Adelia Adena, seorang gadis SMA yang ekstrover, ceria dan mudah bergaul dengan siapa saja, tiap harinya selalu di isi dengan keceriaan dan kebahagiaan.
Hingga suatu hari hidupnya berubah, ketika sang Ayah (Arsen Adetya) mengatakan bahwa mereka akan pindah di perkampungan dan akan tinggal disana setelah semua uang-nya habis karena melunasi semua utang sang adik (Diana).
Ayahnya (Arsen Aditya) memberitahukan bahwa sepupunya yang bernama Liliana akan tinggal bersama mereka setelah sang Ibu (Diana) melarikan diri.
Adelia ingin menolak, tapi tak bisa melakukan apa-apa. Karena sang Ayah sudah memutuskan.
Ingin tahu kelanjutannya, simak terus disini, yah! 🖐️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairunnisa Nur Sulfani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alasan Sebenarnya
Siapa yang tidak kenal dengan Arsen Aditya?, pengusaha terkaya yang ada di Ibu Kota. Selain di kenal karena kesuksesannya dan kekayaannya yang ditaksir mencapai angka triliunan. Arsen Aditya juga dikenal karena hubungan keluarganya yang harmonis.
Ia dan istrinya di gadang-gadangkan menjadi pasangan favorit karena memang tidak pernah ada berita miring tentang keluarga mereka, juga anaknya yang cantik, Adelia. Menambah lengkap sudah cerita keluarga harmonis tersebut.
Setiap pagi rumah tersebut hanya di isi dengan tawa dan kebahagiaan. Hana adalah seorang istri yang baik, ia selalu menyiapkan sarapan dan keperluan untuk mereka setiap harinya. Hingga, suami dan anaknya sangat jarang jajan diluar, biasanya ia membekali mereka dengan menu sesuai permintaan mereka atau bahkan tidak protes akan menu yang di sediakan.
Seperti sekarang, mereka tengah berkumpul di meja makan. Tak ada pembicaraan apapun, karena dirumah menerapkan aturan tersebut, tak ada pembicaraan apapun selagi makan, jika ada yang penting, biasanya mereka akan membicarakannya selepas selesai sarapan pagi.
"Papa ke Kantor dulu ya, Ma." ujar Arsen pada istrinya.
"Iya, Mas. Hati-hati."
"Adelia, nggak mau sekalian sama Papa? Biar papa antar ke Sekolah." tanya Arsen beralih pada putrinya Adelia.
"Nggak, deh, Pa. Adelia naik sepeda aja, soalnya udah janji juga sama Erika." jawab Adelia sembari mencium tangan kedua orangtuanya, tidak lupa mereka mencium putrinya tersebut.
"Oh, baiklah." jawab Arsen mengerti. Setelah itu seperti biasa ia akan berangkat ke Kantor dengan mengendarai mobilnya yang dikemudikan oleh supirnya yang bernama Erick. Ditengah perjalanan telpon milik Arsen berdering menandakan ada panggilan masuk dari Diana, yang merupakan adik perempuan satu-satunya.
"Ya, kenapa, Diana? Tumben nelpon Mas." tanya Arsen pada seseorang diseberang sana.
"Maaf, Mas. Tapi apa boleh aku minta tolong?." tanya Diana.
"Katakan saja?." sahut Arsen menunggu kalimat selanjutnya dari sang adik.
"Aku minta maaf, Mas. Tapi apa boleh aku menitipkan, Liliana. Aku,.. Aku,.. Tidak tinggal bersamanya sekarang."
"Apa maksudmu? Tidak tinggal bagaimana, Diana?." tuntun Arsen meminta kejelasan.
"Aku melarikan diri, Mas. Karena dikejar oleh penagih hutang, serta Liliana, dia aku tinggal sebagai jaminan dari hutang-hutangku, tapi aku takut ia dijual, Mas." jelasnya dengan suara bergetar.
"Apa kamu sudah gila!." bentak Arsen pada adiknya itu.
"Aku tahu kamu marah, Mas.Tapi tolong selamatkan dia sekarang." setelah mengatakan itu, sambungan telepon pun terputus. Arsen kembali mencoba menghubungi nomor adiknya tersebut. Tapi meski sudah dicoba berkali-kali, panggilannya tetap tidak tersambung.
Arsen mengacak rambutnya frustasi, ia kesal pada Diana karena ia merasa apa yang diucapkan adiknya masihlah ambigu, masih banyak tanda tanya yang belum terpecahkan sekarang juga. karena mengingat kalimat terakhir dari adiknya tersebut, Ia meminta sang supir agar segera pergi menuju ke rumah adiknya tersebut dan meminta agar menunda urusan pergi ke Kantornya.
Selama diperjalanan Arsen tidak berhenti mencemaskan tentang bagaimana keadaan keponakannya sekarang, Liliana. Ia juga merutuki akan sikap Diana yang ia rasa tidak bertanggung jawab pada putrinya sendiri.
Sedari awal ia sudah pernah menyuruh Diana agar mau bekerja di perusahaannya, tapi Diana selalu beralasan bahwa ia tidak berkompeten, selama bertahun-tahun segala kebutuhannya dipenuhi oleh Arsen bahkan untuk hal-hal besar sekalipun Arsen yang memenuhinya, termasuk rumah yang ia tempati sekarang.
