Demi kehidupan keluarganya yang layak, Vania menerima permintaan sang Ayah untuk bersedia menikah dengan putra dari bosnya.
David, pria matang berusia 32 tahun terpaksa menyetujui permintaan sang Ibunda untuk menikah kedua kalinya dengan wanita pilihan Ibunda-Larissa.
Tak ada sedikit cinta dari David untuk Vania. Hingga suatu saat Vania mengetahui fakta mengejutkan dan mengancam rumah tangga mereka berdua. Dan disaat bersamaan, David juga mengetahui kebenaran yang membuatnya sakit hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PutrieRose, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 34 PERUBAHAN
Detik jam terus berputar. Waktu terus berjalan tanpa henti. Tapi nafas seorang pria yang tampak frustasi itu seakan berhenti sebentar. Seolah tak ada oksigen yang masuk. Sesak sekali dadanya bersamaan pikiran yang kalut.
Dirinya merenung, di tengah malam yang sunyi. Hanya ditemani suara-suara dari serangga yang memenuhi indera pendengarannya.
"Mas, kamu belum tidur?" Vania terbangun dan berusaha menjangkau keberadaan suaminya yang duduk tak jauh dari ranjangnya. Di bawah lampu yang redup, ia menangkap wajah suaminya yang tampak berbeda. "Kamu kenapa? Lagi ada masalah?" Ia perlahan bangun dan duduk. Masih dengan matanya yang menatap suaminya, ia sedang menunggu jawaban.
"Aku tidak boleh terus berdekatan dengannya. Aku tidak mau menambah bimbang hatiku."
"Tidur saja sudah malam. Aku mau tidur di ruang sebelah," ucap David dan berlalu pergi.
BRAKKK
David menutup pintu dengan keras dan membuat Vania mengurungkan niatnya untuk mengejarnya.
"Aku tidak boleh menyakiti Karina."
Pikirannya mendadak berubah, ia harus kembali pada janji awalnya pada dirinya sendiri. Bahwa wanita yang harus ia selalu cintai hanya Karina.
***
Suasana pagi di kediaman Marshel. Seperti biasa, makanan yang tersaji di atas meja beraneka macam. Biasanya Vania akan mengambilkan lauk pauk untuk suaminya, tapi pagi ini tidak. Karna David sudah berangkat pagi-pagi sekali saat Vania masih mandi.
"Makan yang banyak, Sayang." Rissa menyuruh Vania mengambil makanan lagi. Beliau begitu lembut dan baik hati.
Vania hanya mengangguk singkat. Rasanya ia tidak nafsu makan setelah kejadian semalam. Apalagi pagi ini ditambah David yang tak memakai baju kantor yang telah ia siapkan. Saat ia keluar dari kamar mandi, baju itu masih utuh di tempatnya dan David sudah melajukan mobilnya pergi.
"Dia kenapa? Apa dia mulai berhubungan lagi dengan Karina?" Kedua matanya memanas, tapi di depan Rissa ia berusaha tegar. Ia tak boleh menangis dihadapannya.
Siang hari, matahari begitu terik. Dengan memakai topi, Vania berjalan di bawah matahari menuju kantor suaminya. Ia turun dari taxi di pinggir jalan.
Beberapa karyawan menyapa hangat Vania, wanita itu pun membalas hanya dengan anggukan singkat. Suasana hatinya sedang tidak baik, ia ingin bertemu dengan suaminya cepat dan meminta penjelasan atas semuanya.
Perubahan suaminya yang secara tiba-tiba itu membuatnya khawatir sekaligus takut.
Ia sudah sampai di lantai atas dan terlihat sepi. Mawar juga tak berada di tempat kerjanya, kursinya kosong.
KLEK.
Vania sudah tidak sabar dan langsung membuka pintunya dengan kasar. Karna yang ia takutkan bahwa didalam ada wanita penggoda itu. Dan ternyata ...
BRAKKK ...
CRANGGG ...
Vania menjatuhkan tempat makanan yang ia bawa karna merasa shock dengan apa yang ia lihat. Seseorang yang berada di dalam ruangan suaminya juga tak sengaja menyenggol gelas yang ada di atas meja karna terkejut melihat Vania tiba-tiba masuk.
"Hiii, ceroboh!" Mawar turun dari meja dan merapikan bajunya. Melihat pintu ternyata belum dikunci, ia memelototi Reno.
"Aww ...." Reno meringis kesakitan saat heels milik Mawar menginjak kakinya dibawah. "Sakit, Sa—"
"Kurang ajar kalian!!!!! Berani-beraninya m*sum di ruang kerja suamiku!" serunya. Kedua matanya melotot dan menghampiri Reno dengan amarahnya.
BUGH! BUGH! BUGH!
Tanpa ampun Vania memukuli Reno dengan bringas. Mawar pun hanya bisa diam, dia juga tak berani menghentikan Vania yang sedang kesetanan.
