NovelToon NovelToon
Biarkan Aku Jatuh Cinta

Biarkan Aku Jatuh Cinta

Status: tamat
Genre:Tamat / Nikahmuda / CEO / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:11.7M
Nilai: 5
Nama Author: Me Nia

BIARKAN AKU JATUH CINTA
Ig @authormenia

Akbar diundang ke SMA dan bertemu dengan Ami yang muda dan cantik. Hatinya terasa kembali pada masa dia masih muda, bagaikan air dingin yang dituangkan air mendidih. Dia menemukan jiwa yang muda dan menarik, sehingga dia terjerumus dalam cinta yang melonjak.
Akbar menjalin hubungan cinta dengan Ami yang berumur belasan tahun.
Bagaimana hubungan dengan perbedaan usia 16 tahun akan berkembang?
Bagaimana seorang gadis yang memutuskan untuk menikah muda harus berjuang untuk mendapatkan persetujuan dari keluarganya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

4. Ya Salam

Ami oh Ami. Andaikan bukan sedang berada di tengah forum formal, Akbar pasti akan tertawa lepas. Teringat dulu pun setiap bertemu selalu mendapat gombalan receh dari si imut itu. Dan berhasil membuatnya terhibur dari penatnya pekerjaan, dari kerasnya persaingan. Bisa tertawa lepas. Kali ini ia menahan gengsi dengan terkekeh saja. Usai tadi dibuatnya speechless.

"Kak, bales Kak!" Celetuk Ozi, nama panggilannya Fauzi. Mengompori Akbar agar membalas gombalan Ami.

Akbar lagi-lagi terkekeh. "Saya tidak bisa menggombal. Sepertinya Ami ini yang ahli ngegombal. Jadi setiap perkara harus diserahkan pada ahlinya." Ia menatap Ami yang masih berdiri di bangku paling belakang. Ada rasa penasaran menggelitik. Kenapa gadis itu memilih bangku di belakang. Yang biasanya identik dengan sikap murid yang suka ngobrol dan malas belajar.

"Aku bukan ahli gombal, Kak. Barusan cuma opening sebelum ke pertanyaan inti. Biar nggak tegang aja." Sahut Ami sambil nyengir kuda.

Akbar mengacungkan jempol diiringi senyum simpul.

"Pertanyaannya di luar tema. Nggak apa-apa, Kak?" Sambung Ami.

"Boleh." Akbar mengangguk kuat. Atensinya fokus tertuju pada Ami.

Sementara teman-teman sekelasnya tetap tidak yakin dengan keseriusan Ami. Sebagian murid ada yang menoleh memperhatikan ke arah Ami. Sebagian lagi fokus memasang pendengaran dengan pandangan lurus ke depan.

"Hm, Kak Akbar kan datang ke sekolah kami dengan outfit seperti ini. Nah, kalau pakai jas saat kegiatan apa saja, Kak?" Tanya Ami dengan wajah serius dan sorot mata penuh keingin tahuan.

"Bisa dibilang style harian saya memang seperti ini, pakai kemeja atau kaos. Termasuk kalau ke kantor juga outfitnya ya begini. Kalau pakai jas jika ada meeting dengan investor, ke acara formal, atau nikahan. Memangnya kenapa, Ami?" Akbar membalikkan pertanyaan. Sambil pikirannya meraba-raba tujuan pertanyaan yang out of the box itu. Bukan lagi pertanyaan tebak-tebakan berujung gombalan. Tapi, benarkah ini yang dimaksud pertanyaan di luar tema?

"Makasih untuk jawabannya, Kak. Mengapa aku bertanya seperti itu? Karena menurutku Kakak itu bagusnya JUST BE MINE." Ami langsung menurunkan badannya. Bersembunyi di kolong meja.

Suara gelak tawa lebih pecah daripada gombalan pertama tadi. Ozi dan Vino sampai menghentak-hentakkan kaki dan memukul-mukul paha saking kencangnya tertawa. Sungguh mengocok perut.

Akbar kali ini tidak bisa menahan tawa. Meski tetap sedikit ditahan. Dua kali terjebak gombalan Ami. Lagi-lagi membuatnya speechless. Entah kenapa juga wajahnya bereaksi memanas dan sudah dipastikan memerah.

Pak Yaya dan Pak Muhtar pun terkekeh-kekeh dengan bahu terguncang. Bukan tidak ingin tertawa lepas. Namun takut tidak sopan mentertawakan sang tamu yang menjadi korban keisengan muridnya.

