Akibat memiliki masalah ekonomi, Gusti memutuskan bekerja sebagai gigolo. Mengingat kelebihan yang dimilikinya adalah berparas rupawan. Gusti yang tadinya pemuda kampung yang kolot, berubah menjadi cowok kota super keren.
Selama menjadi gigolo, Gusti mengenal banyak wanita silih berganti. Dia bahkan membuat beberapa wanita jatuh cinta padanya. Hingga semakin lama, Gusti jatuh ke dalam sisi gelap kehidupan ibukota. Ketakutan mulai muncul ketika teman masa kecil dari kampungnya datang.
"Hiruk pikuknya ibu kota, memang lebih kejam dibanding ibu tiri! Aku tak punya pilihan selain mengambil jalan ini." Gusti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 35 - Tergoda Teman Sendiri
"Apa kalian bertengkar?" tanya Gusti.
"Entahlah. Aku tidak mengerti sama sekali. Padahal kemarin kami baru saja..." Widy hampir menyebutkan kegiatan intimnya bersama Elang saat di kostan Gusti. Namun untung saja dia tidak kelepasan.
"Kau tidak perlu menutupinya. Aku sudah tahu apa yang kau dan Elang lakukan malam itu," tukas Gusti.
Pupil mata Widy membesar. "Benarkah? Apa Elang yang memberitahumu?" tanyanya menyelidik.
"Dia secara tak sengaja mengaku padaku," jawab Gusti.
"Aku benar-benar tak mengerti dengannya. Dia sangat menyebalkan!" keluh Widy. Dia menatap dan meraih tangan Gusti. "Ayo! Temani aku makan!" ajaknya seraya menarik Gusti ikut bersamanya.
Kini Gusti dan Widy makan bersama di kantin. Gusti sejak tadi belum menyentuh makanan dan minumannya. Cowok itu sibuk melihat ponsel.
"Apa kau bermain game?" timpal Widy.
"Enggak. Aku cuman cari info di internet." Gusti buru-buru menyimpan ponselnya. Dia sebenarnya sedang mencari info mengenai harga sebuah motor. Gusti sepertinya akan mencoba saran dari Elang tadi. Yaitu memiliki pekerjaan bayangan agar tidak ada yang curiga.
"Info apa?" tanya Widy.
"Motor. Aku pengen beli biar enak pergi ke kampus," jawab Gusti.
Mata Widy membulat penuh ketertarikan. "Benarkah? Kalau kau mau, aku bisa menemanimu membelinya. Kebetulan aku tahu toko yang bagus!" ungkapnya antusias.
"Baguslah kalau begitu. Apa kau punya waktu setelah ini?"
"Tentu! Tapi tunggu dulu," ujar Widy sembari memancarkan tatapan menyelidik. "Apa kau punya uang untuk membelinya?"
"I-iya. Kebetulan orang tuaku mengirimkan uang kemarin. Mereka menyuruhku untuk membeli motor," kilah Gusti.
Widy mengangguk dan percaya saja. "Baguslah kalau begitu. Nanti kalau uangnya kurang, aku bisa membantu," ujarnya.
"Makasih ya," sahut Gusti.
Usai makan siang, Gusti dan Widy pergi membeli motor. Untuk sekarang Gusti akan membeli motor biasa saja dulu. Ia tidak mau kekayaannya terlihat jelas. Apalagi di mata Widy. Gusti sengaja membeli motor bekas. Sekarang dia dan Widy langsung mengendarai motor tersebut.
Widy melingkarkan kedua tangannya ke pinggul Gusti. "Ternyata asyik ya!" serunya.
"Apa kau mau aku antar pulang?" tanya Gusti.
"Kita singgah dulu ke abang cilok itu deh." Widy menunjuk area yang dirinya maksud. Ia menyuruh cowok itu untuk singgah ke penjual gerobak jalanan. Mereka menikmati jajanan cilok di sana.
"Aku nggak menyangka kau ternyata suka makanan pinggiran jalan begini," cetus Gusti.
Widy terkekeh. "Kau pikir aku sekaya apa? Lagian orang kaya juga bisa beli makanan di sini kan?" balasnya. Dia dan Gusti tergelak kecil.
Hening menyelimuti suasana. Sesekali Gusti melirik ke arah Widy. Ia telan ludah menyaksikan pinggul cewek itu. Mengingat Widy mengenakan corp top, sehingga pinggulnya yang putih mulus tersebut terlihat jelas.
Buru-buru Gusti mengalihkan pikiran. Karena sudah tahu nikmatnya bercinta, dia jadi tergoda. Gusti bahkan penasaran bagaimana rasanya bercinta dengan cewek yang disukainya. Ia yakin sensasinya akan berbeda.
"Gus, menurutmu apa yang harus aku lakukan pada Elang?" celetuk Widy. Sukses menyadarkan pikiran Gusti yang kotor.
"Em... Eh anu, a-apa dia punya alasan bisa bersikap cuek begitu padamu?" tanggap Gusti yang sempat tergagap.
"Aku rasa begitu. Dia sangat marah setelah mengetahui sesuatu tentangku," ucap Widy.
"Tentangmu?" Gusti penasaran.
"Maaf, Gus. Aku tidak bisa memberitahumu. Ini agak pribadi." Widy tentu tidak bisa mengatakan yang sebenarnya pada Gusti.
"Ah begitu..." Meski kecewa, Gusti mencoba memahami. "Mungkin kau harus mengajak Elang bicara lagi," sarannya.
Mengetahui bagaimana cemasnya Widy terhadap Elang, membuat Gusti merasa pesimis untuk maju. Dari sana dirinya tahu bahwa Widy sangat menyukai Elang.