"Mampus aku," lirih Mawar sangat ketakutan.
"Ma-maaf, Nyonya. To-tolong hentikan," pinta Reno dan Vania pun berhenti. Tapi ia langsung menjewer kupingnya tanpa lepas.
"Aduhhhh," rintihnya kesakitan.
"Diapain aja kamu sama dia?" tanyanya pada Mawar yang menunduk ketakutan.
"Hah? A—" Mawar kesusahan untuk menjawab.
"Jangan mau diapa-apain sama cowok modelan begini! Kamu belum dinikahin, jangan mau!" tuturnya tapi dengan nada keras.
"Sudah sana kembali ke meja kerja kamu. Aku yang akan urus cowok br*ngs*k ini!" tudingnya pada Reno yang keheranan sendiri.
Mawar mengangguk dan langsung kembali ke meja kerjanya.
"Aahhh ...." Setelah jewerannya dilepas, Reno lega.
Vania pun duduk dengan kedua matanya yang menatap Reno tanpa henti.
"Dimana suamiku?" tanyanya setelah tadi ia sempat menengok ke ruang kamar pribadi tapi tak ada siapa pun.
"Tuan David kan sedang—" Reno langsung memberhentikan perkataannya. Ia hampir saja keceplosan. "Tuan sedang di luar kota, Nyonya."
"Luar kota? Kok kamu gak ikut?" tanyanya penuh selidik.
"Saya disuruh handle yang di sini. Tapi bagian staf ada yang ikut kok, Nyonya. Jadi, Tuan gak sendirian," jawabnya setenang mungkin.
"Dia pergi ke luar kota aja gak pamit ke aku. Kenapa sih dia. Aku chat aja gak dibales."
Tanpa basa-basi lagi Vania langsung keluar dari ruangan. Meninggalkan kebingungan di diri Reno.
"Nyonya Vania gak bahas yang tadi aku lakukan sama Mawar? Eh, kok. Hm, ya udah lah. Syukurlah. Tapi ..." Ia menggaruk-garuk kepalanya merasa aneh.
"Nyonya biar saya antarkan. Anda naik taxi kan pasti?" Reno tiba-tiba berlari menghampirinya yang hampir sampai di lobby.
"Suamiku di luar kota berapa hari?" tanyanya malah mengalihkan pembicaraan.
"Tiga hari, Nyonya. Apa nyonya gak tahu?"
"Kalau aku tahu, kenapa aku ke sini?" tanyanya balik.
"Oh ya ya. Anda gak tahu tuan pergi ke luar kota? Berarti tuan gak pamit ke Nyonya?"
Rasanya ingin memukul Reno lagi, Vania geram. "Sudahlah diam. Kamu sama bos kamu itu sama-sama aneh dan sulit ditebak!"
"Hehe. Ayo Nyonya, saya antarkan."
Tak ada jawaban dari Vania, ia berjalan begitu saja menuju mobil.
"Eh, kok suamiku gak pakai mobilnya sendiri?" tanyanya heran.
"Hm, itu Nyonya. Tuan pakai mobil milik kantor," jawabnya setelah berpikir sebentar.
Vania merasa ada yang janggal tapi ia bingung harus bagaimana. Masa dia harus menyusul suaminya ke luar kota sendirian? Ia juga tak tahu jalannya. Dan percuma saja kalau meminta Reno untuk berterus terang, pria itu pasti ada dipihak suaminya.
"Kamu pulang jam berapa nanti?"
"Hm, saya? Biasanya saya pulang malam, Nyonya. Tapi karna hari ini gak ada tuan David, ya pulang cepat," jawabnya sambil cengengesan.
"Kalau karyawan lain?" tanyanya.
"Ya sesuai jam kerja normalnya ada yang jam 4 atau 5, Nyonya."
"Terus kamu hari ini mau pulang jam berapa?"
"Hehe, kenapa sih, Nyonya." Reno masih cengengesan gak jelas.
"Pulang jam 3 saja. Ini atas perintah istri dari bosnya kamu," ujarnya dengan tegas.
"Wah, beneran nih, Nyonya. Tapi Anda gak bakal aduin ke tuan David kan? Soal hari ini saya pulang cepat dan soal tadi sama Ma—"
"Ya, tenang saja. Itu urusan pribadi kamu, saya gak ikut-ikutan."
Vania tersenyum miring.
"Kalau Reno masih menyembunyikan rahasia David, ya sudah. Aku yang akan bergerak sendiri."
"Aku turun di rumah orang tuaku saja. Aku rindu masakan ibu." Perjalanan sudah sampai di rumah utama tapi dengan tiba-tiba Vania meminta untuk turun di rumah orang tuanya saja. Akhirnya Reno harus putar balik.
"Hm, ngerjain banget sih, Nyonya Vania."