Ami kembali muncul dari kolong meja dengan ekspresi biasa saja. Padahal teman sebangku dan yang lainnya saja masih menyisakan tawa cekikikan. Ia bahkan meminta atensi agar semuanya kembali diam. Dan tak lama suasana kelas pun kembali hening. Meski dalam pikiran semua orang menduga akan ada guyonan lagi.

"Maaf ya, Kak. Barusan intermezo aja. Aku sama seperti Vino, mau bilang terima kasih untuk motivasinya. Empat kunci keberhasilan udah aku catat. Dan akan ditempel di dinding hati, eh di dinding kamar." Ami menutup mulutnya karena salah ucap. Bahkan Kia yang ada di sampingnya terdengar cekikikan.

"Empat poin itu akan menjadi charger karena godaan terberat bagiku bukan rindunya Dilan. Tapi cemilan bikin aku betah rebahan. Terima kasih sekali lagi, Coach." Ami menutup unjuk rasa dengan anggukkan dan senyuman manis. Kembali duduk.

Akbar balas mengangguk dan tersenyum. Hatinya menghangat. Ia menatap jam di pergelangan tangannya. "Adek-adek, karena waktunya sudah habis. Pertemuan manis ini saya cukupkan sampai di sini. Semoga sharing ilmunya bermanfaat. Sebentar lagi ujian ya. Meski masih sekitar seminggu an lagi, saya ucapkan selamat berjuang. Gaspol belajar!"

"Jangan lupa nanti yang mau liburan akhir tahun, instal aplikasi pulangpergi. Saya akan memberikan voucher cashback hotel dalam negeri khusus pelajar di kelas ini dengan kuota 15 orang. Caranya follow ig pulangpergi dan daftarkan diri via email yang ada di bio."

"Semoga lain waktu kita ketemu lagi. Sekali lagi terima kasih untuk atensi adek-adek semuanya. Semangat belajar! Semangat mewujudkan mimpi!" Akbar pun menutup perjumpaan dengan ucap salam.

Masih ada sisa waktu lima belas menit sebelum bel istirahat berbunyi. Sesi foto berlangsung. Mulai dari selfie hingga foto bersama. Akbar sengaja berdiri di belakang, di samping Ami. Saat wali kelas memfoto dari ambang pintu agar semuanya ter capture. Menyempatkan menoleh sekejap dan saling tatap dengan Ami usai sesi foto.

Akbar meninggalkan kelas ditemani Pak Muhtar dan Pak Yaya. Bersamaan dengan bel istirahat berbunyi dan murid-murid berhamburan keluar kelas. Sepanjang melewati koridor kelas, ia mengumbar senyum ramah pada murid-murid yang menyapanya.

"Mas Akbar, maafin murid saya tadi. Ami memang paling rame di kelas. Suka becanda dan ngebanyol. Anaknya supel. Saya juga pernah digombalin. Tapi dia anak pintar dan sopan. Rangking pertama di kelas." Ucap Pak Yaya begitu duduk bersama di ruang kepala sekolah. Ia merasa perlu menyampaikan klasifikasi karena takut sang tamu tidak nyaman.

Leo yang mendengarkan, mengerutkan kening. Merasa familiar dengan nama itu.

Akbar menyimpan lagi gelas kopinya usai menyeruput mencicipi. "Tidak apa-apa, Pak. Saya malah senang karena suasana jadi santai. Mungkin Ami berani karena udah kenal dengan saya. Lagian Ami memang dari dulu begitu, Pak. Centil, narsis, rame, dan lawak." Ia terkekeh. Mendadak tergambar reka adegan saat ia baru datang ke acara siraman Cia. Ami menarik tangannya dan menyuruh mulung sawer sambil berjingkrak-jingkrak.

"Mas Akbar udah kenal dengan Ami?" Kali ini kepala sekolah yang bertanya dengan kaget. Pak Yaya yang sepemikiran pun penasaran menunggu jawaban Akbar.

"Iya, Pak. Kakaknya Ami menikah dengan sepupu saya. Terakhir ketemu Ami masih SMP. Tadi kaget juga kok sekolah di sini. Dia kan tinggal di Ciamis." Jelas Akbar.

Leo menaikkan satu alisnya. Terjawab sudah rasa kagetnya mendengar nama yang familiar itu.

