Kecelakaan besar yang disengaja, membuat Yura Afseen meninggal dunia. Akan tetapi, Yura mendapat kesempatan kedua untuk hidup kembali dan membalas dendam atas perbuatan ibu tiri beserta adik tirinya.
Yura hidup kembali pada 10 tahun yang lalu. Dia pun berencana untuk mengubah semua tragedi memilukan selama 10 tahun ke belakang.
Akankah misinya berhasil? Lalu, bagaimana Yura membalas dendam atas semua penindasan yang ia terima selama ini? Yuk, ikuti kisahnya hanya di noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sensen_se., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14 : BERBALIK
Yura mematut dirinya di depan cermin. Baru kali ini ia mengamati dirinya lamat-lamat. Tidak salah jika Zefon selalu memanggilnya dengan sebutan gadis kecil. Karena memang wajah dan tubuhnya sepenuhnya kembali ke usia remaja.
Sepasang netranya terpejam dengan rapat, mengatur emosinya agar tidak meledak hingga kehidupan keduanya kembali berakhir sia-sia. Kedua tangannya terkepal kuat, lalu menarik napas dalam-dalam. “Tenang, keep calm, kuasai keadaan. Jangan sia-siakan kesempatan keduamu, Yura!” semangatnya pada diri sendiri.
Tak berselang lama, ponsel Yura bergetar. Ia segera meraih dan buru-buru mengangkatnya. “Halo,” sapanya pada sang penelepon. Siapa lagi kalau bukan Zefon. Mengingat kontak HP-nya hanya dia seorang.
“Jangan lama-lama di depan kaca, bisa pecah itu nanti,” celetuk Zefon membuat Yura mendelik.
Gadis itu memutar tubuh dengan cepat. Pandangannya mengedar, memastikan bahwa di kamar tidak ada siapa pun. “Bagaimana kamu bisa tahu?” tanya Yura masih menyorot ke setiap sudut dengan waspada.
“Tidak penting! Aku hanya mau mengingatkan, awasi dapur atau meja makan! Ingat, jangan sampai kecolongan! Ambil sampel yang sekiranya ada racun itu. Dan lagi, besok pagi aku jemput untuk berangkat kuliah,” titah Zefon dengan sederet perintah.
“Tapi aku kan....”
“Tidak ada tapi! Siap-siap saja!” tukas lelaki itu dengan cepat lalu mematikan teleponnya.
Yura mengembuskan napas berat, menatap benda pipih di tangan lalu melempar tubuhnya di ranjang. Sejenak gadis itu mengatur napasnya, hingga lama kelamaan justru tertidur.
\=\=\=\=ooo\=\=\=\=
Menjelang malam, Yura terperanjat dari tidurnya. Kepalanya berdentum kuat karena bangun dengan tiba-tiba. Kemudian menatap jam yang menempel di dindingnya. “Astaga! Kenapa harus ketiduran, sih!” seru gadis itu mengacak rambutnya kasar.
Yura segera berlari menuruni anak tangga. Sayangnya semua makan malam sudah tertata rapi di meja. Bahkan Sarah juga turut berkutat di sana. Yura berdecak kesal, terduduk lemas karena sudah terlambat.
“Yura, kamu sudah bangun?” tanya Sarah pura-pura lembut.
“Matamu di mana? Sudah tahu ada di sini masih tanya juga!” sahut Yura dengan ketus.
Ternyata Sarah seperti itu karena sudah melihat Rehan yang berjalan semakin mendekat. “Yura, kenapa bicaramu sekarang seperti itu?” cecar lelaki paruh baya itu.
“Dia memang sudah berubah, Yah. Mungkin salah pergaulan. Sekarang seperti orang yang tak berpendidikan." Tora menyahut.
Yura mengedikkan bahu tak acuh, sebelum duduk, Yura justru melenggang ke dapur. “Bi, masih ada sisa makanan selain yang ada di meja?” tanyanya pada salah satu pelayan yang membereskan dapur.
“Masih, Non,” ujarnya bingung.
“Yaudah, saya ambil ya, Bi.” Yura beranjak mengambil piring.
“Mau saya bantu, Non?”
“Tidak usah, Bi,” sergah Yura mengambil dua porsi makanan untuknya maupun sang ayah.
Yura berbalik, ia melihat Sarah sudah meniti tangga menyusul suaminya. Tora juga masuk ke kamarnya. Kesempatan bagi Yura untuk mengganti makanan yang sudah disiapkan untuk sang ayah.
“Merepotkan!” gerutunya meletakkan makanan itu, lalu menyingkirkan makanan yang disiapkan Sarah.
Ia menggesernya tepat pada meja yang biasanya ditempati oleh ibu dan anak itu. Minuman yang sudah tertuang pun sama, ia tukar dengan milik Sarah.
“Seenggaknya kalau memang sudah menjalankan rencana, kamu kena batunya, Sarah,” gumam Yura melirik tajam pintu kamar orang tuanya.
Teringat pesan Zefon, Yura beranjak ke dapur mencari plastik klip. Pelayan hanya menatap Yura bingung karena mondar-mandir sejak tadi. Yura memasukkan teh hangat beberapa sendok ke dalam plastiknya, lalu kembali duduk di kursinya.
“Yura, kenapa ponsel kamu tidak bisa dihubungi?” tanya Rehan menuruni anak tangga dengan tatapan mengarah pada putrinya.
“Hilang,” sahutnya singkat, menyesap jus jeruk di hadapannya.
Kening Rehan mengerut dalam, duduk di kursinya diikuti oleh Sarah. Ia lalu menyerahkan sebuah kartu ATM pada Yura. “Ini, belilah ponsel baru. Dan uang bulananmu akan ayah transfer sendiri mulai sekarang,” tandasnya.
Sarah membeliak, ingin protes pun tidak bisa. Ia hanya menggeram dalam hati, karena jatahnya pasti akan berkurang jika Yura ditransfer langsung darinya.
“Ayah harap, kamu tidak mengecewakan. Dan semua rumor tentangmu hanya omong kosong saja. Maaf, selama ini Ayah terlalu sibuk sehingga tidak memperhatikanmu,” ujarnya merasa bersalah.
“Mmm, makasih, Yah!” sahut Yura melirik Sarah dengan tajam. Ia tersenyum menerima kartu ATM tersebut.
Makan malam berlalu dalam kesunyian. Hanya denting sendok dan piring yang terdengar. Sarah tampak mengulas senyum penuh kemenangan. Sedangkan Yura, tentu saja ingin tertawa mengejek saat itu juga.
Bersambung~