Raisa terpaksa menikah dengan Adam, bodyguard dari Papanya sendiri, karena insiden di satu malam yang telah di rencanakan pesaing partai Papanya.
Posisi Papanya yang menjadi orang momor satu dari sebuah partai politik membuat Raisa terpaksa menerima pernikahan yang sama sekali tidak pernah ia inginkan itu demi menyelamatkan Papanya juga nama baiknya sendiri karena foto-foto vulgarnya itu telah di sebar luaskan oleh orang tak di kenal.
Namun bagaimana Raisa yang keras kepala dan sombong itu menerima Adam sebagai suaminya sedangkan Raisa sendiri selalu menganggap Adam hanyalah penjilat dan pria yang mengincar harta Papanya saja.
Rasa bencinya pada Adam itu tanpa sadar telah menyakiti hati pria yang menurutnya kaku dan menyebalkan itu.
Bagaimana juga Raisa berperang melawan hatinya yang mulai tertarik dengan sosok Adam setelah berbagai kebencian ia taburkan untuk pria itu??
mari ikuti perjalanan cinta Raisa dan Adam ya readersss...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak semua hal harus tau
Dua anak manusia tampak sedang asik menikmati makan malam mereka. Meski suasana tampak hening namun tak ada raut ketegangan di wajah mereka seperti saat awal-awal mereka duduk berdua di sana.
Namun mendadak Raisa menoleh ke arah bangku kosong yang seharusnya di isi oleh Papanya. Akhir-akhir ini, dia memang begitu jarang bertemu Papanya. Kesibukan Satya dalam mengurus Partainya membuat Raisa jarang memiliki waktu bersama Papanya lagi. Apalagi di tambah dengan hubungan mereka yang merenggang akibat maslaah yang menimpa Raisa.
"Kenapa??" Adam melihat raut wajah Raisa mendadak sendu.
"Nggak papa, cuma kepikiran Papa aja. Akhir-akhir ini sibuk banget kayaknya. Pasti nggak mikirin kesehatannya juga"
Raisa meletakan sendoknya, perutnya tiba-tiba terasa kenyang karena memikirkan Papanya.
"Memang begitu, apalagi ini mendekati pemilu. Pasti harus banyak terjun ke lapangan untuk mencari suara. Jangan lupa kalau Partai yang di pimpin Papamu itu termasuk Partai besar"
Raisa hanya mengangguk, dia paham soal itu tapi rasanya masih ingin melihat Papanya tetap di rumah di usianya saat ini.
"Tapi sebenarnya ada yang ganggu pikiran aku baru-baru ini. Kalau kamu mengurus masalah kantor, terus yang jagain Papa siapa?? Kalau ada apa-apa sama Papa gimana??"
Pikiran itu terlintas di benar Raisa akhir-akhir ini. Dia baru sadar jika Papanya pergi jauh tanpa pengawasan dari bodyguard kepercayaan Papanya itu. Padahal sejak dulu Raisa tau kalau Adam selalu ada di sisi Papanya.
Tapi kali ini, Raisa bahkan tidak melihat adanya bodyguard baru yang menjaga Papanya.
"Papa aman, ada Pak Rudolf yang menjaganya"
Raisa menatap Adam bingung. Tentu saja karena dia belum pernah melihat orang yang di maksud Adam itu. Mendengar namanya saja baru kali ini.
"Yang mana orangnya?? Apa dia bodyguard baru Papa??"
Adam menggeleng, lalu meneguk air putihnya hingga tandas.
"Bukan baru, tapi udah lama. Bahkan Pak Rudolf ada di sini jauh sebelum aku datang"
"Hah?? Masa sih?? Jangan ngarang deh, aku aja nggak pernah lihat yang mana orangnya"
Tapi melihat wajah Adam yang terlihat serius itu membuat Raisa mulai penasaran dengan sosok penjaga Papanya yang ternyata sudah ada di sekitarnya sejak lama.
"Jadi siapa Pak Rudolf itu?? Kenapa aku nggak pernah tau??"
"Makanya, hilangkan sikap sombong mu itu, karena tak semua hal kamu harus tauq dan lebih baik nggak usah tau aja. Aku yakin kamu nggak akan kuat kalau tau kenyataannya"
"Ck.. Mulai deh!!" Raisa mulai kesal saat Adam menyinggung tentang kesombongannya lagi. Tapi Raisa semakin di buat penasaran, tentang orang yang di maksud Adam itu, juga apa saja yang tidak ia tau selama ini.
