NovelToon NovelToon
ANAK RAHASIA

ANAK RAHASIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Lari Saat Hamil / One Night Stand / Single Mom / Hamil di luar nikah
Popularitas:11.8k
Nilai: 5
Nama Author: WikiPix

Rahasia kelam membayangi hidup Kamala dan Reyna. Tanpa mereka sadari, masa lalu yang penuh konspirasi telah menuntun mereka pada kehidupan yang tak seharusnya mereka jalanin.

Saat kepingan kebenaran mulai terungkap, Kamala dan Reyna harus menghadapi kenyataan pahit yang melibatkan keluarga, kebencian, dan dendam masa lalu. Akankah mereka menemukan kembali tempat yang seharusnya? Atau justru terseret lebih dalam dalam pusaran takdir yang mengikat mereka?

Sebuah kisah tentang pengkhianatan, dendam, dan pencarian jati diri yang akan mengubah segalanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WikiPix, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

NARASI Episode 31

NARASI Episode 31

Di dalam mobil yang terparkir tak jauh dari rumah Affan, Antoni duduk dengan wajah serius. Lampu interior mobil menyala redup, menyorot wajahnya yang dingin. Di tangan kanannya, sebuah ponsel melekat di telinga. Suaranya terdengar tenang, tapi penuh tekanan.

"Sudah kau lakukan?" tanyanya pelan namun tajam.

Di seberang sana, suara seorang wanita terdengar gugup, namun berusaha terdengar profesional. "Sudah, Pak. Hasil tes DNA antara Faris dan Ibu Indira sudah saya manipulasi. Semua data mendukung bahwa mereka memang ibu dan anak kandung. Tidak ada yang akan mencurigai hasilnya."

Antoni mengangguk pelan, lalu berkata dengan nada yang lebih pelan, "Bagus. Pastikan tidak ada satu pun jejak atau rekaman digital yang menunjukkan kau pernah menyentuh data itu."

"Aman, Pak. Saya sudah bersihkan semuanya, termasuk file log sistem. Bahkan jika diperiksa, hasilnya tetap terlihat alami."

Antoni menyeringai kecil. "Bagus. Terus awasi sistem. Kalau ada yang mulai mencurigai atau mencoba mengakses ulang data itu, laporkan padaku secepatnya."

"Siap, Pak."

Sambungan telepon diputus. Antoni menghela napas panjang, matanya menatap kosong ke arah kemudi. Lampu jalanan memantul di kaca depan mobilnya, menciptakan bayangan samar di wajahnya yang penuh ambisi.

“Kalau semua ini sampai hancur, terbongkar...” gumamnya pelan, suaranya nyaris seperti bisikan yang ditelan malam, “tamat sudah permainan ini.”

Ia menutup matanya sejenak, mencoba menenangkan detak jantungnya yang mulai berdegup kencang. Terlalu banyak yang dipertaruhkan. Nama baik, posisi, dan masa depan, semuanya akan lenyap jika kebenaran tentang siapa Faris sebenarnya terungkap.

Namun di balik semua itu, tersimpan rencana yang jauh lebih besar.

Antoni membuka matanya perlahan, lalu menyalakan mesin mobil. Wajahnya kembali tenang, hampir tak berperasaan. “Tapi aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Tidak sekarang, dan tidak pernah.”

Dengan satu tarikan napas, ia melajukan mobilnya pelan menjauh dari lokasi, masuk ke gelapnya malam yang seolah menyimpan banyak rahasia seperti dirinya.

Antoni melajukan mobilnya perlahan, namun pikirannya terus berputar. Percakapan sebelumnya dengan Amanda, lalu pertemuannya sekilas dengan Kamala dan pria yang bersamanya… semuanya kembali bermain di kepalanya.

Ia menggertakkan rahang, lalu menggumam pelan, nyaris tak terdengar, seolah sedang berbicara dengan dirinya sendiri.

“Kamala…”

Nama itu terucap begitu saja, namun cukup untuk membuat dadanya terasa sesak. Wajah gadis itu, tatapannya, bahkan caranya berdiri, terlalu mirip dengan seseorang dari masa lalu yang tak seharusnya kembali.

