Di era 90-an tanpa ponsel pintar dan media sosial, Rina, seorang siswi SMA, menjalani hari-harinya dengan biasa saja. Namun, hidupnya berubah ketika Danu, siswa baru yang cuek dengan Walkman kesayangannya, tiba-tiba hadir dan menarik perhatiannya dengan cara yang tak terduga.
Saat kaset favorit Rina yang lama hilang ditemukan Danu, ia mulai curiga ada sesuatu yang menghubungkan mereka. Apalagi, serangkaian surat cinta tanpa nama yang manis terus muncul di mejanya, menimbulkan tanda tanya besar. Apakah Danu pengirimnya atau hanya perasaannya yang berlebihan?
“Cinta di Antara Kaset dan Surat Cinta” adalah kisah romansa ringan yang membawa pembaca pada perjalanan cinta sederhana dan penuh nostalgia, mengingatkan pada indahnya masa-masa remaja saat pesan hati tersampaikan melalui kaset dan surat yang penuh makna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom alfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11: Surat Cinta Ketiga
Rina duduk di bangkunya dengan wajah sedikit bingung. Hari ini, entah mengapa, terasa berbeda. Udara pagi yang cerah, dengan langit biru membentang luas di luar jendela, seakan tak bisa menutupi rasa cemas yang bersarang di dalam dada. Sesekali, ia melirik ke meja sebelah yang kosong. Danu, entah kenapa, tidak hadir di sekolah pagi itu. Meskipun begitu, Rina tahu bahwa suasana di kelas tetap riuh, dengan suara teman-temannya yang saling berbicara, saling mengejek, dan berbagi cerita tentang kegiatan liburan.
Namun, pikirannya kembali melayang pada surat yang baru saja ia terima semalam. Surat itu, seperti dua surat sebelumnya, datang tanpa pemberitahuan. Ia menemukan surat itu di meja belajarnya ketika baru saja datang ke sekolah pagi tadi. Seperti biasa, surat itu diselipkan di antara buku-buku catatannya. Rina yang terkejut, langsung membuka amplop itu dengan hati berdebar-debar. Isinya bukanlah hal yang asing baginya, melainkan tulisan tangan yang sudah sangat ia kenali, yang tak lain adalah tulisan Danu.
Tentu saja, Rina bisa langsung mengenali gaya penulisan Danu. Meskipun Danu tidak pernah mengungkapkan perasaannya secara langsung, surat-surat itu selalu penuh dengan humor yang hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang benar-benar mengenalnya. Surat ini, meski tidak panjang, berisi kalimat-kalimat manis yang membuat Rina tersenyum. Salah satu kalimat yang paling membuatnya tertawa adalah, "Mungkin aku tidak bisa membawakanmu bunga, tapi setidaknya aku bisa memberikanmu kaset yang penuh dengan lagu-lagu yang mungkin bisa sedikit menghiburmu, sama seperti kamu yang selalu bisa membuat hariku lebih cerah."
Rina terdiam sejenak. Ia tahu bahwa Danu sedang berbicara tentang kaset. Sering kali, kaset-kaset yang Danu berikan kepadanya menjadi cara dia untuk mengungkapkan perasaan, tanpa kata-kata langsung. Kaset-kaset itu adalah jalan keluar bagi Danu, cara dia berbicara tanpa harus mengucapkan apa pun secara terbuka. Setiap kaset yang ia terima, selalu ada makna di baliknya. Tapi kali ini berbeda. Surat ini tidak hanya menyentuh hati Rina, tetapi juga memberi sinyal bahwa Danu mungkin benar-benar tahu apa yang ada di dalam pikirannya.
Rina menyusuri setiap kata dengan perlahan, mencoba mencerna arti setiap kalimat yang ditulis. Dalam surat itu, Danu juga menyebutkan sesuatu yang membuatnya terkejut. Danu menyebutkan hobinya mendengarkan musik dan betapa banyak hal yang telah mereka bicarakan tentang musik selama beberapa minggu terakhir. Rina sadar bahwa Danu telah memperhatikan hal-hal kecil tentang dirinya, hal-hal yang selama ini tidak pernah ia pikirkan sebelumnya.
Namun, ada satu hal yang membuat Rina sedikit bingung. Meskipun ia merasa yakin bahwa surat ini memang dari Danu, tetap saja, tidak ada tanda tangan atau petunjuk jelas mengenai siapa pengirimnya. Rina merasa bingung, meskipun di satu sisi, ia ingin sekali mengonfirmasi hal ini, namun di sisi lain, ia merasa takut jika ternyata Danu tidak merasa seperti yang ia bayangkan.
"Rina, kamu kelihatan agak melamun. Ada masalah?" suara Sari, sahabatnya yang ceria, menyadarkan Rina dari lamunannya. Rina menoleh dan melihat Sari yang duduk di sebelahnya dengan wajah penasaran.
"Enggak kok, Sari. Aku cuma mikirin surat ini," jawab Rina sambil tersenyum tipis. Ia menyembunyikan surat itu di dalam tasnya, tidak ingin sahabatnya itu terlalu penasaran.
Sari menatapnya dengan mata yang tajam, kemudian menggoda. "Surat cinta ya? Ada dari siapa? Aku sudah tahu, pasti dari si Danu, kan?"
Rina memutar bola matanya. "Sari, kamu terlalu banyak tebakan. Lagian, kamu yakin sih kalau itu dari Danu?"
Sari melanjutkan dengan nada menggoda. "Yakin banget, sih. Si Danu itu sudah jelas banget deket sama kamu. Kalau enggak, kenapa dia sering banget ngasih kamu kaset mix-tape? Itu kan cara dia nyampaikan perasaan, meskipun dia enggak pernah ngomong langsung."
Rina terdiam, menyadari bahwa Sari benar. Selama ini, Danu memang sering memberinya kaset, dan setiap kaset selalu berisi lagu-lagu yang sesuai dengan suasana hati mereka berdua. Namun, ia tetap merasa ada sesuatu yang mengganjal. Kenapa Danu tidak pernah mengungkapkan langsung perasaannya? Kenapa semua selalu melalui surat dan kaset? Apa Danu takut mengungkapkan perasaannya padanya?
Rina kembali memikirkan surat itu, namun kali ini dengan perasaan yang lebih berat. Apakah Danu benar-benar ingin ia tahu perasaannya? Ataukah semua ini hanya permainan kecil yang menghibur Danu semata? Rina tidak tahu, tapi satu hal yang pasti, dia tidak bisa terus-terusan menebak-nebak. Ia harus melakukan sesuatu untuk mencari tahu.
---
Setelah pelajaran terakhir usai, Rina berjalan keluar menuju lapangan sekolah. Ia merasa agak cemas, namun juga bertekad untuk mencari jawaban. Di tengah keramaian teman-temannya yang sudah berhamburan keluar dari kelas, Rina memandang sekelilingnya dan akhirnya melihat sosok Danu yang sedang berdiri sendiri di dekat pintu keluar sekolah. Danu terlihat seperti biasanya, dengan jaket jeans pudar dan Walkman yang selalu menemani kemanapun ia pergi.
Rina menghampiri Danu dengan langkah hati-hati. Tidak tahu harus memulai dari mana, ia membuka percakapan dengan topik yang tidak terlalu berat. "Eh, Danu, kamu dengerin kaset baru yang aku beli minggu lalu, enggak?"
Danu menoleh, lalu mengangguk. "Iya, aku dengerin. Lumayan sih, lagu-l