Arsen selalu berharap sang adik dapat merubah kebiasaan buruknya yaitu narkoba dan menghabiskan waktu seperti perempuan nakal di clubb malam. Setelah bercerai, kehidupan Diana menjadi seperti itu.
Karena tidak suka akan sikap Diana. Hana istri Arsen, yang merupakan kakak iparnya meminta sang suami untuk menghentikan segala dana untuk kepentingan Diana, dengan alasan mereka sudah melakukannya bertahun-tahun dan sudah waktunya Diana memikirkan bagaimana langkah selanjutnya agar bertanggung jawab atas hidupnya sendiri.
Awalnya semuanya baik-baik saja, hingga hari dimana Diana menelpon Arsen hari ini meminta bantuan. Arsen kecewa sebab apa yang ia dan sang istri harapkan tidak menjadi kenyataan, dan malah sekarang sang adik makin diluar jalur yang mereka minta serta harapkan.
Sesampainya dirumah sang adik, Diana. pemandangan pertama yang dilihat Arsen adalah sebuah kertas pemberitahuan yang digantung di sebuah pagar masuk bertuliskan, 'Rumah ini di Sita."
Arsen tidak bisa membayangkan sekacau apa yang ada didalam sana. Berjalan masuk Arsen sudah mendengar suara orang berteriak marah-marah dan memaki tanpa henti. Berjalan cepat, pemandangan yang dilihatnya pertama kali adalah sang keponakan, Liliana sedang di teriaki seseorang dengan penampilan yang cukup memprihatikan.
Setelah bernegosiasi cukup lama, akhirnya hutang-hutang tersebut di bayarkan oleh Arsen, meski ia tahu setelah ini ia akan berhadapan dengan sang istri juga sang anak. Tapi mau bagaimana lagi, ia sedang terdesak dan tidak punya kesempatan untuk bernegosiasi dengan sang istri terlebih dahulu.
Sebenarnya ia cukup bimbang, tapi melihat Liliana yang seusia putrinya sendiri ia menjadi tidak tega. Tidak ingin sang keponakan dijual pun dijadikan sebagai wanita penghibur, akhirnya ia melakukan hal yang ia tahu sama sekali tidak menguntungkannya. Ia menyesalkan sikap sang adik yang memiliki hutang sebanyak itu.
Ia pun mempertanyakan untuk apa semua hutang-hutang itu? Tapi sayangnya sang adik sudah tidak bisa dihubungi.
Setelah menyelesaikan persoalan tersebut, ia segera mengajak Liliana pergi ke tempat lain. Ia meminta Liliana agar segera menyembuhkan diri akibat pukulan yang diterimanya, baru kemudian ia berjanji akan segera menjemput Liliana atau ia sendiri bisa mendatangi rumahnya dengan alamat yang ditinggalkannya tadi.
Sebelum pergi Liliana memeluk Arsen dengan berderai air mata tanda bahwa ia mengucapkan terimakasih berkali-kali. Ia bersyukur bisa bebas dari para preman dan penagih hutang tersebut. Kemudian Arsen berlalu dari sana.
"Pak, ibu menelpon." ucap sang supir. Arsen meminta kepada sang supir untuk mengabaikan panggilan tersebut dan meminta agar merahasiakan apa yang mereka lakukan saat ini. Ia mengatakan bahwa ia akan menjelaskannya sendiri saat tiba di rumah nanti.
Seperti yang sudah di tebak. Arsen mendapati sang istri marah besar, ia merasa tidak dihargai oleh sang suami, Hana merasa bahwa sang suami berani memutuskan sesuatu bahkan tanpa perlu persetujuannya terlebih dahulu.
"Sekarang, pendapatku sudah tidak kamu perlukan lagi, kan, Mas? Makanya kamu bisa memutuskan sesuatu secara sepihak."
"Aku minta maaf, Hana. Sungguh, situasinya tidak memungkinkan aku untuk melakukannya."
"Minta maaf, untuk apa? Apa kamu bisa mengembalikan keadaan kita?." tanya Hana naik pitam.
"Diana memang sangat manja dan tidak tahu diri." makinya penuh umpatan kasar.
"Hana, cukup. Dia adikku." balasku tak kalah sengit. Hana hanya menatapku, aku tahu itu tatapan kemarahan, dan seharusnya aku tidak perlu membalasnya cukup mendengarkannya saja. Bagaimana pun juga Diana salah, ini salahnya dan juga aku.
Sebagai suami aku tidak mempertimbangkan pendapatnya, bahkan aku tidak berusaha memberitahukannya. Aku merasa kecewa pada diriku sendiri tapi ini sudah terjadi. Apa yang harus aku lakukan untuk memperbaiki semua ini?
Aku tahu kemarahan Hana sangat pantas dan jelas. Aku tidak memikirkan konsekuensinya, efek panjangnya apa dan bagaimana. Benar, bagaimana dengan masa depan kami, terlebih Adelia. Ia ingin sekali menjadi seorang dokter yang hebat. Kini, aku hanya mampu menutupi rasa bersalah seorang diri.