Sequel Belenggu Cinta Pria Bayaran.
Dikhianati sang kekasih dan melihat dengan mata kepalanya sendiri wanita yang dia cintai tengah bercinta dengan pria yang tak lain sahabatnya sendiri membuat Mikhail Abercio merasa gagal menjadi laki-laki. Sakit, dendam dan kekacauan dalam batinnya membuat pribadi Mikhail Abercio berubah 180 derajat bahkan sang Mama sudah angkat tangan.
Hingga, semua berubah ketika takdir mempertemukannya dengan gadis belia yang merupakan mahasiswi magang di kantornya. Valenzia Arthaneda, gadis cantik yang baru merasakan sakitnya menjadi dewasa tak punya pilihan lain ketika Mikhail menuntutnya ganti rugi hanya karena hal sepele.
"1 Miliar atau tidur denganku? Kau punya waktu dua hari untuk berpikir." -Mikhail Abercio
----
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 13 - Pemaksa
"Setidaknya izinkan aku melihatmu masuk, itu saja."
Matilah dia, Zia harus bagaimana? Pria itu benar-benar meminta kejelasan dimana dia tinggal. Sementara saat ini dia sengaja turun di tempat yang masih cukup jauh dari kost Erika, tempat dia tinggal sementara.
"Masih jauh, Bapak kan nggak biasa jalan kaki."
Berharap sekali Mikhail akan menyerah duluan setelah mendengar kalimat itu. Sayangnya, yang terjadi justru berbeda. Mikhail menggeleng mantap dan masih tetap berdiri di hadapan Zia.
"Ck, ibu kostnya galak ... yang ada Bapak diusir," ujarnya mengarang bebas demi membuat hati Mikhail tergerak untuk pergi.
"Masih zaman? Memang masih ada yang begitu?"
Kehidupan Mikhail dan Zia memang tidaklah sama, mereka dibesarkan di lingkungan yang berbeda. Hal-hal semacam itu tidak pernah dia alami, selama hidup yang Mikhail dapatkan hanya perlakuan baik dari pihak manapun.
"Masihlah, kost juga ada aturannya, Pak ... dunia tidak sebebas yang Bapak kira."
Dia mengedikkan bahu, sedikit tak peduli dengan ucapan Zia barusan. Dia melangkah maju karena yakin tempat tinggal Zia ada di depan sana.
"Ayo, sebentar lagi ada rapat di kantor."
Sekilas dia melirik pergelangan tangan kirinya, pura-pura sibuk padahal tidak juga. Valenzia menghela napas kasar, sepertinya Mikhail memang pantang ditentang.
Dengan berat hati dia melangkah, karena berdebat tidak akan ada habisnya. Semua rencana Zia bubar kala Mikhail datang menemuinya, hendak ke kafe lebih awal pun tidak bisa karena pria itu tidak mengizinkannya bekerja lebih dulu.
Sengaja menghentakkan kaki berharap Mikhail mengerti jika dirinya tidak suka didampingi. Valenzia mempercepat langkahnya dan diikuti Mikhail dengan wajah bingung di sana.
"Kenapa buru-buru sekali?"
Gadis itu kecil namun jalan cepatnya cukup sulit diimbangi. Meski Mikhail bisa melangkah lebih panjang dari Zia, namun kecepatannya patut diacungi jempol.
"Lebih cepat lebih baik, Anda sibuk kan?"
Menyesal dia mengatakan hal itu tadi, Mikhail tidak sibuk sebenarnya. Hanya saja dia mendesak Valenzia untuk segera melangkah karena penasaran dengan tempat tinggal gadis itu.
"Ya tapi tidak secepat ini juga, kamu mantan pelari, Zia?"
Pertanyaan macam apa itu, jalan yang sedikit menanjak tampaknya membuat Mikhail lelah. Memang benar dia tidak terbiasa, dan jalan menuju tempat tinggal gadis itu benar-benar melelahkan bagi Mikhail.
"Bukan, terasa cepat karena Anda tidak terbiasa."
"Masih jauh?" tanya Mikhail dengan napas yang terdengar sedikit sesak, andai saja itu Zidan mungkin Zia akan melakukan hal manis demi bisa membuatnya kembali bertenaga.
"Hm, ini baru seperempat perjalanan."
"What?! Seperempat perjalanan?" Mata Mikhail membulat sempurna, mendengar hal itu sama halnya dengan mimpi buruk di siang hari baginya.
"Kan sudah saya katakan jauh, salah sendiri tetap ikut," ucapnya dengan sedikit penekanan karena memang kesal sejak tadi.
"Salahmu kenapa tinggal di pedalaman begini, panas, sempit, kumuh lagi." Lengkap sekali bukan, selain mulutnya dipakai untuk memaksa, Mikhail juga menggunakannya untuk menghina.
"Pedalaman? Ini sudut kota!!" sentak Zia menoleh dan menghentikkan langkahnya, wajah Mikhail yang memerah dan keringat bercucuran di keningnya dapat menjelaskan jika pria itu anak manja, wajar saja mulutnya asal bicara, pikir Zia.
"Ck, sama saja."
