NovelToon NovelToon
Menyimpan Rasa Untuk Kakaknya

Menyimpan Rasa Untuk Kakaknya

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Kisah cinta masa kecil / Persahabatan / Romansa
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: Lucky One

Lilyana Belvania, gadis kecil berusia 7 tahun, memiliki persahabatan erat dengan Melisa, tetangganya. Sering bermain bersama di rumah Melisa, Lily diam-diam kagum pada Ezra, kakak Melisa yang lebih tua. Ketika keluarga Melisa pindah ke luar pulau, Lily sedih kehilangan sahabat dan Ezra. Bertahun-tahun kemudian, saat Lily pindah ke Jakarta untuk kuliah, ia bertemu kembali dengan Melisa di tempat yang tak terduga. Pertemuan ini membangkitkan kenangan lama apakah Lily juga akan dipertemukan kembali dengan Ezra?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Keputusan yang sulit

Melisa duduk di ruang tamu, menceritakan segalanya kepada kakaknya, Ezra. Raut wajahnya serius, dan tatapannya penuh kekhawatiran saat ia mulai berbicara tentang hubungan Lily dengan Radit yang mulai menunjukkan tanda-tanda toxic.

“Lily benar-benar sayang sama Radit, Kak, tapi aku nggak tahan lihat dia dimanfaatin terus. Aku udah ngomong sama Lily berkali-kali, tapi dia masih aja bertahan karena dia takut kehilangan Radit,” kata Melisa dengan suara bergetar, mencurahkan semua kegelisahannya.

Ezra mendengarkan dengan saksama. Alisnya berkerut, menunjukkan rasa kesalnya. “Aku udah curiga dari awal kalau Radit ini bukan orang yang baik. Tapi aku nggak nyangka sampai separah ini, Mel,” ujarnya sambil mengepalkan tangannya. “Kenapa Lily masih bertahan di hubungan kayak gitu?”

Melisa menghela napas panjang. “Dia buta karena cinta, Kak. Dia nggak mau nyakitin Radit, padahal justru Radit yang nyakitin dia. Lily terlalu baik, dia ngerjain semua tugas Radit, bahkan skripsinya. Tugas-tugasnya sendiri jadi terbengkalai.”

Ezra mengusap wajahnya, mencoba menahan rasa kesalnya. Ia tidak pernah suka dengan cowok yang memperlakukan orang lain dengan tidak adil, apalagi sahabat dekat adiknya. "Aku harus bicara sama Lily. Dia nggak bisa terus-terusan diperlakukan kayak gini. Kalau perlu, aku sendiri yang akan bilang ke Radit untuk berhenti memanfaatkan Lily."

Baru saja Ezra hendak melanjutkan, suara ketukan pintu terdengar dari luar. Melisa dan Ezra saling bertukar pandang, terkejut sejenak. "Siapa ya?" tanya Ezra sambil berdiri dari sofa.

Melisa mengangkat bahunya. “Mungkin Mama atau Papa,” katanya santai, meski sedikit bingung.

Ezra berjalan menuju pintu dan membukanya. Di luar, berdiri seorang wanita dengan senyuman yang sudah tidak asing lagi bagi mereka—Nadia. Ia mengenakan pakaian yang santai namun tetap stylish, dan senyum di wajahnya seolah-olah langsung mencerahkan suasana.

“Nadia?” tanya Ezra, sedikit terkejut melihatnya muncul tanpa kabar.

Nadia tersenyum lembut, lalu berkata, “Hai, Ezra. Aku kebetulan lewat daerah sini, jadi kupikir mampir sebentar untuk ngajak kamu keluar. Gimana, bisa?”

Ezra terdiam sesaat, pikirannya masih dipenuhi dengan masalah Lily yang baru saja didengarnya dari Melisa. Namun, melihat Nadia yang berdiri dengan senyum ramah, Ezra mencoba menyingkirkan kekesalannya sejenak. "Oh, ya... tentu. Tapi tunggu sebentar, aku lagi ada urusan sama Melisa."

Nadia melirik ke dalam rumah dan melihat Melisa yang duduk di ruang tamu, ekspresinya agak muram. “Ada masalah ya?” tanya Nadia, sedikit khawatir.

Melisa, yang mendengar percakapan itu, mencoba tersenyum dan berkata, “Nggak, nggak ada apa-apa. Hanya ngobrol biasa.” Meskipun ia berusaha menyembunyikan kekhawatirannya, nada bicaranya terdengar kurang meyakinkan.

