Lulu, seorang yatim piatu yang rela menerima pernikahan kontrak yang diajukan Atthara, demi tanah panti asuhan yang selama ini ia tinggali.
Lulu yang memerlukan perlindungan serta finasial dan Atthara yang memerlukan tameng, merasa pernikahan kontrak mereka saling menguntungkan, sampai kejadian yang tidak terduga terjadi. “Kamu harus bertanggung jawab!”
Kebencian, penyesalan, suka, saling ketertarikan mewarnai kesepakatan mereka. Bagaimana hubungan keduanya selanjutnya? Apakah keduanya bisa keluar dari zona saling menguntungkan?
Note: Hallo semuanya.. ini adalah novel author yang kesenian kalinya. Semoga para pembaca suka..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Hukuman
Lulu dan Atthara sedang makan malam di ruang makan. Keduanya dikejutkan dengan kedatangan Nenek Rahma dan sopirnya. Lulu segera menghampiri Nenek Rahma dan mencium punggung tangan beliau.
“Bagaimana keadaanmu?” tanya Nenek Rahma.
“Baik, Nek. Bagaimana perjalanan ziarah, Nenek?”
“Semuanya lancar. Lain kali kamu harus ikut!” Lulu mengangguk.
“Apa Nenek sudah makan?”
“Belum.”
“Mbak Betty, tolong siapkan piring untuk Nenek.”
“Baik, Nona Muda.”
“Kamu lanjutkan makanmu! Nenek bisa sendiri.” Tolak Nenek Rahma saat Lulu akan mengambilkan nasi untuk beliau.
Lulu menurut dan kembali ke kursinya. Mereka makan Bersama sambil sesekali Nenek Rahma menceritakan perjalanannya. Selesai makan, mereka bersantai di ruang tamu dan Nenek Rahma mulai membuka pembicaraan.
“Kenapa kalian tidak mengatakan apapun?”
“Kalau Nenek sudah tahu, untuk apa kami mengatakannya?” tanya Atthara santai.
“Jadi, kalau Nenek tidak tahu kamu akan tetap menyembunyikannya?”
“Bukan menyembunyikannya, aku hanya menunggu waktu yang tepat!”
“Kapan itu?”
“Seperti sekarang ini mungkin?”
“Dasar cucu durhaka!” Lulu tidak terbiasa dengan percakapan nenek dan cucu yang ada di hadapannya sehingga ia tidak mengerti apa yang mereka maksud saat ini.
“Apakah luka Lulu parah?”
“Dijahit 5 dan minggu depan baru bisa melepas benang jahitan.”
“Kamu sudah menderita.” Kata Nenek Rahma yang menangis sambil menggenggam tangan Lulu.
“Tidak apa-apa Nenek, Lulu baik-baik saja.”
“Bagaimana bisa kamu bilang baik-baik saja kalau kamu sampai mendapatkan luka! Atthara! Kenapa kamu tidak menolong Lulu!” kesal Nenek Rahma.
“Jangan salahkan Mas Attha, Nek. Mas Attha sedang sakit hari itu, di tambah obat yang diberikan Agnes membuatnya lemah. Beruntung Mas Attha masih bisa menjaga kesadarannya, kalau tidak aku tidak bisa membayangkannya.”
“Kamu jangan membelanya!” Lulu tersenyum seraya menyenderkan kepalanya di bahu Nenek Rahma.
Nenek Rahma dengan lembut mengusap kepala Lulu. Beliau merasa sayang kepada cucu menantunya hingga merasa marah saat Lulu terluka. Atthara yang melihat pemandangan tersebut hanya diam. Ia tidak menyangka Lulu akan membelanya.
“Tuan Muda, ada tamu yang mengatakan Namanya “X”.” kata Betty.
“Suruh dia kemari!” Betty mengangguk.
Seorang Perempuan dengan setelan serba hitam datang Bersama Betty dan memperkenalkan Namanya sebagai “X”. Atthara mengatakan jika “X” akan menjadi pengawal Lulu ke depannya. Ia merasa tidak tenang meninggalkan Lulu tanpa pengawasan sehingga meminta Bobby mencarikannya pengawal Perempuan untuk Lulu.
“Aku hanya di rumah saja tidak memerlukan pengawal, Mas.” Lulu merasa terbebani.
“Terima saja, Nak. Itu untuk kebaikanmu!” Nenek Rahma
“Aku tahu kamu bisa menjaga diri, tetapi lebih baik jangan turun tangan sendiri! Apa kamu tidak ingin ujian?”
Lulu menepuk dahinya. Ia lupa jika sebentar lagi akan ada ujian semester yang mana diadakan di salah satu SMA pilihan.
“Tapi apakah aku harus memanggilnya “X”?”
“Berikan dia nama!”
“Kenapa aku yang memberikan nama?”
“Kamu adalah Tuan yang dilayaninya, nama akan mengikatnya denganmu! “X” adalah nama agennya.”
