NovelToon NovelToon
Mas Duda Next Door

Mas Duda Next Door

Status: tamat
Genre:Tamat / Duda / Ibu Pengganti / Pengantin Pengganti / Cinta Seiring Waktu / Dijodohkan Orang Tua / Terpaksa Menikahi Murid
Popularitas:1.1M
Nilai: 5
Nama Author: sinta amalia

Naas, kemarin Ceren memaksa hatinya untuk menerima Gilang, si teman sekolah yang jelas-jelas tidak termasuk ke dalam kriteria teman idaman, karena ternyata ia adalah anak dari seorang yang berpengaruh membolak-balikan nasib ekonomi ayah Ceren.

Namun baru saja ia menerima dengan hati ikhlas, takdir seperti sedang mempermainkan hatinya dengan membuat Ceren harus naik ranjang dengan kakak iparnya yang memiliki status duda anak satu sekaligus kepala sekolah di tempatnya menimba ilmu, pak Hilman Prambodo.

"Welcome to the world mrs. Bodo..." lirihnya.


Follow Ig ~> Thatha Chilli
.
.
.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

MDND ~ Bab 35

Hilman hanya menghela nafasnya kesal, gadis ini terlampau polos atau memang....."hah. Apa saya bilang, kebanyakan gaul sama asap rokok jadi otaknya ikutan item berasap, gelap..." jawab Hilman memancing delikan sinis Ceren, gadis itu menyenderkan badannya di sandaran jok.

"Ceren ngga nge-rokok! Dibilangin ngga percaya!"

"Bu'lek merokok? Merokok itu ndak baik bu'lek..." tegur bocah itu kembali menoleh ke belakang ikut-ikutan menuduh. Ceren bukannya marah, ia malah cekikikan, "kamu tuh mestinya ngomong sama yandamu, bukan sama bu'lek. Semua orang tau yanda perokok..." tunjuk Ceren tertawa puas, dan Hilman yang merasa malu sendiri dan memilih melajukan mobilnya keluar dari carport dan meminta Ceren menutup gerbang dengan sedikit ketus.

Ceren menatap tangannya yang kini digandeng Hilman, bukan terasa serr-serr'an melainkan ia menaikan alisnya merasa terhina, "bapak gandeng saya persis gandeng nenek orang..." ujarnya menepis tangan Hilman lalu dengan beraninya ia meraih tangan besar itu lagi dan menyematkan jemarinya diantara ruang kosong jemari besar Hilman, "kalo bapak mau keliatan sukses move on dari mantan, begini! Jadi kita keliatan mesra."

Kini Hilman yang menautkan kedua alisnya, niat beneran gandeng biar gadis ini ngga hilang tapi rupanya ia memang tak pernah peka, jika Hilman sedang berusaha membangun suatu hubungan, atau memang cara dirinya yang terlalu kaku, jadinya rasa peka Ceren tak sampai tercolek oleh sikapnya.

Menggandeng Kai di kanan dan Ceren di kirinya selepas keluar dari parkiran menuju supermarket mall terlebih dahulu.

Hilman sempat termangu sejenak ketika Ceren melakukan hal seberani itu dan merasakan debaran yang pernah terjadi sebelumnya saat ia mengencani bunda Kaisar dan beberapa pacarnya dulu jaman remaja, namun romansa itu justru dihancurkan oleh sikap lugu Ceren yang menganggapnya sedang pura-pura bahagia karena gagal move on, heuh! Si al!

"Ngga usah lah, lagipula saya tak peduli apa anggapan Melda..." sudah kepalang tanggung ia kesal pada Ceren, hingga menepiskan tautan jemari gadis ini.

"Dih, ya udah..." Ceren berjalan duluan, namun hal yang sama dilakukan Kaisar pada akhirnya, menepis genggaman ayahnya dan berlari mengejar Ceren, "bu'lek!!! Tunggu Kai!" kejarnya.

Dan apa selanjutnya? Ia yang dibuang putranya sendiri? Apa-apaan?!

"Ayo buruan!" ajak Ceren justru kini bergandengan dengan Kaisar seperti sepasang bocah bahagia.

Hilman mendengus sebal, kenapa jadi ia yang merasa tersisihkan dan cemburu oleh kebersamaan Kaisar dan Ceren sekarang. Merasa malu, so pasti! Ia ditinggal begitu saja oleh keduanya dan hanya bisa menyusul di belakang, seraya tangannya so sibuk membenarkan letak pad yang memang sudah benar sejak tadi.