Ezra melihat itu, lalu menoleh kembali ke Nadia. "Aku akan keluar sebentar, tapi nanti malam aku mau bicara sama Lily."

“Bicara tentang apa?” tanya Nadia, penasaran.

“Hal penting soal teman Melisa,” jawab Ezra singkat. “Aku harus kasih tahu dia sesuatu yang bisa mengubah banyak hal.”

Nadia mengangguk paham, meski sedikit penasaran. "Baiklah, kalau begitu. Kita keluar sebentar, nanti kamu bisa lanjut bicara setelahnya."

Ezra lalu menoleh kepada Melisa. "Kita bicarakan ini nanti lagi, ya. Aku janji, aku akan bantu Lily keluar dari masalah ini."

Melisa mengangguk pelan, merasa lega bahwa kakaknya juga peduli terhadap masalah ini. "Oke, Kak. Aku harap Lily bisa segera sadar kalau Radit bukan orang yang baik buat dia."

Di dalam rumah, setelah Ezra dan Nadia pergi, Melisa kembali memikirkan tentang Lily. Ia tahu bahwa semakin lama Lily terjebak dalam hubungan dengan Radit, semakin sulit baginya untuk keluar. Tapi dengan Ezra yang sekarang terlibat, Melisa berharap ada sesuatu yang bisa mengubah keadaan.

Sementara itu, di dalam kamar, Lily yang tak mengetahui apa yang sedang dibicarakan Melisa dan Ezra, duduk termenung. Perasaan campur aduk antara cintanya pada Radit dan ketidaknyamanannya semakin membuat hatinya resah. Dia tahu Radit sudah berkali-kali memanfaatkannya, tetapi perasaannya yang kuat selalu menutupi kenyataan pahit itu.

Tanpa disadari, pikiran Lily kembali pada Ezra, sosok yang selalu ada untuknya di saat-saat sulit. Perhatian yang Ezra berikan malam itu masih terngiang di kepalanya, meskipun Melisa sudah memperingatkan bahwa Ezra memang bersikap baik kepada semua orang. Lily tidak bisa menyangkal bahwa di balik perhatiannya, ada perasaan lebih yang tumbuh di hatinya untuk Ezra.

Lily menarik napas dalam-dalam. Apakah perasaannya terhadap Ezra hanya karena Radit yang telah menyakitinya? Ataukah ada sesuatu yang lebih dalam? Dan bagaimana jika Radit tahu tentang hal ini? Lily tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika perasaannya terhadap Ezra terungkap.

***

Beberapa jam kemudian, Ezra kembali ke rumah setelah keluar bersama Nadia. Kepalanya dipenuhi dengan banyak hal, terutama tentang bagaimana ia akan berbicara dengan Lily. Ezra memutuskan untuk memberikan Lily waktu, tidak langsung menyerangnya dengan kenyataan tentang Radit. Namun, ia tahu bahwa waktu semakin terbatas, dan Lily harus segera sadar sebelum semuanya menjadi lebih buruk.

Ezra menghela napas panjang dan duduk di ruang tamu, menunggu momen yang tepat untuk berbicara dengan Lily. Dalam pikirannya, ia hanya berharap bisa membantu Lily melihat kebenaran, meski itu berarti harus menyakiti perasaan seseorang yang selama ini ia anggap sebagai teman.

Namun, jauh di dalam hatinya, Ezra juga merasa bahwa ia harus berhati-hati. Perasaannya terhadap Lily yang perlahan tumbuh membuat situasi ini semakin rumit. Apalagi, dengan kehadiran Nadia yang kini mulai lebih sering datang, Ezra harus menentukan apa yang sebenarnya ia rasakan.

***

Saat malam semakin larut, Ezra bertekad untuk bicara dengan Lily. Bagaimanapun juga, ia tidak bisa membiarkan Lily terus disakiti oleh Radit. Dan lebih dari itu, ia ingin memastikan bahwa Lily tidak akan terluka lagi, baik oleh Radit maupun oleh perasaannya sendiri.

1
Iind
mampir ya kak,udah banyak karyanya 😍😍
Lenty Fallo
apa kata melisa itu benar lily, kmu jgn trbwa perasan dgn Ezra,dia perhtian dn peduli dgn kmu slma ini krna kmu temn adiknya melisa, dn blm tntu suka sama kmu, lgian Ezra sdh ada nadia. lbih baik kmu fokus dgn kuliamu lily.jgn smpai kmu menglami sakit hti yg ke 2x nya. up lgi thor 💪🥰
Lenty Fallo
lepskn si radit lily, sakit skrg lbih baik drpda nnti. ayok up lgi thor 💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!