Rania terjebak dalam buayan Candra, sempat mengira tulus akan bertanggung jawab dengan menikahinya, tapi ternyata Rania bukan satu-satunya milik pria itu. Hal yang membuatnya kecewa adalah karena ternyata Candra sebelumnya sudah menikah, dan statusnya kini adalah istri kedua. Terjebak dalam hubungan yang rumit itu membuat Rania harus tetap kuat demi bayi di kandungannya. Tetapi jika Rania tahu alasan sebenarnya Candra menikahinya, apakah perempuan itu masih tetap akan bertahan? Lalu rahasia apakah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon TK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14 Selalu Menenangkannya
Besoknya seperti janji Candra, Ia akan mengajak Rania ke tempat belanja paling besar di desa itu. Lumayan banyak kebutuhan lengkap di sana, hanya memang tidak selengkap yang ada di kota juga karena terlalu jauh. Mereka hanya pergi berdua dengan menaiki mobil.
"Apa yang kamu butuhkan?" tanya Candra yang sedang fokus menyetir.
"Mungkin cuma susu ibu hamil saja."
"Masa cuma itu, yang lain lagi."
"Aku tidak tahu, bingung."
"Nanti kalau sudah di sana ambil aja ya semua yang kamu perlukan, jangan malu-malu."
"Iya."
Sesampainya di tempat pembelanjaan itu, keduanya turun. Candra dari tadi berhati-hati sekali dengan memperhatikan Rania di sebelahnya. Di sini cukup banyak orang, takut saja ada yang menyenggol perut Rania. Candra sampai memerintah istrinya itu tidak berdiri jauh.
"Rania sini," panggil Candra.
Rania mendekat, "Ada apa?"
"Lihat ada banyak baju ibu hamil, kamu mau?"
"Hah? Em sepertinya tidak usah," tolak nya.
"Tidak apa, ayo."
Saat tangannya ditarik Candra masuk ke toko pakaian itu, Rania sempat tersentak dan gugup. Tetapi Ia malah diam saja membiarkan tangannya yang terus digenggam, sambil berusaha menenangkan detak jantungnya yang cepat.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang pelayan ramah.
"Ini baju untuk Ibu hamil, kan?" tanya Candra sambil menunjuk.
"Oh benar Pak, bisa dipakai untuk Ibu hamil karena ukurannya lebih besar."
Candra beralih menatap Rania, "Kamu mau yang mana?"
"Apa mahal?" tanya Rania berbisik.
"Tidak usah lihat harga, kan aku yang bayar. Sudah ayo pilih."
Rania mengangguk lalu mulai memilih dress dengan panjang setengah paha itu. Lumayan banyak motip dan warnanya, ada tiga yang Ia sukai. Tetapi setelah dipilih-pilih, Rania memutuskan yang paling bagus saja.
"Masa cuma satu, tiga aja," ucap Candra.
"Terlalu banyak," cicit Rania.
"Gak papa Rania, masa kamu pakai bajunya yang itu-itu aja."
"Makasih Mas."
"Gak perlu bilang makasih, sudah jadi kewajiban aku."
Pelayan itu yang memperhatikan dibuat tersenyum-senyum sendiri melihat pasangan muda itu, sepertinya masih pengantin baru. Kedua orang itu juga terlihat sangat cocok, tampan dan cantik. Sepertinya bukan orang desa.
"Mau beli apalagi? Sekalian mumpung di sini," tanya Candra sambil memperhatikan toko pakaian itu.
"Sudah itu saja Mas."
"Ekhem kalau dalaman?"
"Ti-tidak usah."
"Tapi katanya kalau Ibu hamil, badannya akan ikut berkembang, apalagi di bagian dada. Pasti nanti dada kamu bakalan membesar, jaga-jaga saja beli di sini."
Pipi Rania pasti sudah merona mendengar itu, "Nanti saja, aku beli sendiri."
Candra terkekeh kecil melihat istrinta yang malu-malu begitu, sanking gemasnya sampai Ia cubit pipinya itu. Setelah membayar, Candra membawakan belanjaannya dan mereka pun melanjutkan membeli barang-barang lain.
"Aku gak sabar nanti kalau kamu sudah delapan bulan, waktunya beli peralatan bayi. Iyakan?"
Rania mengangguk pelan, "Iya, aku juga gak sabar."
"Pasti banyak banget keperluan bayinya, nanti aku juga pengen ikut biar bisa milihin."
Melihat Candra yang bercerita dengan semangatnya seperti itu, membuat Rania senang dan lega sendiri. Seharusnya Ia sudah menduga jika Candra memang menyayangi bayinya, buktinya pria itu mau tanggung jawab dengan menikahinya.
