Luna Amanda, seorang aktris terkenal dengan pesona yang menawan, dan Dafa Donofan, seorang dokter genius yang acuh tak acuh, dipaksa menjalani perjodohan oleh keluarga masing-masing. Keduanya awalnya menolak keras, percaya bahwa cinta sejati tidak bisa dipaksakan. Luna, yang terbiasa menjadi pusat perhatian, selalu gagal dalam menjalin hubungan meski banyak pria yang mendekatinya. Sementara itu, Dafa yang perfeksionis tidak pernah benar-benar tertarik pada cinta, meski dikelilingi banyak wanita.
Namun, ketika Luna dan Dafa dipertemukan dalam situasi yang tidak terduga, mereka mulai melihat sisi lain dari satu sama lain. Akankah Luna yang memulai mengejar cinta sang dokter? Atau justru Dafa yang perlahan membuka hati pada aktris yang penuh kontroversi itu? Di balik ketenaran dan profesionalisme, apakah mereka bisa menemukan takdir cinta yang sejati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masalah
Setelah syuting selesai, Luna dipanggil oleh produser ke ruangannya. Wajah produser tampak tegang dan tidak puas. Sesampainya di sana, Luna duduk dengan perasaan was-was, sudah menduga apa yang akan terjadi. "Jadi, apa yang kamu pikirkan, Luna?" Produser membuka percakapan dengan nada dingin. "Membawa Dafa ke lokasi syuting? Di depan wartawan, pula? Kamu sadar apa yang baru saja kamu lakukan?" Luna terdiam sejenak, tidak tahu harus menjawab apa. "Aku tidak bermaksud apa-apa, dia hanya mengantarku karena aku baru pulih dari rumah sakit. Aku nggak punya niat untuk menghancurkan apa pun."
Produser menghela napas panjang, nadanya semakin tegang. "Ini bukan soal niatmu, Luna. Ini soal karier dan bisnis! Film ini belum selesai syuting, tapi kamu sudah merusak gimik yang kita bangun dengan susah payah. Publik sudah mulai mempercayai hubunganmu dengan Arman, tapi sekarang? Sekarang mereka sibuk bertanya-tanya soal Dafa. Kamu tahu apa dampaknya?" Luna menundukkan kepalanya, merasa bersalah tapi juga bingung. "Aku nggak bisa terus berpura-pura punya hubungan dengan Arman. Itu semua hanya gimik, bukan kenyataan. Aku nggak bisa hidup di bawah kebohongan ini terus."
Produser menatap Luna tajam. "Luna, kamu seorang profesional. Ini bukan soal kenyataan atau kebohongan. Ini soal menciptakan sesuatu yang akan menarik penonton ke bioskop. Gimik itu adalah bagian dari promosi, dan kamu tahu betul apa risikonya." Luna menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. "Aku ngerti, tapi aku juga nggak bisa mengabaikan kenyataan. Aku nggak punya perasaan apa-apa sama Arman, dan aku nggak nyaman harus berpura-pura di luar layar. Dafa cuma berusaha membantuku, dia nggak punya niat untuk menghancurkan apa pun."
Produser semakin kesal, wajahnya memerah. "Tapi kamu sadar tidak, media sekarang sedang menggali cerita tentang kamu dan Dafa? Berita soal hubunganmu dengan Arman bisa berantakan. Kamu harus mengerti, Luna, ini bukan soal perasaan. Ini soal kariermu!" Luna merasa hatinya tersayat. Di satu sisi, ia merasa tertekan dengan tuntutan profesionalisme yang mengorbankan perasaannya. Di sisi lain, ia tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa hubungannya dengan Dafa semakin dalam, meski belum ada kepastian dari pihak Dafa.
"Jadi, apa yang kamu mau aku lakukan sekarang?" tanya Luna, suaranya mulai lemah. "Aku nggak bisa pura-pura lagi." Produser memutar bola matanya, mencoba meredam amarah. "Aku nggak peduli bagaimana caramu mengatur kehidupan pribadimu, tapi untuk sekarang, kamu harus menjaga penampilan. Jangan terlalu banyak terlihat dengan Dafa di depan umum. Fokus pada proyek film ini dulu. Kalau perlu, hindari dia sementara sampai film ini selesai."
Luna terdiam, merasa terjebak. Perasaan Dafa terhadapnya masih abu-abu, dan sekarang produser memintanya untuk menjaga jarak, sementara dia tahu hatinya tidak bisa berpaling dari Dafa. "Aku akan coba," jawab Luna akhirnya, meski hatinya terasa berat. Produser mengangguk tegas. "Bagus. Pastikan kamu tetap profesional. Dan ingat, promosi ini penting. Jangan sampai ada lagi insiden seperti ini."
Setelah percakapan itu selesai, Luna berjalan keluar dari ruangan produser dengan perasaan bercampur aduk. Tekanan dari pekerjaan, hubungannya yang belum jelas dengan Dafa, dan tuntutan media membuat kepalanya penuh. Di luar, ia melihat Arman sedang berbicara dengan kru, terlihat santai dan tidak terlalu peduli dengan semua kekacauan yang terjadi. Luna tahu ia harus mengambil keputusan antara menjaga profesionalisme dan kariernya atau mengikuti perasaan hatinya. Namun, untuk saat ini, ia hanya bisa fokus menyelesaikan syuting dengan baik, meski rasa frustasi dan ketidakpastian terus membayangi langkahnya.