Dan pria di sampingnya…

“Affan,” gumam Antoni, kali ini lebih keras. Jemarinya mencengkeram kemudi lebih erat. “Apakah benar… dia hidup kembali?”

Tiba-tiba, pikiran lain menyusup, membuat keraguan mencuat.

“Tidak mungkin… Dia sudah mati. Aku melihatnya sendiri… tubuhnya, darah itu…” Antoni memejamkan mata sejenak, mengingat malam mengerikan itu bertahun-tahun silam. Malam ketika ia yakin, seorang anak laki-laki berusia lima tahun berakhir dengan tragis.

Namun wajah pria yang dilihatnya tadi… sorot matanya, dan cara Kamala berdiri begitu dekat dengannya, seolah mengenalnya sangat dalam, itu tak bisa diabaikan.

Antoni menghela nafas panjang. “Jika itu benar Bima, bagaimana ia bisa hidup kembali setelah peristiwa itu."

Ia menginjak gas lebih dalam, mempercepat laju mobilnya.

“Tak ada pilihan. Aku harus memastikan sendiri… apa yang terjadi setelah itu."

******

Di dalam sebuah kamar yang tenang, Indira duduk di atas kasurnya. Lampu meja menyinari wajahnya yang tampak tegang. Di tangannya, selembar kertas putih bergetar ringan, hasil tes DNA yang baru saja ia terima.

Matanya menelusuri setiap baris huruf dan angka dengan seksama. Semakin lama ia membaca, semakin kuat getaran emosinya.

"Hasil tes menunjukkan kecocokan DNA sebesar 99,9%. Subjek A: Indira Wijaya. Subjek B: Faris Wijaya. Hubungan biologis: Ibu dan Anak."

Indira menggenggam surat itu erat-erat, seolah takut surat itu menghilang begitu saja dari tangannya. Ada kelegaan aneh yang melanda hatinya, namun di saat yang sama, ada pula kegelisahan yang tak dapat ia jelaskan.

Ia mendesah panjang, menaruh surat itu di atas meja, lalu menatap kosong ke arah jendela. Malam telah larut, hanya suara desir angin yang menemani pikirannya yang kacau.

"Benarkah ini?" bisiknya, nyaris tak terdengar.

Selama ini ia selalu diliputi keraguan… ada begitu banyak kejanggalan dalam kehidupannya, terutama tentang Faris. Tapi kini, dengan hasil ini di tangan, bukti ilmiah seolah menghapus semua kecurigaan.

Namun, jauh di lubuk hatinya, Indira merasakan sesuatu yang tak bisa ia abaikan, sebuah firasat kuat bahwa ada kebenaran yang lebih besar, sesuatu yang tidak tertulis di atas kertas itu.

Ia menunduk, menatap surat itu lagi. "Kalau benar dia anakku… kenapa hatiku merasa ada sesuatu yang salah?"

Indira menutup matanya erat, mencoba menenangkan pikirannya. Tapi ketidaktenangan itu terus bergema, seakan berusaha memperingatkannya bahwa kebenaran sejati masih tersembunyi di balik tirai tipis kebohongan.

Seno membuka pintu kamar perlahan, lalu masuk sambil melepaskan jasnya dan melemparkannya santai ke sandaran kursi. Pandangannya langsung tertuju pada Indira yang duduk di pinggir ranjang. Wanita itu menunduk sedikit, jemarinya mencengkeram seprai, sementara tatapannya kosong, seolah pikirannya melayang entah ke mana.

Seno mengernyit, merasakan ada yang tidak beres. Ia berjalan mendekat, lalu berjongkok di hadapan Indira, mencoba menangkap sorot matanya yang kosong.

"Sayang... ada apa?" tanyanya pelan, suaranya penuh kehangatan namun juga cemas.

Indira tidak langsung menjawab. Ia hanya menghela napas berat, lalu mengangkat surat hasil tes DNA yang masih ia genggam erat. Tanpa berkata-kata, ia menyerahkan kertas itu kepada Seno.

Seno mengambilnya, membaca cepat isi surat tersebut. Setelah beberapa detik, ia mengangkat wajahnya, menatap Indira dengan ekspresi bingung. "Ini... tentang Faris?"

Indira mengangguk perlahan, namun ekspresi ragu masih belum meninggalkan wajahnya. "Ya... hasil tes ini bilang kalau dia benar-benar anakku."

