Aulia, gadis sederhana yang baru saja bekerja sebagai office girl di kantor megah milik CEO ternama yang dikenal kaku dan sulit didekati, tiba-tiba menjadi pesuruh pribadinya hanya karena kopi buatan Aulia.
Hayalannya menjadi karyawan yang baik dan tenang hancur seketika akibat bosnya yang tukang suruh-suruh hal yang tidak-tidak semakin membuatnya jengkel.
Sifatnya yang ceria dan kelewat batas menjadi bulan-bulanan bosnya. Akankah ia mampu bertahan demi uang yang berlimpah? Atau...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alensvy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mati Kelaparan (2)
Aulia di beri izin masuk oleh Teddy yang posisi meja kerjanya diluar ruangan Aldiano. Begitu masuk, ia melihat Aldiano tengah sibuk dengan laptopnya. Ia bahkan tidak mengangkat wajahnya ketika Aulia berdiri dri depannya.
"Ada apa?" tanyanya tanpa menoleh.
Aulia dengan cepat meletakkan kartu itu di atas meja dengan sedikit menepuknya.
"Pak, saya balikin ini."
Aldiano lahirnya menatapnya lalu menoleh ke kartu di mejanya. "Kenapa?"
"Saya gak nyaman disana banyak yang ngeliatin saya seolah saya nggak pantas ada di sana." keluhnya panjang lebar.
"Biarkan saja." balasnya santai.
"Ya Pak Bos gampang ngomongnya. Saya yang jadi pusat perhatian karena seragam saya. Rasanya juga kayak alien yang nyasar ke dunia manusia."
Aldiano hanya menatap nya sebentar sebelum akhirnya mengambil kembali kartu itu tanpa protes lebih lanjut.
"Udah deh, Pak. Saya makan di kantin biasa aja. Aman, nyaman dan gak ada yang ngeliatin aneh-aneh." ujar Aulia sambil bersedekap.
"Kau tidak harus peduli dengan tatapan orang lain."
"Ya, saya juga mikir gitu awalnya. Tapi tetep aja, Pak. Saya mau makan dengan damai bukan sambil jadi tontonan."
Aldiano terdiam sejenak sebelum akhirnya berbicara.
"Baiklah. Lakukan sesukamu."
"Nah, gitu dong Pak Bos. Terima kasih atas niat baiknya, tapi saya lebih suka tetap di habitat saya sendiri."
Tanpa menunggu jawaban, Aulia berbalik dan keluar dari ruangan merasa sedikit lega.
Dengan semangat baru setelah mengembalikan kartu kantin, Aulia bergegas ke kantin karyawan biasa. Dia membayangkan makan siang sederhana tapi nikmat. Nasi hangat, ayam goreng, sambal plus es teh manis.
Namun begitu tiba di kantin, kenyataan menamparnya.
Kantin sudah sepi. Kursi-kursi telah kosong. Meja-meja pun bersih tanpa satu piring tersisa. Dan yang paling menyakitkan, warung makannya sudah tutup.
Aulia menatap jam dinding. Waktu istirahat sudah habis!
Dia menutup mata menarik napas panjang lalu menghembuskan dengan pasrah.
"Astaga.. Aku belum makan dari tadi." gumamnya sambil memegang perutnya yang berbunyi pelan, mengingatkan sejak pagi hanya sebungkus roti yang masuk dalam tubuhnya.
Dengan wajah murung, Aulia menyeret langkahnya kembali ke ruangan khusus OB dan OG.
Setibanya disana, Rani menatapnya dengan bingung.
"Loh, Aul? Kok balik cepet? Mana makanannya?"
Aulia meletakkan kepalanya di atas meja dengan dramatis.
"Gak ada.."
"Hah?"
Aulia mengangkat wajahnya dan mengerang.
"Aku balik ke kantin biasa, tapi waktu istirahat udah habis. Kantinnya bahkan udah tutup!" mendengar penjelasan Aulia, Rani langsung menutup mulutnya menahan tawa.
