NovelToon NovelToon
Black World

Black World

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Horror Thriller-Horror
Popularitas:449
Nilai: 5
Nama Author: GrayDarkness

Bacin Haris seseorang mencari ibunya yang hilang di dunia lain yang disebut sebagai Black World. Dunia itu penuh dengan kengerian entitas yang sangat jahat dan berbahaya. Disana Bacin mengetahui bahwa dia adalah seorang Disgrace, orang hina yang memiliki kekuatan keabadian. Bagaimana Perjalanan Bacin didunia mengerikan ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GrayDarkness, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Endless Horrors

Ruang di depannya masih dipenuhi sisa-sisa daging busuk dan darah hitam yang merayap di lantai seperti sesuatu yang masih hidup. Bau anyir yang semakin menusuk membuat perut Bacin hampir berontak, tapi ia memaksa dirinya untuk terus berjalan.

Tangga menuju ke atas tampak di ujung lorong, remang-remang dengan cahaya redup dari lampu yang berkedip seolah akan padam kapan saja. Setiap langkah yang diambilnya menggema, menciptakan suasana yang semakin mencekam. Ia tahu, Viktor Lenz ada di atas. Ia juga tahu, ini tidak akan semudah itu.

Saat Bacin menaiki anak tangga pertama, suara berderak terdengar di belakangnya. Ia berhenti sejenak, menoleh perlahan—dan mendapati dinding lorong yang tadi penuh darah kini berdenyut seperti daging hidup. Jantungnya berdegup kencang. Dinding itu bergetar, dan perlahan, dari sela-sela celahnya, tangan-tangan hitam kurus dengan jari-jari panjang mulai merayap keluar.

Suara bisikan mulai terdengar di kepalanya. “Jangan naik… Jangan naik… Dia menunggumu di sana… Kau akan mati…”

Bacin menggelengkan kepala, menggenggam kapaknya lebih erat. Ia mempercepat langkahnya menaiki tangga. Tapi semakin tinggi ia naik, bisikan itu semakin keras, berubah menjadi jeritan yang menyayat telinga.

Setibanya di lantai atas, ia menemukan dirinya berada di koridor panjang dengan pintu-pintu besi di setiap sisi. Ada rantai besar yang menggantung dari langit-langit, berayun perlahan seolah baru saja digunakan untuk sesuatu. Bau busuk semakin tajam.

Bacin melangkah maju, mencoba mengabaikan suasana mengerikan di sekelilingnya. Namun, langkahnya terhenti saat salah satu pintu di depannya bergetar hebat, seolah ada sesuatu yang mencoba keluar dari dalam.

"Tok… Tok… Tok…"

Suara ketukan pelan terdengar dari balik pintu besi itu.

Lalu, dalam hitungan detik, ketukan berubah menjadi gedoran keras yang menggema di seluruh lorong. Pintu besi itu mulai melengkung keluar, seolah sesuatu yang sangat kuat sedang berusaha menerobos.

Bacin menegang, bersiap dengan kapaknya.

Kemudian—pintu itu hancur berantakan.

Dari balik kegelapan, sesuatu merangkak keluar. Tubuhnya seperti manusia, tetapi kulitnya robek di berbagai bagian, matanya hitam kosong tanpa bola mata, dan mulutnya penuh dengan gigi tajam yang bergerigi hingga ke pipinya.

Makhluk itu merangkak di lantai dengan gerakan yang tidak wajar, lehernya berputar hingga 180 derajat untuk menatap Bacin.

Dan kemudian, ia tersenyum.

"Selamat datang," bisiknya dengan suara parau yang menusuk.

Bacin menggertakkan giginya. Ia tahu, ini hanya permulaan.

Bacin tidak ragu. Dengan teriakan penuh kemarahan, ia mengayunkan kapaknya ke arah makhluk itu. Bilah tajamnya melesat menebas kepala monster itu—namun, sebelum kapaknya mengenai sasarannya, kepala makhluk itu tiba-tiba membelah menjadi dua, membuka seperti rahang serangga, menghindari tebasannya dengan cara yang tidak masuk akal.

Dari dalam mulutnya yang menganga, tentakel-tentakel hitam berlendir mencuat dengan kecepatan luar biasa, mengarah ke Bacin.

Bacin melompat ke belakang, nyaris menghindari tentakel itu yang menghantam lantai dan meninggalkan lubang besar. Ia tidak bisa membiarkan makhluk ini bermain-main dengannya.

Dengan cepat, ia menyerbu lagi, mengayunkan kapaknya berkali-kali. Setiap serangan menghancurkan tentakel yang berusaha meraihnya, membuat cairan hitam menyembur ke dinding dan lantai. Namun, setiap tentakel yang ditebas, dua lainnya tumbuh menggantikannya.

Bacin mendengus frustrasi. "Brengsek, kau bukan tipe yang mudah mati, ya?"

Makhluk itu menjerit, suara parau menusuk gendang telinga. Tubuhnya mulai merangkak naik ke dinding seperti laba-laba, bergerak cepat di atasnya sambil terus mengeluarkan tentakel dari punggungnya.

