Berjuang dari titik terendah, Gou Long memapak jalannya sendiri di Dunia Kangow.
Dunia Kangow penuh dengan Kultivator-Kultivator yang tamak dan ingin berkuasa.
Pertarungan, perebutan, pelarian, kelicikan lawan dan berbagai macam rintangan lainnya. Pertemuan dengan orang-orang baru, pencarian akan musuh dan pembalasan dendam.
"Aku akan berdiri di Puncak Dunia Persilatan!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KidOO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB — 001
Warning, karya ini pasti bikin kalian kesal. “Dahlah, suka hati kalian aja mau komentar apa, begitu juga sebaliknya suka hati Author juga mau balas komentar bagaimana—aku judes banget loh.” 😂😂😂😂😂
_________________________________________
Puncak Gunung Petir merupakan puncak yang ditakuti penduduk setempat, di mana puncak ini terkenal angker dengan curahan petir yang menggelegar di setiap waktunya, binatang buas dan siluman yang mengerikan juga sangat menyukai area yang sepi ini. Sehingga masyarakat setempat enggan untuk sekedar ingin mengetahui apalagi untuk bepergian ke puncak tersebut.
Tanpa diketahui seorang pun, di area Barat puncak Gunung Petir terdapat lembah yang sangat asri, subur dan menenangkan untuk ditinggali.
Di mana di sekeliling lembah terdapat area yang ditumbuhi berbagai jenis bunga seluas seratus meter persegi, di ujung sebelah kanan lahan bunga terdapat anak sungai yang bermuara ke kolam air terjun. Seakan-akan tempat ini anugerah terindah dari Yang Maha Kuasa sebagai bentuk perumpamaan Surga Kecil yang tersembunyi dari dunia ini.
Untuk mencapai lembah ini harus melalui lereng-lereng jalan setapak yang di sampingnya terdapat jurang-jurang sangat curam dengan jalan bebatuan yang berlumut dan licin, sehingga menambah kesukaran untuk mencapai tempat ini.
Di sebelah kiri taman bunga berdiri kokoh sebuah rumah sederhana yang di isi dengan perabotan berbahan kayu dengan ditumpangi oleh pilar-pilar batu kecil.
“Ciaaakkk! Haaaaaah!” Suara-suara ini terus terdengar di pagi hari itu. di halaman belakang rumah sederhana terlihat seorang anak manusia yang sedang berlatih pukulan dasar diiringi dengan hembusan nafas yang teratur. Bulir-bulir keringat terus mengalir di dahi dan seluruh dada yang hampir membentuk otot-otot kecil.
Anak itu masih sangat muda, dilihat dari perawakan dan struktur tubuh, usianya tidak lebih dari dua belas tahun. Sekilas pandang latihan pagi yang selalu rutin dilakukan anak ini hanya gerakan dan latihan dasar bukan gerakan silat ataupun latihan tenaga dalam.
Tapi di mata para ahli gerakan-gerakan ini adalah gerakan kuda-kuda dasar dan jurus tingkat tinggi, yang sangat sukar untuk dipelajari. Bagi anak itu sendiri dia tidak pernah mengetahui gerakan-gerakannya merupakan dasar jurus silat, karena menurut yang dijelaskan oleh orang tuanya, gerakan ini akan memudahkan dia ketika berburu binatang buas di hutan kelak.
Maka bocah ini dengan senang hati berlatih setiap hari. Sehingga gerakan-gerakan itu telah mendarah daging dan tersyncronisasi dengan setiap gerak tubuhnya. Ya! Walau bagaimanapun, itu masih tetap gerakan dasar yang dipelajari anak kecil.
“Gou Han! ... Kenapa tidak keluar menyambut saudara jauh yang berkunjung setelah sekian tahun tidak pernah berjumpa!” Suara yang dipancarkan dengan tenaga dalam tinggi tiba-tiba terdengar di lembah yang sepi ini, dari jarak seratus tombak sebelum rumah sederhana itu terlihat.
Kemudian tiga sosok manusia muncul berdiri dengan angkuh di halaman depan rumah sederhana itu.
Mendengar teriakan ini seorang pria paruh baya yang bermata cerah dengan setelan baju berwarna biru dari kain sederhana, membuka matanya serta berdiri dan menyongsong ke halaman depan.
Kegagahan masa muda masih tampak pada postur dan pembawaan gerak tubuh pria ini. Sejak pagi tadi, pria itu masih duduk bersila di kamarnya berlatih tenaga dalam. Walau dia telah lama mengundurkan diri dari dunia hijau, dia masih tetap berlatih.
Di belakang pria ini tampak wanita paruh baya yang masih cantik juga dengan setelan baju berwarna biru. Mereka ke halaman depan menyambut kehadiran tamu tiba-tiba ini, pasangan pria dan wanita ini dulu terkenal dengan Sepasang Walet Biru. Yang pria bernama Gou Han dan pasangannya bernama Su Lan.
Gou Han dan Su Lan terkejut melihat ketiga tamu di halaman rumah mereka. Ketiga tamu ini, bertampang bengis dengan setelan hitam. Yang memimpin berdiri di tengah dikenal dengan si Mata Picak, yang di sebelah kiri dikenal dengan si Kepala Baja, dan yang di sebelah kanan dikenal dengan si Tangan Hitam.