Pak Muhtar dan Pak Yaya manggut-manggut. Sambil menunggu dua sesi lagi kunjungan ke kelas XI dan Kelas XII, sang kepala sekolah melanjutkan obrolan santai sekalian diplomasi dan negosiasi sewa ballroom hotel Seruni untuk wacana acara reuni akbar. Meminta diskon kepada owner nya langsung.

***

Dua meja disatukan. Anak-anak kelas MIPA 3 berjumlah 10 orang, duduk bersama menikmati jajanan kantin di jam istirahat ini. Topik pembicaraan masih seru membahas seputar gombalan Ami kepada sang motivator.

"Ami keren euy. Berani gombalin CEO Pulangpergi. Aku malah baru niat nanya aja udah gemetar." Sonya terkikik mengingat kejadian tadi di kelas.

Ami memeras sepotong jeruk limau di atas siomay miliknya. Mengaduk-ngaduk hingga tercampur dan menguarkan aroma segarnya yang khas. "Itu karena aku udah kenal sama Kak Akbar. Kalo nggak kenal mah mana berani lah," sahutnya santai. Disambung menyuapkan sesendok penuh siomay rasa ikan tenggiri yang rasanya enak.

"APA?!" Kompak seluruh teman Ami memekik dengan intonasi kaget. Semua mata tertuju pada Ami yang langsung menutup kuping.

"Ya Salam. Telingaku sampe berdengung gini." Ami mengusap-ngusap telinganya sambil memutar bola mata. Sesama pelajar di meja lain pun sampai menoleh.

"Mi, kenal kapan, dimana?" Marga mencondongkan badannya saking penasaran.

"Entar ya ceritanya. Mau abisin dulu siomaynya keburu dingin." Dengan santai, Ami melahap sesendok demi sesendok jajanannya. Membiarkan teman-temannya yang terus merayu agar cepat bercerita.

"Mi, cepetan dong keburu bel." Ifa mencolek pinggang Ami yang duduk di sampingnya. Sudah tidak sabar.

Ami tersenyum menyeringai melihat wajah-wajah kepo yang kompak melipat kedua tangan di meja.

"Jadi gini....Teteh aku yang pertama namanya Teh Puput, nikah sama Kak Rama. Kak Rama itu sepupuan sama Kak Akbar. Bukan sepupu dekat kayak Marga sama Yuma. Kurang tau juga sih silsilahnya. Yang pasti masih kerabat we lah." Jelas Ami.

"Oohhh...." Sahut semua orang kompak satu suara.

"Udah cocok kalau aku bikinin grup paduan suara kayaknya." Ami memutar bola matanya. Dua kali teman-temannya itu menyahut kompak. Ucapannya itu dijawab tawa lepas.

"Nggak nyangka Ami diem-diem bae. Low profile. Padahal dari keluarga Sultan euy." Celetuk Yuma yang mana ibunya adik kakak dengan ibunya Marga. Dijawab anggukkan teman lainnya.

Ami menggoyangkan tangan. "Yang sultan mah mereka. Kalau aku mah B aja." Melihat waktu istirahat lima belas menit lagi, Ami pamit lebih dulu. Memutus obrolan yang menyanjung dirinya.

"Bu, punya Ami totalnya berapa?" Tanya Ami di depan meja kasir.

"Udah dibayar, Neng. Ini siomay yang dibungkunya ya." Ibu kantin memberikan kantong kresek putih.

"Dibayar sama siapa, Bu?" Ami terkejut. Mengerutkan kening.

"Itu lho yang cakep kayak orang Arab. Lupa namanya tadi liat tuh susah dibaca. Cuma depannya Al gitu. Baru aja keluar." Sahut Ibu kantin terlihat keningnya mengkerut saat meraba-raba nama.

Si Emon mungkin ya? Almond Adeba Dhizwar. Dia kan pasang nama di baju tanpa spasi. Bikin pusing yang baca. (Almondadebadhizwar)

Ami menerka itu Almond. Bergegas keluar kantin dengan langkah cepat. Benar saja ia melihat Almond berjalan berdua menaiki tangga.

"Emon, tunggu!" Ami berlari hingga langkahnya sejajar dengan Almond yang berhenti berjalan. "Kamu yang bayarin jajan aku?"

"Iya." Sahut Almond pendek. Temannya Almond hanya diam menjadi pendengar.

"Makasih ya. Tapi lain kali bilang dulu kalau mau traktir. Aku jajannya banyak nih. Aku jadi nggak enak. Tadi di kantin kok aku gak liat kamu deh." Ami berkata apa adanya.