"Kalau Rania pengennya anak pertama jenis kelaminnya apa?"
"Terserah sih, tapi mungkin cowok?"
"Kenapa-kenapa?"
"Karena dia akan jadi anak yang paling bertanggung jawab dan pemimpin, mungkin yang kedua bisa perempuan."
"Oh jadi Rania pengen langsung punya anak kedua?"
"Bu-bukan begitu, tadi kan Mas tanya, ya aku jawab jujur."
"Hahaha iya, tapi Rania sudah kepikiran sampai anak kedua. Gak papa, nanti kita usaha lagi ya."
"Ahh sudah ah, lupakan," rengek Rania membuat Candra semakin terbahak.
Selain membeli beberapa pakaian dan barang, tidak lupa pastinya membeli susu khusus beserta beberapa macam sayur dan buah. Candra terlihat ingin Rania menjaga kesehatan dirinya dan bayinya dengan baik, bahkan terus mewanti-wanti.
"Capek ya?" tanya Candra.
"Lumayan."
"Nih minum dulu."
Rania menerima sebotol air putih itu dan meneguk nya, setelahnya Ia kembali memberikan pada Candra. Mereka sudah berada di mobil, barang-barang belanjaan tadi di bagasi karena lumayan banyak. Bukan keinginan Rania, tapi Candra lah yang lebih awal menawarkan.
"Gak papa kita ke pabrik dulu?" tanya Candra, "Saya mau cek sebentar keadaan di sana."
"Gak papa kok."
"Setelah dari sana kita pulang ya, kamu langsung istirahat aja."
"Iya Mas."
Untung saja usia kehamilan Rania masih kecil, jadi dirinya pun tidak semakin kewalahan karena perutnya belum besar. Jujur saja Rania sangat menikmati acara belanja tadi dengan Candra, pria itu sangat peka dan tahu apa yang Ia butuhkan lebih dari dirinya sendiri. Benar-benar perhatian.
"Yuk turun," ajak Candra.
Pabriknya harus melewati dulu ladang teh, jadi mereka harus berjalan kaki sebentar. Terlihat ada beberapa warga yang sedang memetik teh, mereka langsung menatap ke arahnya dan Candra. Perlahan rasa tidak nyaman pun hinggap di dadanya.
"Ayo Rania."
Candra yang paham jika perempuan itu gugup langsung menggenggam tangannya dan mereka pun berjalan bersisian. Telapak tangan Rania bahkan sampai berkeringat, kenapa sampai berlebihan seperti ini? Sepanjang jalan pun Rania terus menunduk, berbeda dengan Candra yang menyapa pekerja-pekerjanya itu.
"Rania, kamu kenapa hm?" tanya Candra saat mereka sampai di bangunan itu. Tidak ada lagi orang di sana.
Rania menggeleng pelan, "Aku cuma sedikit gugup."
"Tapi tangan kamu sampai berkeringat, kamu takut sama mereka?"
"Iya."
"Kenapa takut?"
"Saat orang tahu aku hamil di luar nikah, semua orang membicarakan dan mencemooh aku. Rasanya hatiku ini selalu sakit, aku tidak berani walau hanya melihat tatapan mereka saja."
Candra menghela nafasnya, "Maaf ya Rania, semua gara-gara saya. Saya tidak tahu kamu sampai trauma seperti ini."
"Tidak apa, sekarang Mas sudah tanggung jawab."
"Jangan takut lagi, percaya diri lah. Jangan pedulikan juga tanggapan orang lain, percayalah sekarang tidak akan adalagi yang merendahkan kamu. Kamu istri Candra Mahendra, semua orang tahu itu."
"Iya Mas," ucap Rania tersenyum.
"Kalau nanti ada yang merendahkan kamu lagi, saya tidak akan diam saja. Kamu juga harus percaya diri agar tidak ada yang merendahkan kamu."
"Hm," angguk Rania lebih tenang.
Keduanya pun masuk ke bangunan itu, ada beberapa pekerja di dalam yang langsung menyambut mereka. Selama itu juga Candra tidak melepaskan genggaman tangannya dengan Rania, tahu jika perempuan itu sangat gugup. Tidak lupa juga pastinya Candra pun mengenalkan Rania sebagai istrinya.
"Oke kita pulang, kamu pasti capek banget, kan?"
"Gak terlalu kok, aku suka jalan-jalannya."
"Bener? Ya sudah, kita akan sering jalan-jalan ya biar kamu gak bosen."
Rania hanya tersenyum merasa senang mendengar itu, Candra terlihat ingin memanjakannya dan membuatnya senang. Sekarang Rania sudah tidak takut lagi di sisi pria itu, Ia lebih tenang dan mulai nyaman.