Mikhail menyeka keringatnya, dia kompeten di segala bidang tapi memang sulit menyesuaikan diri di tempat begini. Dia tidak terbiasa dengan segala sesuatu yang terlalu menguras tenaga seperti ini.
"Bapak kalau capek mending pulang sana, saya nggak terbiasa dihina soalnya."
"Bukan menghina, tapi memang faktanya ini pedalaman mau bagaimana?"
"Sudut kota!! Tolong bedakan." Zia menekan setiap ucapannya, tak peduli saat ini Mikhail terlihat lemas atau bahkan hampir pingsan. Yang jelas dia tidak suka dengan perkataan Mikhail.
"Hm, sudut kota."
Faktor lelah membuatnya mengalah, jika saja bukan di sini mungkin Mikhail akan berusaha sebaik mungkin demi membantah opini Zia.
-
.
.
.
"Kecil," gumamnya pelan namun dapat Zia dengar dengan sangat-sangat jelas.
Padahal napasnya saja belum stabil, wajahnya masih merah akibat paparan sinar matahari. Bisa-bisanya dia mengungkapkan hal itu setelah tiba di kamar kost Erika.
"Kecil begini bayarnya tetap pakai uang, Pak."
BRUGH
Tanpa izin, dia menghempaskan tubuhnya di tempat tidur empuk itu. Sebenarnya cukup luas untuk dihuni satu orang, hanya saja karena mata Mikhail terbiasa dengan kamar mewah dan megah jelas saja kamar ini terasa amat kecil baginya.
Dia terpejam sejenak, kepalanya terasa berdenyut. Valenzia mengambilkan air minum untuk tamu tak diundangnya itu. Meski dia menyebalkan sebisa mungkin Zia tetap bersikap baik.
"Air biasa?"
"Terus Bapak maunya apa? Jangan banyak protes, saya di sini juga numpang."
Benar-benar tidak tahu terima kasih, Valenzia sudah mengizinkannya masuk bahkan sigap menyediakan minum agar tenggorokan pria itu tidak terbakar.
"Numpang? Kenapa begitu?"
Valenzia memang belum mengatakan kronologinya secara detail. Hendak bercerita pada Mikhail dia terlalu malas, pria itu mengembalikan gelas kosong setelah menegak air itu hingga tandas.
"Kost saya habis beberapa hari lalu, jadi sementara dapat tempat baru saya tidur di sini."
Sedikit berbohong demi menutupi rahasianya, tak mungkin dia benar-benar mengatakan jika dia di usir hingga terpaksa tinggal di kost sahabatnya sementara.
"Ehm begitu, cari tempat yang lebih baik dan usahakan jangan di pedalaman seperti ini."
Valenzia menghela napas pelan, mau berapa kali dia mengatakan agar tak menyebutnya pedalaman. Untuk kali ini dia memilih diam, enggan kembali adu mulut.
"Iya."
"Gunakan uangmu dengan baik, jangan cuma untuk beli junk food."
Mikhail membuka jas dan melonggarkan dasinya. Sontak Valenzia membeliak dan bahkan hampir tersedak.
"Bapak mau apa?" tanya Zia sembari menepuk pelan pundaknya, apa yang pria itu lakukan benar-benar membuat otaknya tidak bisa berprasangka baik.
"Panas, memangnya kamu pikir aku mau apa?"
Tidak ada senyuman dan tatapan licik kali ini, pria itu memang benar-benar kepanasan. Tubuhnya berontak kala beberapa lama berada di dalam ruangan tanpa AC itu.
Sial, dia tampan!! Sangat-sangat tampan, mata Zia sebagai wanita tidak bisa dibohongi. Tangan kekarnya berhasil membuat Zia tak berkedip kala Mikhail menggulung kemejanya hingga siku.
Sadar, Zia!! Zidan 100 kali lebih manis dari dia!!
Cepat-cepat Zia mengalihkan pandangan, tak ingin terlalu lama menatapnya. Hingga beberapa detik kemudian dia baru tersadar jika Zidan akan mendatanginya setelah pulang magang, dan itu berarti tidak lama lagi.
"Pak, saya mau istirahat."
"Istirahat saja, aku tidak akan menggangumu." Dia menepuk sisi sampingnya, memang pas jika Valenzia ingin berbaring.
"Maksud saya Bapak pulang sekarang," tutur Zia menepuk keningnya, pria itu benar-benar tidak paham jika tengah diusir atau bagaimana, pikirnya.
"Kamu ngusir?" Sepertinya fakta bahwa Mikhail pintar perlu dipertanyakan, Zia harus mengusirnya dengan cara apa agar mengerti dan bangkit dari tempat tidur milik Erika itu.
"Bukan gitu, Pak ... tapi kan," ucap Zia sesaat kemudian tertahan.
"Iya sudah, selagi aku tidak mengusikmu kenapa harus diminta pergi." Bukannya beranjak dia kembali merebahkan tubuhnya dan atas tempat tidur, menyisakan Valenzia yang ketar-ketir jika nanti Zidan mendatanginya.
Tok tok tok
"Hah?!!"
Tbc
Nanti malam kalau bisa up lagi, Insya Allah ya🤗
Seperti biasa aku mau rekomendasi novel lagi✨