"Tadi aku di pojokan. Minder ah sama genk kamu. Soal traktir, santuy, Mi. Cuma 40 ribu juga. Jajan 400 ribu juga gak masalah kalo buat Ami." Almond menaik turunkan alisnya. Mengajak kembali berjalan.

"Percaya. Anak juragan tekstil Tanah Abang gitu lho." Jawaban Ami membuat Almond tertawa. T

"Itu tadi teman sekelas aku. Kita nggak ada geng - gengan kok. Besok-besok gabung aja biar kamu nggak disangka orang sombong. Padahal aslinya kamu tuh baik,Emon."

"Ya, liat nanti aja." Almond menanggapi singkat.

Ami pamit lebih dulu kepada Almond. Sengaja berlari agar segera sampai di kelasnya karena waktu sudah mepet. Tidak memberi kesempatan Almond menjawab pamitnya.

"Kia, nih makan dulu. Jangan belajar melulu lah. Otak tuh butuh istirahat." Ami menyerahkan tentengannya. Sengaja membungkus karena teman sebangkunya itu tidak pernah ke kantin.

"Ami ih, kenapa repot-repot sih. Aku masih kenyang kok." Kia menutup bukunya. Merasa sungkan dengan kebaikan Ami yang sering membantunya.

"Ngobrolnya nanti. Sekarang dimakan dulu keburu bel 7 menit lagi." Ami membantu membuka box sterofoam. Kelas masih kosong. Teman-temannya masih di kantin.

Kia menurut. Mulai makan siomay dengan kunyahan cepat. "Aku kalo gak belajar sekarang, sore ada kegiatan jadi guru les anak SD. Malam gak ada waktu. Harus bantu Bapak jualan nasi goreng dari magrib sampe jam 9 malam. Belajar subuh paling efektif setengah jam. Soalnya bantu beres-beres rumah dulu. Kalo aku anjlok dari ranking 5 besar, kelas XI aku gak dapat beasiswa lagi. Kalau bayar normal, orang tua mana mampu," ujarnya jujur menjelaskan alasan sebenarnya.

Ami manggut-manggut. Selama ini sudah tahu keadaan ekonomi keluarga Kia. Tapi tidak tahu begitu padatnya jadwal teman sebangkunya itu setiap harinya. Sulung tiga bersaudara itu arus membantu orang tua mencari nafkah karena dua adiknya pun sekolah.

"Udah dulu ngobrolnya. Abisin siomaynya, Kia. Kalo dingin kurang nikmat." Ami beralih membuka ponselnya. Membiarkan Kia fokus makan. Iseng membuka akun sosmed milik Akbar yang baru tadi di follow.

Hingga jam pulang tiba, supercar kuning masih terparkir mencolok di parkiran khusus guru. Ami melihatnya dari selasar lantai tiga. Mungkinkah Akbar akan sholat jumat di masjid sekolahnya? Ia mengangkat bahunya.

***

Ami baru tiba di rumah jam lima sore usai mengikuti kegiatan ekskul rohis. Waktu duduk-duduk di Taman Jomblo bersama teman rohis nya, ia melihat Akbar dan Leo keluar dari masjid. Benar dugaannya, mereka sholat jum'at di Masjid Al Barkah sekolahnya bersama Pak Muhtar dan guru lainnya.

Ami tidak berani menyapa Akbar dan Leo yang berjalan melewati Taman Jomblo bersama kaum Adam lainnya. Memilih membelakangi dan menunduk dengan memeluk tas. Malu. Berbeda dengan teman-temannya yang terdengar sengaja menyapa dengan mengucap salam.

"Bu, abis magrib aku ke rumah Enin ya. Padma ngajak nginep." Ami yang sudah wangi segar usai mandi, mendekati ibunya di dapur.

"Boleh. Nanti sekalian bawa pepes ayam buat Enin." Ibu melakukan tes rasa sop buntut bumbu rempah hasil masakan Aul.

"Nah yang sekarang pas. Cengkeh sama kapulaga terasa hangatnya. Udah oke chef Aul." Ibu membulatkan jempol dan telunjuknya.

"Belum oke, Bu. Aku belum nyicip. Masa dewan juri cuma satu. Nggak fair dong." Protes Ami yang segera menyambar mangkuk dari meja.

Ibu Sekar terkekeh. Aul mencebik. Menurut memberikan kuah sop ke mangkuk yang disodorkan Ami.

"Yaah masa airnya doang sesendok. Semangkuk lah, Teh. Biar terasa enak apa nggaknya. Ini mah cuma nyangkut di tenggorokan."