Seno meletakkan surat itu di samping mereka, lalu menggenggam tangan Indira. "Itu kabar baik, kan?"

Indira tersenyum tipis, senyuman yang lebih mirip guratan kepedihan daripada kebahagiaan. "Seharusnya begitu. Tapi... aku tidak tahu kenapa, aku merasa ada yang aneh, Sen."

Seno mengelus lembut punggung tangan Indira, berusaha menenangkannya. "Perasaanmu mungkin cuma karena semua yang terjadi selama ini... kau terlalu banyak menghadapi tekanan."

Namun Indira menggeleng, matanya kini menatap Seno dengan sungguh-sungguh. "Tidak, Sen... aku tidak pernah salah soal firasat. Ada sesuatu yang tidak beres... aku yakin."

Seno memandang Indira dalam-dalam, melihat kegelisahan yang begitu nyata di wajah istrinya. Ia menghela napas berat, lalu duduk di samping Indira, meraih tangan perempuan itu dan menggenggamnya erat.

"Kalau memang ada sesuatu yang salah... aku akan coba cari tahu," ucap Seno dengan suara mantap. "Kau tenang saja, aku di sini."

Indira menarik napas panjang, lalu menggeleng pelan. Matanya berkilat dengan rasa frustrasi yang ia tahan.

"Aku tidak akan bisa tenang, Sen," katanya lirih. "Aku tahu... aku merasa pasti ada seseorang yang memanipulasi data hasil tes DNA ini. Karena setiap kali aku mengulang tes, hasilnya selalu konsisten... terlalu konsisten. Seolah-olah semuanya sudah diatur."

Seno mengerutkan kening, kini ikut merasakan ketegangan yang menyelimuti Indira. Ia menyadari, ini bukan sekadar rasa takut berlebihan. Ada sesuatu yang lebih besar yang sedang tersembunyi di balik semua ini.

"Aku percaya firasatmu," bisik Seno. "Kita akan bongkar semua ini, Indira. Aku janji."

Belum sempat Indira membalas, suara dering ponsel memecah keheningan kamar. Seno buru-buru mengambil ponselnya dari saku jas yang tadi ia letakkan di atas meja. Sekilas, ia melirik layar ponsel, lalu mengernyit melihat nama yang tertera, salah satu anak buah kepercayaannya.

Seno langsung mengangkat panggilan itu.

"Halo?" sapanya cepat.

"Pak Seno, kami menemukan jejak keberadaan Amanda," lapor anak buahnya di seberang sana. Suaranya terdengar tegang.

Seno menegakkan tubuh, sikapnya langsung berubah siaga. "Di mana dia?"

"Dia terlihat di sekitar kawasan rumah Affan, Pak. Kami curiga dia berhubungan dengan seseorang di sana. Tapi kami belum bisa mendekat lebih jauh, takut ketahuan."

Seno menggenggam ponselnya lebih erat. Sekilas, ia melirik Indira yang masih menatapnya dengan penuh tanya.

"Terus awasi dia," perintah Seno dengan suara dingin. "Jangan lakukan tindakan apa pun tanpa perintahku. Aku akan segera ke sana."

"Siap, Pak."

Sambungan telepon terputus. Seno menurunkan ponselnya perlahan, lalu menatap Indira dengan sorot mata serius.

"Amanda... dia terlibat lebih jauh dari yang kita kira," gumam Seno, rahangnya mengeras.

Indira menggertakkan giginya, matanya memancarkan kemarahan yang berusaha ia tahan. Ia mengepalkan tangannya di atas pangkuan.

"Kalau begitu, kita harus cepat bertindak sebelum semua bukti lenyap," ucap Indira, suaranya bergetar menahan emosi.

Seno mengangguk pelan. "Aku akan selidiki lebih dalam. Anak buahku akan terus membuntuti Amanda. Dari gerak-geriknya, cepat atau lambat, kita akan tahu siapa dalang di balik ini."

Indira menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan pikirannya yang penuh gejolak. Ia sadar, permainan ini jauh lebih kotor daripada yang ia bayangkan.

Dan ia harus bersiap... apapun yang terjadi nanti.

1
Alvina Margaretha
ayolah thor lama bgt up nya
Sarul Parjo
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!