"Ya ampun, nasib lu apes banget sih hari ini. Pantesan tadi waktu beresin kantin eksekutif, aku gak lihat kamu."
"Parah, Ran. Aku bener-bener gak makan dari pagi loh. Perutku udah sampe konser dangdut ditambah jantung yang jedag jedug."
"Harusnya tadi kamu tetep makan aja di kantin eksekutif."
Aulia mendengus. "Gak ah. Aku gak suka diliatin kayak orang aneh."
Rani menatapnya dengan ekspresi iba lalu menepuk pundaknya pelan. "Turut berduka cita, Aul."
"Ini bukan bercanda, Ran. Aku beneran laper!"
"Terus gimana dong?"
"Gak tau. Aku udah terlalu lemas buat mikir." ujar Aulia sambil mengangkat bahu lemas.
Rani tertawa kecil. "Sabar ya, pulang nanti langsung makan aja."
"Iya. Mau gak mau ya begitu."
Setelah jam kerja berakhir, Aulia berjalan intai keluar gedung perutnya terasa semakin kosong dan tenaganya hampir habis. Saat melewati area parkir, seseorang berjalan ke arahnya.
"Eh, Aulia?"
Aulia mengangkat wajahnya perlahan. Sosok pria dengan kemeja rapi dan jas abu-abu berdiri di depannya–Teddy, sekretaris pribadi Aldiano.
"Kamu kenapa kok lemes gitu?" tanya Teddy sambil menatapnya sedikit heran.
"Laper, Mas.."
"Loh, kenapa gak makan?"
Aulia menghela kapas panjang sebelum mulai curhat.
"Jadi gini, tadi kan saya masak buat Pak Bos, ya? Nah dia makan semua tanpa nawarin ke saya. Terus saya ke kantin, eh.. Udah tutup. Jadi ya begini, saya kelaparan."
Teddy mendengar dengan ekspresi tertahan lalu sedikit tersenyum. "Jadi seharian kamu belum makan?"
Aulia mengangguk dengan ekspresi menderita.
"Kalau gitu, ayo makan bareng. Aku traktir."
Aulia mengangkat wajahnya kaget. "Hah? Gak usah, Mas. Saya pulang aja. Mau makan di rumah. Udah gak kuat kalau harus mampir-mampir lagi."
"Serius? Nanti kalau di jalan makin lemas gimana?"
"Gapapa, Mas. Saya udah biasa lapar kok."
"Baiklah, tapi lain kali kalau butuh sesuatu diluar jam kerja, jangan sungkan bilang, ya?" tawar Teddy lalu tersenyum dan meninggalkan Aulia yang terkulai lemas.
"Aneh banget. Di kantor sok kaku. Di luar sok akur." gumam Aulia.
"Bodo ah! Aku laper banget." lanjutnya lagi lalu dengan cepat berjalan menuju halte dan ingin cepat-cepat sampai kos saja.
.
.
.
Next👉🏻
Dalam dunia kerja, tidak ada adaptasi dengan dikasih waktu berkeliling. Perusahaan manapun waktu adalah uang, dan mereka tidak mau yang namanya rugi.
kalo diterima itu artinya sudah siap langsung bekerja. perkara tidak tahu, biasanya diminta untuk bertanya pada senior/pegawai yang sudah lama bekerja. itu logik bukan hujatan ya.
Tolong riset dulu ya biar logik ceritanya
dibandingkan temui, pilih kata 'menghadap' karena ini lingkungan kerja. Ada SOP jelas yang harus diperhatikan dan ditaati pegawai.
"Silahkan langsung menuju lantai lima belas. Kamu menghadap ke Pak Edwin bagian HRD," jawabnya bla bla
"Permisi. Saya Aulia, Office Girl yang baru. Mau lapor dulu nih, biar dibilang rajin," ujarnya