KEHADIRANMU MENGUBAH HIDUPKU bukan sedekar bicara tentang Cinta biasa namun tentang perjalanan hidup yang mereka lalui.
Diambil dari sebuah kita nyata perjalanan Hidup sebuah keluarga yang berasal dari keluarga miskin. Perselisihan dalam rumah tangga membuat Anak mereka yang baru lahir menjalani kehidupan tanpa seorang ayah. Sampai anaknya tumbuh dewasa. Perjalanan sebuah keluarga ini tidaklah mudah deraian air mata berbaur dalam setiap langkah mereka. Kehidupan yang penuh perjuangan untuk sebuah keluarga kecil tanpa adanya kepala keluarga. Mereka lalui dengan ikhlas hingga mereka menemukan kebahagiaan yang sedikit demi sedikit mereka dapatkan dan membuat mereka semua bahagia.
Bagaimanakah perjalanan kisahnya?
Ikuti terus Kisah ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SitiKomariyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ibu Jangan Tinggalin Tisna
Sesampainya dirumah Tisna berganti pakaian dan istirahat siang karena kelelahan saat berjalan. Marni membuatkan bubur kacang hijau kesukaan Tisna, saat Tisna bangun ia segera menyantap bubur kacang hijau buatan ibunya.
Terlihat ibu ning sedang sibuk dengan barang dagangan yang akan ia bawa untuk kepasar esok pagi. Saat pagi-pagi benar ibu Ning berangkat kepasar diantar tumang ojek.
Sedangkan Marni sedang sibuk didapur, kebetulan hari ini adalh hari Minggu. Tisna sengaja tidak dibangun oleh marni. Marni sedang duduk termenung di ruang tamu sendirian setelah masak.
Ia memikirkan bagaimana cara mendapatkan uang untuk biaya sekolah dan sehari-hari Tisna. Ia tidak mau selalu merepotkan adinya Iman.
Tak disangka setelah enam bulan berlalu, Marni nekat untuk mencari pekerjaan. Sebelum berangkat ia bertukar pendapat pada ibunya.
“ Ibu! Marni ingin bekerja bu.” Ujar Marni sembari menyuguhkan secangkir teh hñgat pada ibunya.
“ Bukan ibu tak mengizinkan kamu bekerja nak, tapi siapa yang akan mengurus Tisna?” Jawab ibu Ning yang sejujurnya sangat berat dengan keputusan Marni.
“ Tisna bersama ibu dirumah, lagi pula Tisna pasti menurut pada ibu.” Ujar Marni sembari menyeruput teh hangat digelasnya.
Ibu Ning terdiam seribu bahasa namun bingung dengan keputusan yang Marni ambil. Ibu Ning begitu sedih, namun apalah artinya bersedih jika Marni sudah bersikeras ingin pergi bekerja.
Esok harinya Marni pergi menemui sahabatnya setelah mengantar Tisna sekolah. Untuk menanyakan perihal pekerjaan. Marni begitu senang setelah mendapat kabar dari sahabatnya. Jika ia bisa bekerja disebuah pabrik di kota. Yang jarak tempuh menggunakan kapal, memakan waktu hingga enam jam saja.
Setelah ia menjemput Tisna pulang sekolah. Ia menyiapakan pakaian yang akan ia bawa esok pagi.
Tisna yang mulai memahami jika ibunya akan pergi ia begitu sedih. Ia menangis tidak mau ditinggalkan oleh Marni. Namun tangisan Tisna tidak bisa meluluhkan hati Marni. Ia sudah memiliki tekad yang kuat.
Saat Ibu Ning sudah kembali dari pasar, sore harinya Marni mengutarakan keinginannya pada ibu Ning. Tentu Ibu Ning sangat kecewa pada Marni.
“ Marni kamu ibu macam apa! Kamu begitu tega pada Tisna, coba kamu lihat anakmu ini.”
“ Sudahlah Ibu jangan melarangku terus. Aku tidak bisa seperti ini terus bu. Lagi pula aku melakukan ini semua juga demi Tisna.”
“ Tapi Marni, Tisna masih membutuhkanmu!”
“ Biarlah Tisna bersama ibu saja, subuh nanti aku akan berangkat bu. Maafkan aku bu! Aku tidak bisa mengurungkan niatku lagi.”
“ Kamu benar-benar keras kepala Marni!”
“ Terserah ibu mau bilang apa, aku tidak peduli!”
Tisna mendengar semua percakapan ibu dan neneknya. Tisna begitu sedih ia mendekati ibunya. Merayu marni agar tidak pergi bekerja.
“ Ibu, ibu jangan pergi! Ibu Tisna ngak nakal lagi, Tisna nurut kata ibu. Ibu jangan pergi.” Ujar Tisna bersimpuh dikaki Ibunya.
“ Berdiri nak, ibu hanya pergi sebentar nak. Setelah ibu dapat uang banyak, nanti Tisna ibu ajak.” Jawab Marni membujuk Tisna yang masih bersimpuh dikakinya, sembari menggendongnya.