"Yeee! Bu'lek, Kai mau naik troli!" tunjuknya ketika kedua manusia lintas generasi ini sudah memasuki pintu masuk supermarket, sempat Ceren melirik ke belakang dimana Hilman mengangguk menyetujuinya untuk masuk duluan bersama Kaisar.

"Oke lah, gaskeunnnn!" Ceren menarik satu troli besi itu dan mendorongnya masuk, "makasih pak." Ucapnya pada satpam yang menjaga deretan troli dan dibalas anggukan ramah.

"Ye..ye..." seru Kaisar senang.

"Oke here we gooo!" Ceren mengangkat tubuh kecil Kai, yang meskipun kecil namun berat dan berisi itu, "ampun gue!" tukasnya keberatan, "buruan itu kakinya masuk!" titahnya sudah tak bisa menahan beban tubuh Kaisar, "busettt, kamu tuh tadi pagi makan apa di rumah? Bu'lek padahal bikin nasi goreng, bukan oseng batu kali..."

Kaisar tergelak senang, "bukan. Karena Kai minum zat besi tadi!" ia menunjukan otot tangannya yang kempes dan garing, membuat Ceren meledakan tawanya mencibir, "wowww! Minum uu? Pantesan. Tapi apaan tuh, mana ototnya ngga keliatan...cuma keliatan bayangannya doang!" cibirnya lagi.

"Ihhh, bu'lek! Masa ngga keliatan otot kuat Kai...karena tiap hari Kai minum susu..."

.

Bukan Ceren yang memilih kebutuhan dapur, melainkan Hilman yang sedang teliti memilih kemasan-kemasan bahan kering dapur.

"Kai suka strawberry..." gumamnya, tangannya terulur ingin menaruh selai bertoples kaca itu ke samping, namun nyatanya kini ia benar-benar sendiri tanpa siapapun dan troli belanjaan, "ck. Ini kemana!" Hilman celingukan mencari kedua bocah nakal itu dan troli belanjaan mereka.

"Siap?!" alis Ceren naik turun diangguki Kai yang sudah mengu lum bibirnya bersiap tertawa, belum apa-apa bocah mangkok ini sudah ingin tertawa.

Ceren meluncurkan troli diantara koridor supermarket hingga membuat troli berisi Kaisar dan beberapa barang-barang melesat bebas, dan pecahlah tawa Ceren serta Kaisar.

"Astaghfirullah..." Hilman mengeluh pada Tuhan. Ia berjalan mendekati keduanya yang masih asik dan tertawa karena aksi kekanakan mereka, "kamu dorong itu, kalo trolinya nabrak orang, siapa yang tanggung jawab?!"

Ceren menoleh bersama Kaisar, "yanda...yanda...seruuu loh, aku kaya naik mobil balap! Yanda mau coba ngga?!" seru bocah itu, sementara Ceren nyengir kuda, "bapak lah." jawabnya tanpa dosa.

"Ck...." ia menaruh selai dan mengambil alih troli, mendorongnya dengan benar sekarang, "udah belanjanya, pak?" tanya Ceren.

"Sudah."

Keduanya antri di kasir sambil sesekali waktu diisi oleh celotehan Kaisar yang nyambung dengan Ceren.

Pandangan Hilman jelas tak bisa untuk tak menyimak ocehan dan aksi jahil keduanya yang saling colek. Kaisar jelas terlihat lebih....kata apakah yang cocok untuk menggambarkan Kaisar saat ini, cerah? Bahagia?

Hilman menenteng kedua kresek besar kebutuhan dapur, sementara Ceren menggandeng Kai menuju gerai es krim sundae.

"Pak, bapak ngga ngerasa gimana-gimana gitu, kalo maaf...bundanya Kaisar bawa Kaisar. Ngga ada ketakutan bapak kalo nantinya Kaisar dibawa kabur, atau Kaisar dicekokin sama persepsi buruk tentang bapak?" tanya Ceren saat keduanya kini sedang berjalan ke arah sebuah cafetaria diantara deretan foodcourt mall, mungkin karena akhir pekan jadinya kondisi mall begitu ramai.

Hilman menggeleng, ia sempat mengangkat sedikit tangannya demi membenarkan posisi gendongan, yap! Kaisar tertidur setelah lelah kesana kemari dan berujung main sebentar di playstation.