Di sisi lain, Dafa juga terus memikirkan situasi Luna. Meski berusaha menjaga jarak, hatinya selalu terikat oleh perhatian terhadap Luna, apalagi setelah insiden yang terus terjadi. Dalam diam, Dafa pun merasa bahwa waktunya untuk memberi keputusan semakin mendekat. Luna merasa berada di persimpangan yang sulit. Setelah begitu dekat dengan Dafa, kini tuntutan pekerjaan membuatnya harus menjaga jarak. Rasa frustasi semakin membesar setiap kali ia memikirkan situasinya. Selama bertahun-tahun, Luna selalu berhasil memisahkan kehidupan pribadi dari pekerjaannya, tetapi kali ini terasa berbeda. Dafa bukanlah sekadar nama dalam berita gosip atau sekadar pasangan gimik dalam proyek film. Perasaan Luna terhadap Dafa nyata, dan itu membuat situasi semakin rumit.
Di lokasi syuting, Luna berusaha sebaik mungkin untuk profesional. Namun, setiap kali kamera berhenti berputar, pikirannya selalu melayang pada Dafa. Meski ia mencoba menenangkan diri dengan fokus pada peran, selalu ada rasa rindu dan kecemasan yang menghantui pikirannya. "Kenapa kelihatan murung terus?" tanya Arman, lawan mainnya, saat istirahat di lokasi syuting. Arman, yang belakangan ini sering terlihat lebih dekat dengan Luna karena gimik film, memperhatikan perubahan suasana hati Luna. "Kamu nggak seperti biasanya. Kamu oke, kan?"
Luna tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan perasaannya. "Iya, aku baik-baik aja, cuma agak capek." Arman menatap Luna dengan ragu, lalu mengangguk. "Kalau kamu butuh cerita, aku ada kok," katanya dengan nada ramah, mencoba menghibur. Meskipun Arman terlihat baik, Luna tahu dia tidak akan mengerti apa yang sedang ia alami.
Setelah syuting selesai untuk hari itu, Luna masuk ke ruang ganti dan melihat ponselnya. Ada pesan dari Aurel yang mengingatkannya untuk tetap menjaga sikap dan tidak terlihat terlalu dekat dengan Dafa. Luna membaca pesan itu dengan perasaan campur aduk.
Tepat saat itu, ada pesan masuk dari Dafa: "Bagaimana kabarmu hari ini? Jangan terlalu memaksakan diri." Luna merasakan hatinya bergetar. Pesan singkat dari Dafa membuat perasaannya campur aduk. Ia ingin sekali menjawab dan berbicara lebih banyak, tapi ia tahu bahwa semakin banyak ia terlibat dengan Dafa, semakin sulit baginya untuk mengikuti tuntutan pekerjaannya. Namun, ia tidak bisa mengabaikan pesan itu. Luna akhirnya membalas, "Aku baik. Terima kasih sudah khawatir. Semoga kamu juga baik-baik saja." Luna menatap layar ponselnya, berharap Dafa bisa merespon lebih dari sekadar basa-basi. Tapi di dalam hatinya, ia tahu bahwa menjaga jarak adalah hal terbaik untuk saat ini meskipun itu terasa menyakitkan.
Di sisi lain, Dafa memikirkan balasan Luna dengan perasaan tidak menentu. Dia tahu Luna sedang dalam situasi yang sulit, tapi dia juga bingung dengan perasaannya sendiri. Di satu sisi, Dafa ingin membantu Luna melewati masa-masa sulit, tapi di sisi lain, dia masih ragu untuk melibatkan diri lebih jauh dalam hidup Luna yang begitu penuh sorotan media.
Malam itu, di apartemennya, Luna merenung. Ia memandangi cermin besar di kamarnya, mencoba mencari jawaban atas kebingungannya sendiri. Aurel benar, pikir Luna. Menjaga jarak dari Dafa mungkin langkah terbaik untuk menjaga kariernya tetap stabil. Tapi hatinya menolak untuk menyerah. Dia tidak ingin hubungan ini berakhir sebelum benar-benar dimulai.
"Aku harus gimana?" bisik Luna pada dirinya sendiri. Di saat yang bersamaan, Aurel tiba-tiba menelepon. Luna segera mengangkat teleponnya. "Apa kabar hari ini?" tanya Aurel dengan nada yang hangat. "Baik," jawab Luna singkat. "Tapi… Aku bingung, Aurel. Aku nggak bisa terus-terusan gini."
gabung yu di Gc Bcm..
kita di sini ada event tertentu dengan reward yg menarik
serta kita akan belajar bersama mentor senior.
Jadi yu gabung untuk bertumbuh bareng.
Terima Kasih
cerita nya bagus thor,kalau dialog nya lebih rapi lagi,pasti tambah seru.../Smile/