Tampan, mapan dan populer rupanya tidak cukup bagi sebagian perempuan. Vijendra sendiri yang menjadi objek dari ketidak syukuran pacarnya, atau mungkin bisa disebut mantan pacar. Ia memilih mengakhiri semuanya saat mendapati perempuan yang ia kasihi selama 3 tahun lamanya sedang beradu kasih dengan laki-laki lain.
Cantik, berprestasi dan setia juga sepertinya bukan hal besar bagi sebagian laki-laki. Alegria harus merasakan sakitnya diputuskan sepihak tanpa tahu salahnya dimana.
Semesta rupanya punya cara sendiri untuk menyatukan dua makhluk yang menjadi korban ketidak syukuran hingga mereka sepakat untuk menjadi TEMAN BAHAGIA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon firefly99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Sebuah Usaha
Alegria sedang duduk di depan ibunya yang duduk di sofa, sementara dirinya duduk di depan sofa. Itu agar memudahkan sang ibu untuk mengepang rambutnya. "Ibu pernah capek gak sih?" tanyanya.
"Kenapa bertanya seperti itu, sayang?"
"Sejak ibu bangun sampai sekarang, sudah menuju sore, adek belum lihat ibu istirahat. Ini malah mau ku titipi Aileen."
"Ya mau gimana, sudah kebiasaan, nak. Malah ibu capek kalau gak ngapa-ngapain." barulah Ale menjawab pertanyaan anaknya.
"Kuuuu kuu"
"Niiiii noo naaa"
"Dasar yah anak kecil, ikut aja ngobrol dengan mama dan Oma." Alegria mencubit pelan pipi anaknya yang sedang duduk di sebelahnya.
Aileen memang cukup aktif sekarang, ia sudah bisa merangkak.
"Sudah deh " seru Ale saat pekerjaannya selesai.
Alegria berlari kecil ke depan cermin untuk melihat hasil karya ibunya. "Wah, cantik " beonya.
Ale terkekeh. "Anak ibu kok." katanya. Ia lalu memangku cucunya dan mengikat rambut tipis cucunya. Tak tanggung-tanggung, bahkan ada 3 ikatan rambut pada kepala sang cucu. "Lucunya cucu Oma."
Seolah mengerti, Aileen bertepuk tangan.
"Dih, senang yah karena rambutnya juga dikuncir?" Alegria menciumi perut anaknya hingga membuat sang anak terkekeh.
Senyum Ale ikut terbit melihat hal sederhana di depannya. Dimana anaknya sedang bermain dengan sang cucu, bahkan terdengar tawa mereka. Ia berharap agar anaknya bisa terus bahagia seperti ini. Cukup kemarin-kemarin anaknya pernah merasa sedih.
"Dek, sudah siapkah?" tanya Alden yang baru turun dari tangga.
"Sudah, kak." jawab Alegria.
"Bawa sini cucunya ibu, nak." panggil Ale.
Alegria lalu menggendong anaknya dan memberikannya kepada sang ibu. "Aileen sama oma dulu yah, sayang. Mama mau pergi dulu bareng om Alden."
"Huaaaa huaaaa"
"Lho, kok nangis sih? Sama nenek yuk." ajak Ale.
Aileen tidak mau lepas dari sang mama. Kedua tangannya mencengkram erat jersey yang Alegria pakai.
"Gak mau ditinggal itu." ujar Alden.
"Aku gak usah ikut deh, bang. Gak tega lihat Aileen sampai nangis begini." Alegria lalu mengusap air mata anaknya. Kepala anaknya bahkan sudah bersandar pada bahunya, sementara lengan kecil anaknya sudah melingkari lehernya, seolah mengatakan jika ia memang tidak ingin ditinggalkan.
"Ibu sampai gak tahu mau bilang apa." ringis Ale. "Atau tunggu sampai baby Aileen tertidur dulu yah, masih keburu kan?"
"Masih, Bu." Alden yang menjawab.
"Adek bawa ke kamarnya dulu, Bu." pamit Alegria untuk pergi ke kamar yang berada disebelah kamar utama. Ia lalu membaringkan tubuhnya dan mulai menyusui anaknya. Lahapnya Aileen dalam menyusu membuat nya heran, padahal tadi anaknya menolak saat diberikan ASI yang di dalam botol.
Butuh waktu lebih dari 10 menit bagi Alegria untuk menidurkan anaknya. Semakin kesini, Aileen menjadi semakin sulit tidur.
"Mama pergi dulu yah sayang. Aileen tunggu mama di rumah saja. Nanti kalau Aileen sudah besar, kita bisa nonton papa main bola bersama-sama." ucap Alegria dengan sangat pelan, bahkan nyaris seperti orang berbisik. Ia tak lupa mengecup kening anaknya lama-lama dan juga memasang pengaman tempat tidur, lalu berjalan keluar.
"Cucu ayah mana?" tanya Airlangga yang sepertinya baru tiba di rumah.
"Tadi nangis, dibawa mamanya." jawab Alden.
"Sudah tidur, ayah." jawab Alegria.
"Kak, ingat, bersih-bersih dulu sebelum ke kamar baby Aileen." Ale mengingatkan suaminya.
Airlangga nyengir, niatnya dengan sangat mudah dibaca oleh sang istri. "Aye aye ibu negara!" katanya.