Raisa menekuk wajahnya, membereskan piring bekas pakai yang ada di meja makan itu. Bahkan dengan kurang ajar, dia mengambil piring milik Adam yang isinya masih belum Adam habiskan karena menjawab pertanyaan Raisa tadi.
"Di kantor jadi PA di rumah jadi babu, tau gini ngapain harus kuliah segala. Poor otakku yang sempat stres mikirin skripsi" Gumam Raisa yang masih bisa di dengar Adam.
"Oh, jadi kamu sebenarnya lebih milih nikah sama aku daripada kuliah??"
Raisa hampir menjatuhkan piring di tangannya karena celotehan Adam itu.
"Dihhh, kebalik kali ya. Yang ada itu kamu yang berharap nikah sama aku, biar cepat kaya jalur ekspres. Kalau aku, mana ada untungnya nikah sama kamu" Tapi setelah itu Raisa langsung mengatupkan bibirnya. Dia sadar jika perkataannya itu akan menyinggung Adam lagi.
"Duh, ni bibir nyerocos aja lagi. Jangan marah, jangan marah, jangan marah"
"Terserah kamu deh mau bilang apa, yang dosa juga kamu karena terus menghina orang apalagi suami kamu" Adam beranjak dari kursinya.
"Aku naik dulu, udah ngantuk"
Raisa hanya menatap Adam yang perlahan menjauh menaiki tangga.
Sungguh Riasan masih terheran-heran dengan sikap Adam yang berubah drastis. Pria yang biasanya begitu dingin itu justru terlihat menyeramkan saat seperti ini.
"Jangan-jangan kerasukan penabuh gamelannya badarawuhi lagi"
*
*
"Whaatttt??!!!"
Raisa membeku di ambang pintu karena melihat Adam yang sudah berbaring dengan nyaman di ranjangnya.
"Terus gue tidur dimana?? Seenak jidatnya tidur di sono" Refleks Raisa menepuk bibirnya sendiri dengan pelan.
"Astaghfirullah, lo udah tobat Sa. Ingat, walaupun dia laki-laki yang lo benci, surga lo ada sama dia"
Raisa melangkah masuk mendekati ranjang kesayangannya, ranjang ternyaman di seluruh dunia. Tapi kini sepertinya kepemilikannya itu sudah di ambil alih oleh pria yang tampak terlelap tanpa dosa di sana.
Lama berdebat dengan perasannya sendiri, Raisa memilih pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka sebelum ia menyusul Adam mengistirahatkan tubuhnya.
Bukankah wajar jika sepasang suami istri tidur di ranjang yang sama?? Tapi kenapa Raisa masih ragu?? Kini dia bahkan membawa bantal dan selimutnya menuju sofa yang biasanya di tempati Adam. Menampik pikiran jika besok seluruh tubuhnya justru akan terasa sakit karena tidur di sana. Tapi bayangan Adam yang membuatnya jantungan seperti tadi membuat Raisa akhirnya pasrah membaringkan diri di sofa.
"Oke Sa, untuk malam ini aja. Besok harus di omongin lagi sama dia"
Berkali-kali Raisa bergerak untuk mencari posisi ternyaman. Dia juga beberapa kali mencari cara agar bisa tidur dengan cepat. Menghitung domba juga sudah ia lakukan tapi matanya masih saja terbuka lebar.
"Ck, enak-enakan tidur di sana, nggak mikirin istrinya sama sekali" Raisa menatap Adam yang begitu lelap tanpa terusik apapun dalam tidurnya.
Namun lama-kelamaan, mata Raisa mulai berat. Pikirannya yang terlalu rumit perlahan berubah menjadi mimpi.
"Emmmhhh!!" Seperti kebiasaan Raisa setiap pagi yang akan menggeliat saat pertama kali bangun dari tidurnya. Menggerakkan semua ototnya yang teras kaku.
Namun Raisa merasa masih ada yang tidak beres dengan otot perutnya, karena dia merasakan begitu berat di bagian sana. Mata Raisa yang masih terpejam itu berlahan terbuka.
Dia langsung ingat jika semalam dia tidur di sofa, tapi kenapa saat ini dia berada di ranjangnya yang empuk.
"Tunggu!!" Raisa meraba perutnya, di sana Raisa menemukan sebuah tangan yang adik melingkar di sana namun jelas-jelas bukan miliknya.
"AAAAAA!!" Teriak Raisa begitu dia menoleh kebelakang dan mendapati Adam yang masih terlelap sambil memeluk dirinya.
"Dasar suami lak nat!! Omes!! Kurang Ajar!!"
Bughhh...
Tendangan maut Raisa menyambut pagi yang suram untuk Adam.