"Dia membuang sebuah berlian, tapi mendapatkan kembali sesuatu yang kurang berharga. Aku yakin dia akan menyesali setiap keputusannya di masa depan, Illana."—Lucas Mathius Griggori.
Setelah cinta pertamanya kembali, Mark mengakhiri pernikahannya dengan Illana, wanita itu hampir terkejut, tapi menyadari bagaimana Mark pernah sangat mengejar kehadiran Deborah, membuat Illana berusaha mengerti meski sakit hati.
Saat Illana mencoba kuat dan berdiri, pesona pria matang justru memancing perhatiannya, membuat Illana menyeringai karena Lucas Mathius Griggori merupakan paman Mark-mantan suaminya, sementara banyak ide gila di kepala yang membuat Illana semakin menginginkan pria matang bernama Lucas tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunny Eclaire, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Menghindariku?
"Apakah aku benar? Wanita itu yang membuat sikapmu berubah terhadapku, huh! Kamu bahkan membawanya tinggal di tempat ini, Lucas!" Ia berteriak kesal tanpa melepas cengkramannya dari jubah pria itu, sementara Lucas seperti sulit berkutik ketika bertatapan dengan Illana, tubuhnya mendadak kaku hanya dengan mengetahui sang istri menyaksikan drama omong kosong ini. "Lucas! Bicaralah, brengsek!"
Para pelayan yang terbangun mulai cemas menanggapi tindakan wanita asing tersebut, bukankah keberaniannya sangat besar sehingga begitu mudah memaki, menuduh dan bersikap kasar terhadap tuan rumah?
Illana menyingkir, jika orang lain berpikir dia akan turun menemui Lucas serta wanita seksi itu di bawah, maka mereka salah besar. Illana justru mengambil sebuah bantal, selimut, sepasang TWS serta ponselnya. Ia memutuskan pergi ke ruang kerja dan mengunci pintu dari dalam, ia tak ingin bersinggungan dengan drama apa pun pada larut malam seperti ini.
"Angela. Jangan menghabiskan kesabaranku. Jadi, pergilah dari tempat ini, aku tidak mengundangmu datang kemari. Untuk apa mengikutiku, huh! Bukankah aku sudah menekan penjelasan sebelumnya, aku tak ingin bekerjasama atau berurusan denganmu lagi." Lucas masih memiliki sedikit kesabaran, ia menepis tangan Angela dari jubahnya. Saat Illana menyingkir, kesadaran pria itu muncul kembali.
"Apa! Apa karena wanita itu, huh! Di mana dia! Aku ingin bicara dengannya!" Ia berniat mencari Illana, tapi Lucas segera mencengkram tangannya seraya menatap tajam wanita itu.
"Bisakah bersikap sopan di rumah orang lain? Aku tidak menerima kehadiranmu di sini, pergilah sekarang sebelum aku mengacaukan semuanya."
"Brengsek!" Ia menarik paksa tangannya, terasa sakit dan panas akibat cengkraman Lucas. "Kamu pikir aku akan menyerah dengan mudah, huh?" Angela menyeringai, ia tak memiliki rasa takut terhadap pria di depannya. "Aku takkan mundur, jika kamu tak bersedia melakukannya. Aku masih memiliki seorang ayah yang pasti memenuhi setiap keinginanku."
"PERGILAH."
"Sampai jumpa, Lucas. Aku sangat menanti ketersediaanmu." Angela memasang kembali jubahnya seraya tersenyum penuh arti kepada Lucas, lalu menyingkir dengan angkuh bersama beberapa bodyguard di belakang wanita itu.
Para pelayan bergegas kembali ke kamar mereka, melihat bagaimana Lucas sangat kesal menghadapi tamu tersebut—membuat mereka belajar lebih peka. Pasti suasana hati Lucas sangat buruk saat ini, ditambah bagaimana menghadapi Illana.
Lucas tergesa menuju kamar utama, kepanikan menyerang pria itu. Sialnya, ia tak menemukan sang istri di sana. "Illana. Illana."
Ia mencari di kamar mandi serta ruang ganti, tapi nihil, sehingga mencari ke tempat lain. Banyak ruangan di penthouse ini, pasti sebuah ruangan menyembunyikan istrinya.
Ia sudah membuka banyak pintu, tapi Illana masih belum ditemukan, ia mencoba kembali pada ruang kerja wanita itu.
"Illana. Kamu ada di dalam?" Ia menekan kenop berkali-kali, tidak dapat dibuka. Lucas mencoba menelepon Illana, ia mendengar samar dering ponsel di dalam ruang kerja, lalu kembali mengetuk pintu. "Illana, kamu ada di dalam? Bisa buka pintunya sekarang? Mari kita bicara."
