Jangan lupa like dan komennya setelah membaca. Terima kasih.
Menjadi tulang punggung keluarganya, tidak membuat Zayna merasa terbebani. Dia membantu sang Ayah bekerja untuk membiayai sekolah kedua adik tirinya hingga tamat kuliah.
Disaat dia akan menikah dengan sang kekasih, adiknya justru menggoda laki-laki itu dan membuat pernikahan Zayna berganti menjadi pernikahan Zanita.
Dihina dan digunjing sebagai gadis pembawa sial tidak menyurutkan langkahnya.
Akankah ada seseorang yang akan meminangnya atau dia akan hidup sendiri selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Pulang bersama
"Aku tidak akan pernah melakukannya. Kamu adalah satu-satunya wanita yang aku cintai. Mungkin kamu tidak akan percaya, tapi itulah kenyataannya. Percayalah padaku karena hanya itu yang aku butuhkan saat ini. Apa pun yang aku lakukan, semuanya hanya untuk kita," ujar Ayman.
Zayna segera memeluk sang suami. Dia tidak menyangka akan mendapatkan ungkapan cinta dari pria itu. Dirinya sendiri belum memiliki perasaan pada Ayman, tetapi Zayna berjanji akan selalu setia padanya.
"Jangan menangis lagi, air matamu terlalu berharga. Aku tidak mau melihatmu bersedih," lanjut Ayman.
"Aku tidak bersedih, ini air mata bahagia. Aku sangat beruntung memiliki suami sepertimu, aku sangat bahagia," sahut Zayna yang masih berada dalam pelukan suaminya.
"Aku juga beruntung memilikimu," ucap Ayman. Mereka begitu bahagia. Andai saja waktu bisa berhenti saat ini juga, Keduanya berharap bisa bersama selamanya. "Nanti kamu pulang jam berapa? Biar aku jemput."
"Jam dua belas. Aku bawa motor, tidak usah dijemput." Zayna mengurai pelukan dan mengusap air matanya.
"Nggak papa, nanti aku jemput. Aku nggak tenang biarin kamu pulang sendiri tengah malam. Aku akan ikuti kamu dari belakang."
Zayna mengangguk, dia senang diperlakukan spesial seperti ini. Sebelumnya tidak ada yang peduli padanya. Sudah pulang atau belum, tidak ada yang mencari. Sekarang ada yang memberi perhatian padanya membuat dia terharu.
Pilihannya kali ini tidak salah. Ayman memang jodoh yang Tuhan berikan padanya. Dia berharap bisa menua bersama. Semoga pria itu juga tidak mudah tergoda oleh apa pun.
****
"Kenapa denganmu? Kenapa pekerjaanmu tidak ada yang beres?" tanya Ma'ruf pada putranya saat mereka selesai meeting.
"Aku sedang sedikit pusing, Pa!" sahut Fahri.
"Itu bukan alasan untuk melalaikan tugasmu. Jika kamu tidak sanggup mengerjakannya, kamu bisa istirahat di rumah dan berikan pekerjaan itu pada orang lain. Bukan malah membuat semuanya jadi kacau. Semua pekerjaan jadi tertunda karena kamu lalai!"
"Maaf, Pa."
Ma'ruf mengerutkan keningnya, dia merasa ada sesuatu yang terjadi pada putranya itu. Pria itu berpikir, pasti mengenai menantunya. Akan tetapi, pria itu tidak ingin ikut campur, biarlah Fahri yang menyelesaikannya sendiri.
"Segera selesaikan, Papa pergi dulu." Ma'ruf berbalik dan melangkah meninggalkan putranya.
"Pa, aku menyesali keputusanku," ucap Fahri membuat langkah papanya terhenti.
Ma'ruf menyernyitkan keningnya. Dia berbalik dan menatap putranya. Pria itu tidak mengerti Fahri sedang membicarakan apa. "Menyesali keputusan? Keputusan Apa?"
"Aku menyesal menikah dengan Zanita dan meninggalkan Zayna."
Ingin sekali Ma'ruf menertawakan kebodohan putranya, tetapi ini bukanlah saatnya. Fahri saat ini membutuhkan seseorang untuk mendengarkan dan memberinya dukungan. Sebagai seorang ayah, dia tidak ingin anaknya mengambil keputusan yang salah.
"Apa yang membuatmu berpikir demikian?" tanya Ma'ruf setelah duduk di depan meja putranya. Dia ingin mendengar sedikit perasaan Fahri.