Marni berusaha membujuk Tisna, namun Tisna tetap saja tidak bisa dibujuk. Lalu marni terpaksa berbohong tidak jadi pergi agar Tisna sedikit tenang.
Hingga akhirnya Tisna tertidur, saat Tisna tidur begitu pulas. Marni mengemas menyiapkan data-data yang akan dibawa untuk melamar pekerjaan.
Tepatnya jam empat dini hari, Marni berpamitan pada ibunya yang sedang duduk diteras depan. Ibu Ning terlihat melamun, sebenarnya Marni tidak tega melihat ibunya dan Tisna.
“ Bu aku berangkat, titip Tisna.” Ujar Marni sembari mencium tangan ibunya.
“ Marni bisakah kamu jangan pergi, tetaplah disini bersama Ibu dan Tisna!” Jawab ibu Ning mencoba menahan kepergian Marni.
Tak disangka ternyata Tisna sudah terbangun dari tidurnya. Dan ia melihat ibunya sudah menggendong Tas dipunggungnya.
Marni terperanjat melihat Tisna ternya sudah memeluk kakinya. Mencoba menahan kepergian Marni kembali. Marni kemudian melepaskan pegangan tangan Tisna.
“ Maafkan ibu nak, ibu harus kerja cari uang yang banyak untuk Tisna. Tetaplah disini bersama nenek.” Ujar Marni sembari memeluk dan mengecup kening Tisna.
“ Tidak boleh pergi! Ibu tetap dirumah saja. Huhuhu.” Ujar Tisna menangis sesenggukan.
Setelah memeluk dan mengecup kening Tisna. Marni lalu bergegas pergi, ia berjalan dan berlari begitu cepat. Tisna mengejarnya sampai didepan Teras sembari menangis dan berteriak.
“ Ibu..! Ibu...! Ibu....! Huhuhu Ibu...! Jangan tinggalin Tisna bu, ibu..pulang...!! Ibu jahat..! Ibu tidak sayang pada Tisna...! Ibu jahat..! Nenek..ibu nek, ibu pergi, ibu ngak sayang Tisna lagi. Ayah pergi, ibu juga pergi ninggalin Tisna! Huhuhu Ibu...!
Tisna ingin mengejar ibunya, namun jam empat dini hari masih terlihat begitu gelap. Tisna hanya bisa menangis sesenggukan berderaian air mata.
Ibu Ning segera meraih Tisna memeluk dan mencoba menenangkannya. Namun Tisna tetap saja tak berhenti berlinangan air mata.
“ Tisna, dengarkan nenek! Tisna jangan bersedih lagi, Ibu dan Ayah pergi bukan tidak sayang pada Tisna.”
“ Huhuhu, ta..tapi ka..kalau sa..sayang kenapa Tisna di.. ditinggal nenek? Huhuhu” Tanya tisna yang masih menangis sesenggukan.
“ Masih ada nenek nak, ada bude dan pakde, dan ada mas Aris juga. Nanti kalau ibu dan ayah dapat uang banyak Tisna bisa beli baju baru dan semua yang Tisna mau. Sekarang cup ya sayang, nanti kalau udah siang Tisna jajan sama nenek. Tisna boleh minta apa saja yang Tisna mau.” Jawab ibu Ning untuk membuat hati Tisna sedikit melupakan kesedihannya.
Tisna menganggukkan kepalanya meski masih terlihat air mata menglir dipelupuk matanya. Ibu Ning mengusap air mata Tisna, kemudian memeluk dan membawanya masuk kembali kedalam rumah. Karena kelelahan menangis akhirnya Tisna tertidur.
Tisna tertidur dipangkuan Ibu Ning, setelah terlihat begitu pulas Tisna dipindahkan kekamar ya. Ibu Ning tak kuasa menahan air matanya, saat melihat Tisna tertidur. Kebetulan hari ini Tisna tidak masuk sekolah karena tanggal merah. Dimana semua siswa libur sekolah.
“ Begitu banyak ujianmu nak! Kamu menjadi korban kedua orang tuamu. Dari bayi kamu sudah menderita, yang kuat ya cucukku! Nenek akan selalu menjagamu, seperti anak nenek sendiri.” Ujar ibu Ning yang masih berada didekat Tisna dan membelai rambut Tisna dengan lembut.
Kini matahari telah terbit dari timur, cahayanya yang terang mulai masuk menembus bilik kayu dirumah ibu Ning. Segera ibu Ning beranjak dari tidurnya untuk segera menyiapkan sarapan untuk Tisna.
Sedangkan Tisna masih tertidur pulas dikamarnya. Selesai masak ibu Ning masuk kembali untuk membangunkan Tisna. Ia memanggil perlahan.
“ Tisna, nak bangun sudah siang ayo mandi. Setelah mandi nanti kita sarapan.”
Namun alangkah terkejutnya ibu Ning saat menyentuh kening Tisna.
“ Astaghfirullah, Tisna.…!!”