat.

Mendengar penjelasan itu, Jeevan langsung menatap pria di hadapannya. Lantas, menanyakan perihal dompet yang ia yakini tersimpan di saku celana.

"Maaf, Pak, saya tidak menemukan dompet Anda. Hanya HP satu-satunya benda yang Anda bawa," terang pria itu.

"Nggak mungkin! Dompet itu benar-benar ada di sakuku, Pak. Saya membawanya, saya berani bersumpah!" kata Jeevan dengan intonasi tinggi.

"Tapi, saya tidak menemukannya, Pak."

Cukup lama mereka saling membantah. Jeevan ngotot bahwa dompet ada di saku celana, sedangkan sang pria ngotot bahwa benda itu tidak ada. Karena terlalu panik, Jeevan tanpa sadar melontarkan kalimat yang menyakitkan.

"Jangan-jangan Anda yang mengambilnya! Anda tahu isinya banyak dan___"

"Entah mimpi apa saya semalam, sampai-sampai dipertemukan dengan orang laknat seperti Anda. Sudah ditolong, bukannya berterima kasih, tapi malah menuduh yang tidak-tidak. Padahal, bukan saya saja yang menolong, tapi juga ada beberapa warga, dan mereka semua tidak ada yang melihat dompet Anda. Asal Anda tahu, saya ini bukan orang miskin. Harta saya lebih dari cukup untuk biaya hidup, jadi tidak perlu mencuri milik orang lain. Menyesal sudah menolong Anda, harusnya saya biarkan mati di jalan tadi," pungkas pria itu sambil melayangkan tatapan tajam. Dia tersinggung dengan tuduhan Jeevan.

"Pak, mohon tenang! Tolong jangan emosi karena keadaan pasien belum pulih total, mungkin beliau terbawa panik, jadi tidak sengaja menyinggung Anda." Perawat beralih menatap Jeevan. "Pak Jeevan, saya tidak tahu berapa banyak uang Anda yang hilang, tapi tolong tenang. Beliau ini sudah menolong Anda dan membayar administrasinya, bahkan juga membawa motor Anda ke bengkel. Sepatutnya Anda berterima kasih kepada beliau," sambungnya.

Sebelum Jeevan membuka suara, pria itu lebih dulu bicara.

"Sudah, jangan dinasihati yang macam-macam. Saya tidak butuh ucapan maaf atau terima kasih darinya."

"Pak___"

"Saya pamit saja." Pria itu memotong ucapan perawat sambil berbalik dan melangkah pergi.

Kini, tinggal Jeevan dan perawat yang ada di ruangan. Lagi-lagi perawat melontarkan banyak nasihat, dia menyayangkan sikap Jeevan yang sangat gegabah.

Akan tetapi, Jeevan tak menanggapi. Dia terus bergulat dengan pikirannya sendiri, bahkan ponselnya pun dibiarkan mati dan gagal menghubungi Elsa.

Tujuh ratus lima puluh juta, sejumlah uang yang sudah diharapkan untuk membuka usaha, kini raib entah ke mana. Mimpi-mimpi yang sejak kemarin terangkai indah, sekarang retak dan berserak. Masa depannya tidak sekadar suram, melainkan sudah gelap. Tak ada lagi secercah cahaya yang berpendar. Rasanya, dunia Jeevan berhenti detik itu juga.

"Rasa sakit di tengkukku sangat spontan, seperti pukulan yang disengaja. Apa mungkin aku dirampok? Tapi, yang diambil hanya dompet, sedangkan motor yang kubawa masih ada. Seharusnya tidak ada yang tahu, kan, kalau aku membawa uang banyak, kecuali___" batin Jeevan.

Perlahan tenggorokannya menciut, bahkan untuk menelan ludah saja sangat sulit. Prasangka-prasangka buruk yang mulai memenuhi pikiran membuat Jeevan hilang tenaga.

"Apa aku sebodoh itu?" sambung Jeevan dalam hatinya.

*Mejanya masih muat untuk menampung secangkir kopi dan setangkai mawar merah🥰🥰🥰🥰

Bersambung...

1
Yanti yulianti
cerdas.... penghianat harus dimiskinkan
Yanti yulianti
Luar biasa
Yanti yulianti
nah lo
Yanti yulianti
ngakak gw...sama sama bokis
Yanti yulianti
cewek hebat
Mugirah Kenuk
Kecewa
Mugirah Kenuk
Buruk
Julia Juliawati
mampir
ninoy
wahh keren sih ini, perlu wanita yg badas untuk melibas, biar pelakor hanya dapat ampasss
Nur Lela
luar biasa
Sabrina Sif
Luar biasa
Ira Rachmad
open merried kayaknya begindang yaa..
kwwkw
Ira Rachmad
🤣🤣🤣🤣🤣
Ira Rachmad
dih...mokondo doang..
makan tuh
Bunda Fariz
Luar biasa
kalea rizuky
tolol punya pistol g bs gunain wanita lemah karakternya bodoh pantes di selingkuh in
kriwil
blm cerai saja udah kere bayar taxi ga mampu berhayal gono gini 🤣
kriwil
burungnya kecil jangan jangan mandul
kriwil
malah miskin barsama dan saling mencintai kan dah cukup el 🤣
kriwil
kayak di kantor itu cuma ada 1 laki laki saja sampai mau makan punya temen
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!