Bacin tahu ia tidak bisa terus bertahan dalam posisi ini. Ia harus menghancurkan makhluk itu secepat mungkin.

Dengan cepat, ia menghindari serangan-serangan yang datang dan melompat ke arah dinding yang masih kokoh. Dengan satu ayunan kuat, ia menghancurkan pipa besi yang menempel di sana, menyebabkan uap panas menyembur keluar.

Uap panas mengenai makhluk itu, membuatnya berteriak kesakitan. Tubuhnya menggeliat, kulitnya yang berlendir mulai mengelupas. Ini adalah celahnya!

Bacin mengerahkan seluruh kekuatannya, berlari ke depan, lalu dengan satu gerakan cepat, ia mengayunkan kapaknya ke arah tubuh makhluk itu—dan kali ini, bilah tajamnya berhasil membelah tubuh makhluk itu menjadi dua.

Cairan hitam menyembur ke mana-mana, suara jeritan menggema di sepanjang lorong, sebelum akhirnya makhluk itu jatuh ke lantai, diam tanpa pergerakan.

Bacin terengah-engah, menatap mayat monster itu yang mulai larut menjadi genangan hitam pekat. Ia tidak bisa buang waktu. Ia harus segera menemukan Viktor Lenz sebelum lebih banyak makhluk seperti ini bermunculan.

Tanpa membuang waktu, ia kembali melangkah, menyusuri lorong yang semakin gelap.

Bacin berjalan dengan hati-hati di lorong yang semakin gelap dan penuh dengan bau anyir darah yang menusuk hidung. Lantainya lengket seakan dilumuri sesuatu yang tak ia ingin ketahui. Setiap langkahnya menghasilkan suara kecipak yang mengganggu pikirannya. Dinding-dinding lorong itu dipenuhi bekas cakaran dan bercak darah kering, seolah tempat ini pernah menjadi saksi dari sesuatu yang mengerikan.

Di ujung lorong, Bacin melihat sebuah pintu besar dari besi yang tampak lebih terawat dibandingkan sekitarnya. Itu pasti jalan menuju Viktor Lenz. Ia mempercepat langkahnya, namun sebelum sempat menyentuh gagang pintu, suara gemeretak terdengar dari belakangnya.

Bacin menoleh dengan cepat—dan seketika darahnya membeku.

Dinding-dinding di lorong itu mulai bergerak. Tidak, bukan dindingnya yang bergerak, tapi sesuatu di dalamnya. Lapisan daging yang menutupi tembok perlahan merobek dirinya sendiri, dan dari sana muncul tangan-tangan kurus panjang dengan jari-jari yang terlalu banyak. Tangan-tangan itu mencakar udara, seakan mencari sesuatu—atau seseorang.

Bacin mundur selangkah, tetapi kemudian suara aneh lainnya terdengar. Di belakangnya, dari lantai yang licin itu, muncul kepala manusia—atau setidaknya sesuatu yang menyerupai kepala manusia. Mulutnya menganga lebar, terlalu besar untuk wajahnya, dan dari dalamnya, terdengar bisikan-bisikan yang tidak jelas.

“Tidak… Tidak mungkin…” Bacin bergumam, matanya melebar saat makhluk-makhluk itu mulai bergerak ke arahnya.

Tidak ada waktu untuk berpikir. Ia meraih kapaknya dengan erat dan langsung mengayunkan senjatanya ke tangan-tangan yang merayap ke arahnya. Daging dan tulang terbelah, namun tangan-tangan itu terus bertumbuh kembali, seakan menertawakan usahanya.

Bacin menoleh ke pintu besi di depannya. Itu satu-satunya jalan keluar dari mimpi buruk ini. Tanpa ragu, ia mendorongnya dengan sekuat tenaga—tertutup.

Sial!

Makhluk-makhluk itu semakin dekat, tangisan dan bisikan mereka terdengar semakin nyaring di telinganya. Bacin menendang pintu dengan seluruh kekuatannya, mencoba menghancurkannya.

BRAK!

Pintu itu sedikit bergeser.

BRAK!

Sekali lagi!

BRAK!

Pintu terbuka!

Bacin langsung menerobos masuk dan menutupnya dengan cepat. Suara gedoran dan cakaran terdengar dari balik pintu, tetapi setidaknya untuk sementara, ia aman.

Ia menoleh, mengatur napasnya, dan menatap ruangan yang kini dimasukinya.

Ruangan itu luas, dengan lampu-lampu gantung yang menyala redup. Dindingnya penuh dengan rak buku besar, dan di tengah ruangan, ada meja panjang dengan berbagai dokumen berserakan.

Di ujung ruangan, seorang pria duduk dengan santai, kakinya disilangkan di atas meja.

Dengan senyum kecil yang penuh rasa percaya diri, pria itu menatap Bacin.

“Sudah kuduga kau akan sampai di sini,” katanya dengan suara rendah dan tenang.

Bacin mengangkat kapaknya, bersiap bertarung. “Kau Viktor Lenz?”

Pria itu menyeringai. “Benar sekali. Dan aku sudah menunggumu.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!