"Namanya juga tes rasa. Bilang aja lapar pengen makan." Aul sudah bisa membaca modus adik bungsunya itu. Tak urung menuangkan seporsi sop buntut yang masih panas itu. Eksperimen untuk menu baru di cafe Dapoer Ibu nanti.

"Ish, kalau ngomong suka bener deh." Ami tak lagi bicara. Wangi rempah dari sop buntut racikan kakaknya itu memanggil cacing-cacing di perut untuk berdisko. Segera menuangkan nasi ke dalam piring. Membawanya ke meja makan. Tak butuh waktu lama, nasi dan sop habis.

"Beneran Teh, enak banget. Perfecto, Teh." Ami mengusap perutnya yang sudah kenyang.

"Makasih adikku yang imut." Aul tersenyum lebar. Senang hasil eksperimen keduanya dipuji.

"Jadi Teteh mau milih siapa nih? Kak Panji atau Kak Angga?" Tanya Ami, tidak nyambung. Dengan wajah tanpa dosa, mengupas jeruk yang tersaji di meja.

Aul memberengut. Ibu terkekeh.

Ting tong.

Obrolan tidak berlanjut karena terdengar bel pintu berbunyi. Ibu menyuruh Ami untuk melihat siapa yang bertamu.

Ya Salam 🎶

Jangan jangan dulu Janganlah diganggu

Biarkan saja biar duduk dengan tenang

Senyum senyum dulu, Senyum dari jauh

Kalau dia senyum tandanya hatinya mau

Ami sengaja bernyanyi dengan memutari Aul yang membuka apron dengan wajah memberengut. Mencolek dagu, lalu mencolek pinggang kakaknya itu sampai kemudian tak tahan untuk tertawa.

"Ami, itu liat tamu siapa?" Aul mendorong bahu Ami yang terus saja menggodanya. Ibu yang sudah tidak aneh dengan kelakuan Ami, hanya geleng-geleng kepala.

Ami menurut pergi ke arah ruang tamu usai memakai pasmina yang tersampir di sofa. Membukakan pintu. Matanya melebar, dadanya berdebar, melihat siapa yang datang. "Ya Salam!" ceplosnya.

1
M@y
Luar biasa
Tia H.
kangen ami selimut aku mau baca ulang ah
niesya ananda saputri
Setiap episode bikin senyum²...kadang ngakak
Zahratul Aini
Luar biasa
Elsi 🌻
kok eyke yg terpotek² jadinya..
Elsi 🌻
heboh bener ini yg nobar..
Elsi 🌻
tiba-tiba...
"Atee.. Aa' Lasya dataaanggg.."
Elsi 🌻
cinta kan membawamuuu.. kembali di siniii.. 🎶
tapi bo'ong.. weee.. /Tongue/
Elsi 🌻
kalo udah cocok, susah buat berpaling ya, a'..
dan ini bukan tentang nasgor..
Elsi 🌻
karena spek kayak si Almond ini sayang banget kalo cuma jadi figuran, jadi jodohin aja ama salah satu anggota keluarga besar Enin Herawati.. oke ya, Teh Nia?
Elsi 🌻
kalo udah nikah traktirannya saham, Panda.. 😌
Elsi 🌻
nginep di stadion aja Panda biar gak telat.. /Joyful/
Elsi 🌻
wah, tanda² nih.. Ayah Anjar ama Kak Panji tolong siaga 1.. 🤭
Elsi 🌻
si ibu masih syok.. Ami-nya gak sabaran.. solusinya, masing² tahan diri dulu..
Elsi 🌻
mohon ijin, Pak Jendral.. siap salah! 🫡
Elsi 🌻
nah ini, ngasih nasehat ke orang emang gampang.. tapi bakal susah diterapin kalo kejadian di diri/keluarga sendiri..
Elsi 🌻
emang mahasiswa, Padma.. lebih tepatnya pernah jadi mahasiswa.. 🤭
Elsi 🌻
semua berkat didikan Bu Sekar dan kegigihan Ayah Ramdan yg menyuruh anak²nya berlatih silat.. apa jadinya kalo Puput gak bisa menolong Cia saat hampir diperkaos preman waktu itu?
Elsi 🌻
pengen deh punya kepribadian seperti Ami, disenangi semua orang..
kecuali Gita, pastinya.. hihihi
Elsi 🌻
Joohnn.. inget itu binimu lagi hamil itu, Joohnn.. /Joyful/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!