"Aku iri melihat Zayna memperlakukan suaminya. Dia melayani pria itu dengan ikhlas, tanpa beban apa pun. Berbeda dengan Zanita yang tidak pernah melakukan apa pun untukku. Bahkan untuk segelas teh saja, dia meminta Zayna yang membuatkan dan berakhir dengan keributan karena bagi Zayna itu bukan tugasnya."
"Jodoh adalah cerminan diri. Seharusnya kamu introspeksi diri kamu sendiri. Kemarin kamu mencampakkan Zayna begitu saja, apa pernah kamu tahu bagaimana terlukanya dia? Kamu lebih memilih Zanita yang jelas-jelas tidak memiliki kelebihan selain di atas ranjang. Sekarang kamu harus menerima semuanya. Jika memang sekarang istrimu tidak bisa melayanimu dengan baik, sebagai suami itu sekarang tugasmu mendidiknya."
Fahri menundukkan kepalanya mencermati apa yang dikatakan papanya. Dia berpikir, apa sanggup membuat Zanita menjadi seseorang yang dia inginkan, mengingat betapa keras kepalanya sang istri. Ditegur saja sudah marah. Apalagi memberi nasehat.
"Kamu tidak berniat untuk merusak rumah tangga mereka, kan? Sudah cukup kamu membuat Zayna terluka kemarin, jangan lagi menambah kesedihannya."
"Aku tidak mungkin melakukannya, Pa. Seperti yang Papa katakan, aku akan mencoba untuk membuat Zanita berubah. Semoga saja aku berhasil melakukannya."
"Meskipun Papa ragu dengan hasilnya, tapi setidaknya kamu sudah mau berusaha." Keduanya terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing. "Lanjutkan pekerjaanmu Papa mau kembali kerja."
Ma'ruf berdiri dan meninggalkan ruangan putranya. Fahri hanya melihat itu sampai punggung papanya menghilang di balik pintu.
'Apa aku tidak boleh merebutnya kembali, Pa? Aku yakin Zayna masih memiliki perasaan terhadapku. Aku juga berhak bahagia, kan?' batin Fahri yang kemudian dia menggelengkan kepala seolah mau menyingkirkan pikiran buruk. 'Tidak, tidak, aku tidak boleh melakukannya Zayna sudah bahagia bersama suaminya.'
Fahri tidak mau terlarut dalam masalahnya, dia berusaha kembali fokus pada pekerjaan. Pria itu tidak ingin mengabaikan tanggung jawabnya dan membuat papanya kecewa.
*****
Di malam hari Ayman menunggu sang istri di depan restoran. Tidak berapa lama, tampak Zayna keluar bersama dengan teman-temannya yang lain. Wanita itu melihat keberadaan sang suami pun segera mendekati pria itu setelah berpamitan pada yang lain.
"Sudah Lama nunggunya, Mas?" tanya Zayna.
"Tidak, baru saja. Ayo, kita pulang!" ajak Ayman yang diangguki istrinya.
Zayna menaiki motor dan segera melajukannya, diikuti Ayman dari belakang. Wanita itu senang karena merasa diperhatikan. Sesekali dia melihat ke arah spion untuk melihat keberadaan sang suami. Meski hanya terlihat sorot lampu, sudah membuat senyuman terbit di bibir Zayna.
Tidak terasa akhirnya mereka sampai juga di halaman rumah. Semua sudah tampak sepi, pasti penghuni yang lain sudah tertidur. Wanita itu membuka pintu dengan kunci cadangan yang sudah dia bawa.
"Mas, mandi saja dulu, aku mau buat teh buat kita." Ayman mengangguk dan memasuki kamar. Sementara Zayna pergi ke dapur untuk membuat minuman. Saat wanita itu membawa minuman ke kamar, sang suami masih berada di kamar mandi. Itu terdengar dari suara gemericik air di sana.
Zayna menyiapkan baju untuk Ayman. Dia juga mengambil bajunya sendiri untuk nanti setelah membersihkan diri. Wanita itu lebih suka berganti di dalam kamar mandi. Zayna masih malu juga harus berganti pakaian di depan sang suami. Tidak berapa lama akhirnya Ayman selesai.
"Bajunya di atas ranjang, Mas. Tehnya ada di meja, aku mau mandi dulu," ucap Zayna yang kemudian berlalu menuju kamar mandi.
Ayman tersenyum dan mengangguk. Dia senang melihat wajah istrinya yang malu-malu. Padahal mereka sudah sah, tetapi Zayna masih memberinya jarak. Pria itu harus banyak sabar agar bisa mendapat haknya.
Baju yang sudah berada di ranjang segera Ayman pakai. Dia juga menikmati teh buatan istrinya. Meski hanya sesuatu yang sederhana jika kita bersyukur, semua akan terasa nikmat rasanya.
.
.
.