"Buat apa saya takut. Dia ibu kandung Kaisar, saat memilih keputusan berpisah saya dan ibunya Kai sudah tau resikonya untuk Kai. Meski tetap saja saya mengorbankan kebahagiaan Kai. Untuk persepsi buruk yang akan meracuni pikiran Kai....saya tidak peduli Melda akan bicara apa, yang jelas Kaisar yang akan merasakan kasih sayang saya...saya pikir, anak saya terlalu pintar dan polos untuk membenci saya."

Ceren mengangguk paham, "memangnya putra saya bilang apa sama kamu?" tanya Hilman balik.

Ceren menggeleng, "ngga ada." Ceren mengeratkan pegangannya di kedua kresek belanjaan, menskip cerita Kai tadi pagi.

Ceren celingukan mencari sosok seingatnya di foto berfigura, matanya menyisir seluruh meja area gerai, namun rasanya ia tak menemukan.

"Disana." tunjuk Hilman dengan dagunya, ke arah wanita cantik yang tengah duduk memangku kaki dan bermain ponsel.

"Ah iya..." Ceren menyamai langkahnya dengan Hilman. Tak ada rasa minder darinya menemui mantan istri Hilman yang menurut Fira perfectnya itu ngga ada obat.

Pandangan Melda mendarat pada sosok pria yang pernah hidup bersamanya selama 3 tahun, "mas..." sapanya dengan raut wajah sumringah, persis ketemu sama surveyor bank.

Ceren langsung mengernyit, "eh."

Kini sepasang netra yang tajam karena terpoles maskara dan eyeliner itu memandang Ceren, "ini..."

"Saya Ceren," jawab Ceren.

"Istri kamu, mas?" tembaknya memandang tak percaya sekaligus meremehkan, "ya ampun, ini mah cocoknya jadi adek." tawanya tak lucu.

"Canda...canda..., hay aku Melda, bundanya Kaisar..." sapanya memgukuhkan bahwa ia adah orang istimewa untuk Kai, dan mantan orang istimewa untuk Hilman, "duduk deh.." pintanya pada Ceren.

Ceren yang awalnya saja sudah merasa jika akan ada drama sang mantan kurang ajar itu hanya mencebik, ngga usah makasih! Bukannya langsung duduk Ceren justru menggeser kursi kayu dari meja sebelah. Tidak duduk di sofa nyaman yang dipilih Melda di pojokan gerai.

"Loh, kenapa? Ini padahal kosong loh, sofa juga lebih enak dari kayu yang keras...." sahut Melda menyadari aksi di luar nurul Ceren.

"Ngga apa-apa tante. Udah biasa duduk di kursi kayu. Mencegah berubahnya struktur tulang punggung. Sofa memang nyaman tapi tidak ergonomis, memang dampaknya ngga sekarang, tapi kelamaan nanti mungkin punggung kita yang berubah bentuk. Ceren ngga mau nanti jadi bungkuk." jawabnya diplomatis, kemudian ia memajukan wajahnya, "sofa memang nyaman sih tante, tapi dampaknya buruk...." bisiknya.

"Kalo masalah keras sih---" Ceren mengangguk-angguk serius, "udah terbiasa sama hidup yang keras, apalagi kalo mulutnya orang julid, beuhh! Udah kaya isian rujak tiap hari." ia terkekeh sendiri membuat Melda hanya bisa menarik senyuman getir.

"Hm. Ribet ya hidup kamu..." cibirnya, "ya udah lah..mau pesen apa? Biar aku pesenin."

Sosok mungil yang sejak tadi terlelap di pundak ayahnya itu terbangun dengan wajah bantalnya, "yanda..."

"Kaisar, sayang..." sapa Melda merentangkan kedua tangannya ke arah Kaisar, "bunda?"

"Ya sayang..." ia memaksa meraih Kaisar dari tangan Hilman, "sini mas.." Hilman menyerahkan putranya itu dan duduk di bangku yang ujungnya, ia pun ikut-ikutan menarik kursi kayu.

Cih! Ceren merotasi bola matanya, kepingin keliatan harmonis konon!

Interaksi kedua anak-ibu di depan menjadi tontonan sepasang suami istri ini, Hilman masih memilih kopi apa yang akan ia pesan, sementara Ceren...ia hanya bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Tau gini mending bantuin petani demo harga pupuk naik di senayan!