Tidak pernah ada yang tahu siapa nama asli mereka bertiga, sejak mereka bertiga turun ke dunia persilatan mereka telah dikenal dengan Tiga Iblis Dari Selatan.
Baik Gou Han dan Su Lan mengenal ketiganya, tiga belas tahun lalu mereka sering bentrok dengan ketiganya. Tidak dapat dipungkiri golongan silat putih dan golongan para pesilat hitam selalu bentrok dari zaman ke zaman, keterkejutan dari pasangan ini karena setelah tiga belas tahun berlalu, ternyata ada yang mencari mereka sampai ke lembah yang sepi ini.
Mencoba menutupi keterkejutannya Gou Han dengan bijaksana berkata, “Setelah sekian tahun, ada perihal apakah yang membawa langkah kaki ketiga saudara ke kediaman kami?”
“Ha ha ha!” Sambil tertawa mencemooh Iblis Mata Picak berkata, “Walet jantan! Kau jangan berpura-pura bodoh, aku tau kau masih tetap berlatih setelah tiga belas tahun mengundurkan diri dari dunia persilatan, apalagi yang kau latih Kitab Lima Yang(Lima Tenaga Panas). Serahkan Kitab Lima Yang padaku! Kau hanya membuang-buang pusaka dengan bakatmu yang biasa-biasa saja.”
Sedikit kerutan di dahi Gou Han terlihat. “Apa maksudmu?” jawabnya, dia belum tahu alur dari pembicaraan Iblis Mata Picak.
Tanpa basa basi Iblis Kepala Baja berkata, “Tidak perlu berkata-kata lagi kakak pertama, ayo langsung kita preteli ini kambrat sekeluarga.”
“Gou Han! Orang bodoh sekalipun akan mengerti di mana kejanggalannya, engkau di usia muda tiba-tiba mengundurkan diri dari dunia persilatan, kenapa kah? Tidak ada pesilat yang menyerah di usia muda, kegagahan selalu terpatri di jiwa pesilat baik dari golongan hitam atau putih, apa kau masih berpura-pura bodoh?” lanjut Iblis Mata Picak.
“Sudahlah kakak, ayo langsung kita musnahkan dia dan keluarganya, cecenguk ini tidak ada apa-apanya bagiku,” ucap Iblis Tangan Hitam seraya melepaskan tonjokan ke arah dada Gou Han.
Gou Han yang berdiri langsung merasakan panas energi pukulan itu sebelum pukulan itu sampai ke dadanya. Dia mendesak tenaga dalamnya dan menyambut pukulan itu dengan tangan kirinya. Serta membalas dengan totokan ke arah dada si Iblis Tangan Hitam.
Sebelum totokan itu sampai ke dada Iblis lengan hitam. “Booomm!” Suara benturan tenaga dalam menggetarkan halaman rumah sederhana tersebut, debu mengepul tinggi memenuhi udara, dua bayangan manusia terdorong mundur, Iblis Lengan Hitam hanya terdorong satu langkah dan Gou Han terdorong dua langkah.
Raut wajah Gou Han memucat, dia tahu dengan jelas tenaga dalamnya kalah dengan Iblis Lengan Hitam. “Setan ini setelah sekian tahun bertambah kuat dan makin beringas,” ujar Gou Han dalam hati.
Kemudian dia berkata, “Saudara bertiga, aku tidak tahu apa-apa tentang Kitab Lima Yang itu, aku juga tahu bakatku biasa-biasa saja, aku tidak menyimpan apa yang kalian cari. Jadi mari akhiri sampai di sini saja.”
“Ketiga saudara gagah, betul apa yang diucapkan suamiku, aku tidak pernah melihat dia membaca, apalagi mempelajari kitab itu, berilah sedikit muka kepada kami berdua.” Su Lan ikut membela ucapan suaminya.
Mendengar jawaban pasangan itu, wajah ketiga Iblis dari Selatan semakin membesi dan memerah, sehingga menambah keseramannya. Mereka terbiasa hidup dengan kejam dan tidak ada yang berani membantah keinginan mereka, apalagi ketiganya memang tidak suka bertele-tele.
“Iblis Kepala Baja! Bereskan mereka berdua, nanti kita geledah rumah mereka,” perintah Iblis Mata Picak.
Pertarungan pun pecah antara Sepasang Walet Biru dengan Iblis Kepala Baja. Iblis Kepala Baja sangat percaya diri dengan tenaga dalam dan jurus-jurusnya, sedangkan Sepasang Walet Biru dengan lincah bergerak ke sana kemari saling melengkapi dan menghindar serta sesekali membalas dengan pukulan-pukulan yang tak kalah berbahaya.
Suara pukulan dan adu tenaga dalam di halaman depan terdengar sampai ke halaman berlatih Gou Long.
Bocah ini telah menghentikan latihannya, dia dengan tenang bersembunyi di atas atap rumah sejak tadi, dia telah melihat keributan ini dari awal sampai sekarang. Tanpa ada rasa takut sedikit pun, malahan dia terkejut, dan tidak pernah terlintas dalam benaknya bahwa ayah bundanya merupakan sepasang pendekar.
Dia masih berpikir, bahwa mereka hanya keluarga biasa yang bertani dan berburu di hutan ini.
_______
Penting : Sebagian teks tidak sama dengan Audio Book karena, novel ini sedang dalam tahap Revisi sedikit demi sedikit.
Terima kasih ini saah satu novel yang baik.
/Facepalm/