“Menurut Nenek, nama apa yang bagus?”
“Yang gampang diucapkan saja, seperti Lala atau Lili yang mirip dengan panggilan kamu.”
“Kalau begitu, aku pilih Lala.”
“Kamu dengar?”
“Ya, Tuan Muda. Saya Lala, akan melindungi Nona Muda dengan segenap jiwa dan raga.” Atthara mengangguk.
Hari sudah malam, Nenek Rahma memutuskan untuk menginap. Atthara dan Lulu kembali ke kamar mereka setelah memastikan Nenek Rahma beristirahat dengan baik.
Persidangan Agnes akhirnya dibuka 2 hari kemudian. Atthara dan Lulu terbang ke kota S untuk menghadiri persidangan. Selama persidangan, Atthara dan Lulu bertindak sebagai korban sekaligus saksi karena tidak ada bukti selain hasil pemeriksaan rumah sakit dan pisau yang digunakan melukai Lulu.
Apa yang mereka lakukan merupakan penyerangan dengan senjata yang mengakibatkan luka fisik, ditambah percobaan penculikan yang mereka lakukan, ketiganya dijatuhi hukuman penjara 10 tahun. Dua laki-laki yang membantu Agnes hanya bisa terduduk lemas mendengar vonis yang dijatuhkan untuk mereka, sedangkan Agnes menyuarakan keberatan.
“Aku keberatan! Perempuan itu telah merebut orang yang aku cintai! Dia sudah sepantasnya mendapatkan Pelajaran! Aku tidak terima!” teriak Agnes histeris.
Semua orang yang menghadiri siding melihat Agnes dengan tatapan kesal. Bagaimana bisa hal tersebut dijadikan pembelaan tidak berdasar? Lulu dan Atthara tidak menghiraukannya karena urusan mereka telah selesai.
“Tunggu!” Julia menghentikan mereka.
“Katakan kalian mengampuni Agnes! Agnes tidak pantas dipenjara selama 10 tahun!” imbuhnya.
Atthara tidak menghiraukannya. Ia menggandeng Lulu dan membawanya keluar dari ruang persidangan karena telinganya sudah gatal mendengar teriakan Agnes.
“Atthara! Bagaimanapun Agnes adalah saudaramu, tidakkah kamu memiliki belas kasihan?” Baskara buka suara.
Ia sudah mencoba semua yang ia bisa termasuk menyewa pengacara handal. Tetapi semuanya percuma karena bukti-bukti memberatkan Agnes. Ditambah Agnes yang marah setiap kali nama Lulu disebutkan.
“Aku sudah pernah memperingatkannya sebelumnya! Jika dia mendengarkanku, seharusnya tidak ada penyerangan! Tapi dia tidak mendengarkan peringatanku! Salahkan anak kalian!”
Mereka juga baru mengetahui ada percobaan penculikan saat mendengarkan gugatan saat persidangan. Julia merasa lemas, baskara menangkap tubuh istrinya sebelum sempat terjatuh. Ia melihat punggung Atthara dan Lulu yang menjauh.
Dari pengadilan, Atthara membawa Lulu ke kantor cabang untuk menyelesaikan urusannya yang sempat tertunda karena penyerangan hari itu. Atthara meminta Lala untuk menemani Lulu selama ia menghadiri rapat.
“Nona Muda, kenapa?” tanya Lala yang melihat Lulu berkeringat.
“La, sepertinya aku mau haid.”
“Apakah perlu ke rumah sakit?” Lulu menggeleng.
“Belikan aku pembalut saja.” Lala mengangguk.
Sebelum pergi ia mengirimkan pesan kepada Atthara jika ia akan keluar membelikan pembalut untuk Lulu. Lala juga meminta Risa, menjaga Lulu sementara dirinya pergi.
Lulu menahan rasa nyeri di perut bagian bawahnya. Ia tidak pernah merasakan nyeri haid selama ini. Ini adalah kali pertama ia merasakannya. Bahkan air jahe yang dibuatkan Risa, tidak bisa meredakan rasa nyerinya. Risa yang melihat Lulu berkeringat mengambil tisu dan mengusap keningnya. Ia juga memberikan pijatan ringan di punggung Lulu.
Atthara yang sedang ada di Tengah rapat tidak sempat membuka ponselnya, sehingga tidak tahu keadaan Lulu saat ini.
“Nona Muda!” seru Lala yang sudah kembali.
“Ayo ke kamar mandi!” Lala mengangguk.
Lala menuntun Lulu ke kamar mandi dan menunggunya di depan kamar mandi. Lulu menunggu di kamar mandi sampai darah haidnya keluar, sehingga tidak mengotori pakaiannya. Lulu keluar dari kamar mandi setelah mengenakan pembalut. Tetapi ia pingsan saat akan memanggil Lala. Lala yang mendengar sesuatu, terkejut mendapati Lulu sudah terkapar di dekat wastafel.
“Nona Muda!”
selamat menjalankan ibadah puasa kak🤗