Namun, tak ada pergerakan pintu dibuka atau suara dari dalam ruangan, membuat Lucas mulai kesal. Ia berusaha bersabar seraya terus membujuk istrinya agar membuka pintu.
"Illana. Ada beberapa hal yang ingin aku bicarakan denganmu, tolong beri aku kesempatan, ya?"
Lucas berdecak, semua ini karena tindakan konyol Angela. Ia mencoba menggunakan cara lain, untung saja setiap ruangan di penthouse memiliki kunci duplikat, ia bergegas mengambil kunci duplikat ruang kerja Illana.
Lucas berhasil membuka pintu, ia menemukan istrinya sudah terbaring pada sofa panjang di sisi jendela bersama balutan selimut, sepasang TWS menyumpal lubang telinga wanita itu, pantas saja suara ketukan pintu tak berhasil mengusiknya.
"Apakah kamu sudah terlelap atau hanya berusaha menghindariku, Illana?" Ia duduk di sisi sofa, menepikan beberapa helai rambut dari wajah wanita itu.
Illana bergerak, sengaja mengubah posisi tidur menghadap punggung sofa, sehingga Lucas kesulitan melihat wajahnya. Ia berniat melepas TWS dari telinga sang istri, tapi sepertinya terlalu berlebihan, wajar jika Illana marah terhadapnya. Lucas berpikir untuk memberi jeda sampai wanita itu bersedia diajak bicara.
"Baiklah, aku takkan mengganggumu. Aku akan keluar, mari bicara besok pagi." Ia mengecup sisi wajah Illana sebelum beranjak keluar dari ruangan itu.
Setelah meyakini Lucas telah menjauh, Illana membuka mata dan melepas TWS, lalu kembali melanjutkan tidur tanpa merasa terbebani.
***
"Bibi Chen, di mana Lucas?" Illana berhenti di ambang pintu dapur, ia tak menemukan suaminya berada di sana. Ia pikir Lucas sudah duduk di balik meja makan—saat Illana tak melihatnya ketika kembali ke kamar untuk mandi dan berbenah sebelum berangkat ke Cinnamon.
Gerak tangan Bibi Chen ketika mengatur makanan di meja makan terhenti, ia menoleh kepada Illana seraya berpikir. "Eum. Sepertinya sudah pergi saat hari masih gelap, Nyonya muda."
"Sudah pergi? Secepat itu?" Ia berdecak, lalu menghampiri meja makan dan menarik kursi kosong yang tersedia. "Siapa menduga pria itu akan mengingkari ucapannya sendiri."
"Nyonya, tentang wanita semalam ...." Ia ragu memulainya.
"Apakah Bibi Chen mengenal wanita itu?"
"Tidak. Tuan Lucas belum pernah membawa wanita kemari selain Nyonya muda."
"Aku mengerti." Ia mengambil salad sayur, menusuknya menggunakan garpu. "Bibi Chen. Kamu sudah lama bekerja di sini, bukan? Kamu pasti mengenal bagaimana keseharian suamiku."
"Maksud, Nyonya?"
Illana sudah membuka mulut, tapi tak ada suara terdengar dari sana, tiba-tiba ragu untuk bertanya sesuatu. Bukankah sebaiknya ia berbicara langsung kepada Lucas?
"Nyonya."
"Tidak apa-apa. Aku akan segera pergi selesai sarapan."
"Baiklah. Aku akan mempersiapkan infuse water untuk Anda."
"Terima kasih."
***
Bohong jika Illana bersikap tenang saat suaminya tetap diam tanpa menjelaskan apa pun tentang situasi semalam. Entah sebanyak apa wanita itu memeriksa ponsel, berharap Lucas menghubunginya dan mengajak bertemu seperti pasangan lain saat mereka memiliki kesalahpahaman.
Ya, kesalahpahaman, jika itu memang benar.
Illana bisa saja menghubungi Lucas lebih dulu, tapi bukankah seharusnya pria itu memulainya? Illana tak memiliki hutang penjelasan terhadap apa pun.
"Apa saja yang dia lakukan sehingga tak berpikir menghubungi istrinya? Apa menemui wanita semalam?" Ia mulai berpikiran liar. "Dia berkata ingin membahasnya saat pagi, tapi justru melarikan diri sebelum aku bangun. Jadi, siapa yang tidak bertanggungjawab sehingga mengusik ketenanganku hari ini?"
Illana beranjak, saat membuka pintu—sekretarisnya sudah berdiri di sana. Kemungkinan Nora juga berniat masuk.
"Nora."
"Nona."
Mereka mengatakannya bersama.
"Katakanlah, Nora."
"Seorang jurnalis dari Z Magazine sudah datang, dan dia sedang menunggu Anda sekarang."