Alegria dan sang Abang hanya bisa menggelengkan kepalanya pasrah.
"Kalian hati-hati." pesan Airlangga kepada anak-anaknya.
"Hati-hati doang nih yah? Gak ada uang jajan?" tanya Alden.
"Kalian ini. Minta ke ibu deh." ujar Airlangga.
Mendengar perkataan ayahnya, Alegria dan sang Abang kompak menengadahkan tangannya di depan sang ibu.
Tak!
Tak!
Alih-alih mendapatkan uang jajan, mereka berdua hanya mendapatkan tepukan pada telapak tangannya.
"Sana, hati-hati. Jalanan pasti sudah sangat macet sekarang!" suruh ibu negara.
"Assiap!" Alden lebih dulu berpamitan kepada ibunya, lalu ke ayahnya.
"Pergi dulu yaa ayah, ibu. Nitip Aileen." Alegria hanya mengecup pipi kedua orang tuanya sebelum menyusul abangnya.
✨✨✨
Benar saja dugaan Ale tadi, ternyata jalanan memang sudah cukup padat. Alden memilih memarkirkan mobilnya cukup jauh dari stadion, lalu mereka melanjutkan sisa perjalanan dengan berjalan kaki.
"ATLANTIS!"
PROK PROK PROK PROK
Rasa lelah Alegria karena berjalan cukup jauh hilang begitu saja saat dirinya sudah menduduki salah satu kursi penonton. Apalagi saat mendengar seruan seruan para penonton lain yang begitu bersemangat mendukung Atlantis, berharap timnas negara ini berhasil melangkah pada tahap kualifikasi ke tiga piala dunia nanti.
Teriakan-teriakan semakin riuh memenuhi stadion.
"DAN MARI KITA SAKSIKAN BERSAMA, ADNAN ABIMANTARA MEMBAWA BOLA, MASIH ADNAN, DAN KINI DISERAHKAN KEPADA .... LALU KE VAJENDRA, MASIH VAJENDRA DAN YAAAAAY GOAAAAAAAALLLL! .... BERHASIL MENCETAK GOL HASIL UMPAN DARI VAJENDRA!!!"
"GOAAAALLLL!!"
"ATLANTIS!"
PROK
PROK
PROK
PROK
"Yeaay!" Alden dan adiknya berhi-5, merasa senang tentu saja. Pertandingan ini akan sangat berpengaruh terhadap langkah timnas Atlantis kedepannya. Ini adalah sebuah usaha yang dilakukan oleh para pemain dalam bentuk kecintaannya kepada negeri.
Pertandingan kian sengit, dua tim saling menyerang.
"EHH"
"JANGAN SAMPAI!"
"HUH"
Penonton rupanya begitu greget saat area gawang Atlantis terancam. Pun dengan Alegria, sehingga tanpa sadar wajah cemasnya terekam oleh kamera dan terlihat pada layar lebar.
"Senyum, dek." Alden menyingkut pelan lengan adiknya.
"Hah?"
"Ada kamera." beritahu Alden sebelum ia mengangguk ke arah kamera, seolah menyapa.
Alegria ikut mengangguk.
"Ehh, itu dimana woi?"
"Itu dosen muda yang viral."
"Mau dong diajar sama pak Al!"
"Itu pacarnya?"
"Bukan woi, itu adiknya. Yang sempat viral juga waktu KKN."
"Eh iya, sampai diundang ke TV yah?"
"Astagaa, mereka duduk di mana sih?"
Selain melihat jalannya pertandingan, rupanya sebagian penonton juga fokus pada layar lebar yang ada di dalam stadion.
"YA ADA .... DI SANA, MENGUMPAN BOLA KE VAJEN. VAJEN LAGI, MASIH VAJEN, DENGAN LIHAINYA MEMAINKAN BOLA LALU MENENDANG NYA KE ADNAN. ADNAN ABIMANTARA MEMBAWA BOLA MELEWATI DUA PEMAIN DAN HIYAAAAAAKKK, GOAAAAL! VAJENDRA RUPANYA TIDAK INGIN MENYIA-NYIAKAN WAKTU YANG SISA SEBENTAR INI. DI MENIT KE-89 IA BERHASIL MENCETAK GOAL HASIL UMPAN BALIK DARI ADNAN!...."
Pertandingan selesai tepat pada pukul 9 malam.
"Mau ketemu Vajen dulu?" tanya Alden kepada adiknya.
"Gak usah, kak. Kak Vajen butuh istirahat." jawab Alegria.
"Okay deh. Sekarang kita cari makan dulu, sekitaran sini saja." ajak Alden. "Hitung-hitung bro-sist time sebelum adik Abang satu-satunya ini jadi istri orang."
Alegria terkekeh mendengar ucapan abangnya. "Iya yah, sudah lama juga kita gak jalan begini."
"Halo pak!"
"Itu pacarnya pak?"
"Ihh, cantik sekali pacarnya."
Tidak jarang mereka menjumpai orang-orang yang salah sangka dengan keduanya. Padahal mereka berdua adalah saudara kandung. Ya, wajar saja. Alden begitu memanjakan adiknya, bahkan saat berjalan pun, ia menggandeng tangan adiknya, apalagi ditengah keramaian seperti ini.
Mau pantengin terus sampai tamat ahh 😁
Semangat kak bikin ceritanya 🤗 ditunggu sampai happy ending yahh 😘