Kaisar memandang Ceren, "bu'lek." panggilnya membuat ibunya bereaksi, "kok manggilnya bu'lek, Kai?" ia tersenyum-senyum nyengir menatap Ceren dan Hilman bergantian, meski sebenarnya terlihat jelas di wajahnya ia tengah menghina Ceren, dasar nenek lampir. Kini ia tau mulut julid Kaisar dan sifat menyebalkannya darimana.

"Iya. Itu bu'lek..." tunjuk Kai.

"Oh iya! Kai manggil saya bu'lek. Bu'lek itu artinya ibu kecil kan? Mungkin kalo sampe saya tua Kai tetap manggil saya bu'lek, itu artinya wajah saya tetap terlihat awet muda, terlihat kecil dan menggemaskan...." jawabnya lagi so imut.

Dipandangnya Hilman yang masih datar juga asik dengan dunia perkopian, entah apa yang membuatnya bingung memilih, padahal kan rasa kopi ya gitu-gitu aja ngga akan ada kopi rasa jengkol.

"Ya." Singkatnya menjawab, membuat Ceren mencebik, punya mulut mubadzir amat!

"Saya dan Ceren hanya sebentar disini, kebetulan sekalian belanja." pria ini akhirnya angkat bicara, kini pandangannya beralih pada Kai yang berada si sebelah Melda, "Kai, bunda bilang hari ini sampai besok sore...Kai nginep di rumah bunda dulu?"

Kini bocah dengan rambut mangkok itu justru beralih memandang Ceren dengan tatapan sendu, "yaa, jadi kita ngga jadi main kemah-kemahan bu'lek?" sesal bocah itu membuat manusia-manusia dewasa ini menatap tak percaya.

Ceren menggeleng, "jadi dong! Kan masih ada besok, ada hari lusa, ada besoknya dari lusa." Senyumnya.

Kaisar mengangguk, "oke deh. Bu'lek janji ya..."

"InsyaAllah!" namun Ceren telah mengacungkan kelingkingnya.

Kaisar tertawa kecil.

.

.

.

.

.

1
🌽Mrs.Yudi🍇𝐙⃝🦜
Woah...akhirnya bisa juga sampe disini, setelah sempat mini hiatus gantian sama mbksin wkwkwk
happy ending buat pasangan mas bodo dan cerenia, happy selalu bersama keluarga...makasih mbk sin, udah bikin novel yg greget kayak maa bodo
next, going to the next novel, gio adik bontotnya mas tama ya
Bubble
paaak,, y ampun..bawa2 fisik niih mentang2 aji item dekil 😁😁
oca rm
ditunggu extra partnya kak
dhani mnz
ya Allah.. Baca ginian pas bosen dengerin meeting. mau ngakak tp takut dosa.. ya Allah racun tenan. /Smirk/
dwi alfiah
blm sampai tempat tujuan kak shin
Ratna Nur Prihatiningsih
Luar biasa
Bubble
kiw.. kiw... 😁😁
Bzaa
otor... cerita mas rambut mangkok gak ada boncapnya nih... 😉
kopi sudah otewe ya..
Bubble
Luar biasa
Bubble
kok aku ngakak,, bayangin Aji mkn dpn kepsek yg modelan kulkas 2 pintu 🤣🤣🤣
Dizzah Afkar
thorrrr kasi bonus extra prat nya dongggggggggggggggggg
Marliyanipratama
ya Allah kenapa kesan nya kok merasa mau tamat yah...?? sedih ya Allah Ampe segukan ke aku yg ngalamin😭😭😭😭
🌽Mrs.Yudi🍇𝐙⃝🦜
wkwkwk kai...kai....
🌽Mrs.Yudi🍇𝐙⃝🦜
speechless aku di episode ini 🤐
abhipraya
yakinnnn...aku g caya,goyah goyah ndak usah sombong deh musuh terbesar manusia adalah nafsu diri sendiri
Riska Saputri Saputri
Luar biasa
🌽Mrs.Yudi🍇𝐙⃝🦜
ya ampun mel, mel, kelakuanmu semoga dimaafkan sama para korban dan keluarga, dasar murah sih!
🌽Mrs.Yudi🍇𝐙⃝🦜
walah...ada aja cobaan kalean yang mbksin berikan ya...hmmmm
🌽Mrs.Yudi🍇𝐙⃝🦜
asyemm wkwkwk
🌽Mrs.Yudi🍇𝐙⃝🦜
kalo bisa ga merokok depan ceren dan kai, ya ayolah mas, ga usah merokok juga saat keduanya ga bersama, cari me time yang sehat aja
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!