"Baiklah. Antar aku menemuinya."
"Baik, Nona."
Caroline, seorang jurnalis muda berkacamata dari Z Magazine mendatangi Cinnamon hari ini setelah mendapat persetujuan untuk mewawancarai Illana.
Setelah berbicara dengan Nora melalui telepon kabel milik resepsionis, ia memasuki lift menuju lantai dua puluh untuk menemui narasumber di ruang pertemuan.
"Selamat pagi, Nona Illana."
"Ah ya, silakan duduk. Kamu datang tepat saat pekerjaanku sedang senggang."
"Benarkah? Itu sangat bagus." Caroline duduk pada sofa di seberang Illana.
"Apa yang ingin kamu minum? Sekretarisku akan membuatnya."
"Aku bisa meminum apa pun, Nona. Santai saja, aku sangat mudah berbaur dengan situasi sekitar."
"Baguslah. Aku harap kamu bisa menikmati teh persik."
"Tentu saja."
Nora menyingkir setelah menerima tugas. Caroline mengeluarkan buku catatan berisi daftar pertanyaan yang sudah ia siapkan setelah berdiskusi dengan editor utama di kantornya. Sebuah Ipad untuk menulis jawaban narasumber, ia mulai mewawancarai Illana usai memastikan wanita itu benar-benar siap.
"Kami memiliki sedikit pertanyaan tentang hubungan romansa Anda, tapi jika Anda tidak bersedia menjawabnya, tidak apa-apa, Nona. Aku bisa menghapus poin ini."
Seperti ucapan Nora saat itu, Z Magazine memang menyinggung tentang privasi percintaan narasumbernya.
Illana tersenyum tipis, ia telah memikirkan ini selama berhari-hari, mungkin tidak masalah jika ia membuka sedikit 'rahasia kecilnya' kepada dunia.
"Aku tidak keberatan untuk menjawab seluruh pertanyaanmu, Nona Caroline. Lagipula aku manusia biasa, semua orang memiliki kisah percintaan mereka, bukan?"
"Tepat sekali. Anda sangat murah hati." Caroline begitu ceria. "Kami selalu merasa poin seperti ini mudah menarik perhatian pembaca, apalagi kisah romansa yang hangat dan manis dari pebinsnis atau aktor-aktor terkenal."
"Namun, Nona Caroline pasti tahu bahwa kisah asmaraku tidak berakhir baik, bukan?" Ia menyentil tentang perceraiannya.
"Ah. Memang benar, tapi semua itu sudah berlalu beberapa bulan. Aku juga mendengar CEO Royal Canon sudah bertunangan dengan orang lain, padahal Anda sangat cantik dan kompeten. Memang sulit menebak isi kepala para pria." Ia mengangkat cangkir tehnya, bersiap minum.
"Betul, tapi aku sudah menikah kembali."
Pengakuan Illana berhasil membuat Caroline menyemburkan tehnya, ia mendelik karena terkejut.
"Benarkah? Anda sudah menikah lagi? Kapan? Kami tak mengetahui apa pun." Ia segera membersihkan sisa-sisa cipratan air di sekitar bibirnya. "Maaf, Nona. Terkadang aku sangat ceroboh."
Illana tertawa pelan. "Tidak apa-apa, aku mengerti, tapi aku sungguh sudah menikahi seseorang." Ia mengangkat telapak tangan, menunjukan bukti kecil yang melingkar pada jari manisnya. "Ini cincin pernikahan kami."
"Nona, bisakah Anda memberitahu kami siapa pria beruntung itu?"
Illana bergeming, seharusnya ia tetap diam, atau menolak pertanyaan privasi itu, sehingga Caroline tidak perlu memancingnya semakin jauh.
"Maaf, Nona Caroline. Aku tidak bisa memberitahumu sejelas itu. Kami memang hanya mengundang pihak keluarga saja saat acara pemberkatan di gereja, kami belum mengadakan resepsi karena sibuk mengurus pekerjaan masing-masing."
"Pihak keluarga?"
"Ya. Jika memang pada akhirnya kamu mengetahui sesuatu, mungkin salah satu dari mereka telah membocorkannya."
"Ah. Aku akan menggali informasi ini lebih keras lagi." Caroline semakin bersemangat, membuat Illana tertawa sekaligus melupakan sejenak tentang kekesalannya terhadap Lucas.
Lalu, Caroline mengakhiri wawancara dengan menjelaskan bahwa besok atau lusa Illana wajib menghadiri pemotretan untuk sampul majalah serta dua lembar hasil wawancara yang akan dipublikasikan jika sudah mendapat persetujuan dari editor pusat.
***
Author note :
Nanti kalo udah 40 bab, aku publish novel kedua ya. Terima kasih (⌒o⌒)