NovelToon NovelToon
Genggam Tangan Ku, Jangan Pergi

Genggam Tangan Ku, Jangan Pergi

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Romansa / Qatar love
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: siscaatann

Megha Anantasya, gadis ceria yang terjebak dalam cinta sepihak pada Bima Dirgantara, berjuang melawan penolakan dan dinginnya hati pria yang dicintainya. Meskipun usaha dan harapannya tak pernah padam, semua usaha Megha selalu berakhir dengan patah hati. Namun, saat mereka kembali bertemu di kampus, Megha menyimpan rahasia kelam yang mengancam untuk merusak segalanya. Ketika perasaan Bima mulai beralih, kegelapan dari masa lalu Megha muncul, mengguncang fondasi hubungan mereka. Di tengah ketidakpastian, Megha menghadapi kenyataan pahit yang tak terhindarkan, dan Bima harus berjuang melawan penyesalan yang datang terlambat. Ketika semua harapan tampak sirna, cinta mereka terjebak dalam tragedi, meninggalkan luka mendalam dan pertanyaan tanpa jawaban: Apakah cinta cukup untuk mengalahkan takdir yang kejam?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon siscaatann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

MOMEN BERHARGA

Hari itu adalah hari yang dinanti-nanti di kampus. Ada perayaan besar yang diadakan untuk menyambut para mahasiswa baru. Semua orang terlihat excited. Dari stand makanan, lomba-lomba, hingga live music, semuanya siap memanjakan para mahasiswa. Gak mau ketinggalan, aku dan temen-temen memutuskan buat datang dan menikmati suasana.

"Eh, Meg! Lo udah siap belum?" tanya Rina sambil nyengir lebar. Dia emang selalu bersemangat. “Gue udah nunggu lo dari tadi, lho!”

“Iya, bentar lagi. Sabar ya!” jawabku sambil merapikan rambut. Aku udah milih outfit yang menurutku kece banget buat hari itu. Sebenernya, harapanku di dalam hati adalah bisa ketemu Bima dan berharap dia mau lebih terbuka.

Begitu kami sampai di kampus, suasana udah rame banget. Banyak orang berlarian kesana-kemari, semua tampak bahagia. Aku langsung mengedarkan pandangan, nyari sosok Bima di kerumunan. Gak lama, aku lihat dia duduk di salah satu bangku, terpisah dari teman-teman lain. Dia terlihat fokus banget sama ponselnya.

“Eh, yuk kita ke sana!” ajak Rina sambil nuduh ke arah Bima. Aku mengangguk, meski jantungku berdebar-debar. Semoga dia mau ngobrol dan bisa lebih dekat lagi.

Saat kami menghampiri Bima, dia menyadari kehadiran kami. “Eh, hai!” sapanya dengan nada santai. Meski dia gak tersenyum lebar, tapi setidaknya dia gak tampak acuh kayak biasanya.

“Lagi ngapain, Bim?” tanyaku, berusaha untuk tampak rileks.

“Cuma liatin Instagram doang. Lo pada mau kemana?” jawabnya sambil tetap fokus di ponselnya.

Rina langsung nyerocos, “Kita mau nyobain makanan di stand! Katanya ada bakso enak, lho!”

“Gue ikutan, deh,” kata Bima sambil akhirnya menyimpan ponselnya. Hati aku langsung berbunga-bunga. Mungkin ini tanda-tanda baik bahwa dia mulai melibatkan diri.

Di perjalanan menuju stand makanan, kami ngobrol ngalor-ngidul. Suasana terasa lebih cair, dan aku bisa merasakan ketegangan yang sebelumnya ada perlahan-lahan menghilang. “Lo udah coba bakso yang terkenal itu?” tanyaku. “Belum, tapi gue denger enak banget,” jawab Bima dengan nada lebih ceria.

Kami pun sampai di stand bakso yang ramai. Antrean panjang di depan kami, dan saat menunggu, kami berbagi cerita tentang hal-hal lucu di kampus. Rina bercerita tentang dosen yang suka marah-marah, dan kami semua tertawa. Bahkan, Bima pun ikut tertawa, dan rasanya itu udah lama banget gak aku lihat dari dirinya.

“Eh, Meg, lo pernah nyobain masakan gue belum?” tanya Bima tiba-tiba. “Gue bisa masak juga, lho! Cuma, belum ada yang berani nyoba,” tambahnya sambil nyengir.

“Serius? Gue penasaran, deh! Harusnya lo ajak kita makan di rumah,” balasku sambil tertawa. “Iya, mungkin kita bisa jadi juri masakan lo,” Rina ikut menimpali. Bima cuma ngangguk sambil tersenyum, dan rasanya itu bikin hatiku makin berbunga.

Setelah mendapatkan bakso, kami mencari tempat duduk. Kami memilih tempat di bawah pohon besar yang rindang, bikin suasana jadi lebih nyaman. Sambil makan, kami melanjutkan obrolan seru. “Gimana, enak gak baksonya?” tanya Rina sambil nyuapin bakso ke mulutnya.

“Enak banget! Lo harus coba,” kataku sambil mengunyah. Bima juga mengangguk setuju, “Iya, ini lebih enak dari yang gue duga.”

Setelah selesai makan, kami berkeliling melihat berbagai stand. Ada stand seni, musik, dan permainan. Kami mampir ke stand seni, di mana ada lukisan-lukisan keren hasil karya mahasiswa. “Wah, ini bagus banget, ya!” kataku sambil menunjukkan lukisan yang warna-warni.

Bima tampak serius melihat lukisan itu. “Iya, keren. Lo suka seni, Meg?” tanya Bima. “Suka, tapi gak jago gambar sih,” jawabku sambil tertawa. “Gue lebih suka nonton seni daripada bikin.”

“Mungkin kita bisa ikutan workshop seni bareng,” saran Rina. “Biar kita bisa belajar sama-sama.”

“Eh, itu ide bagus!” seruku, excited. “Bima, lo mau ikut juga?” tanya Rina. Bima mengangguk, dan kali ini ada senyum tulus di wajahnya.

Setelah berkeliling, kami melihat ada panggung kecil di tengah keramaian. Ada band yang tampil, dan suasana jadi semakin seru. Kami memutuskan untuk duduk dan menikmati musik. Aku melihat Bima mulai bobot kepala mengikuti irama lagu. Rasanya, moment ini adalah hal yang berharga. Momen di mana kami bisa bersama tanpa beban.

“Meg, lo denger lagunya? Bagus ya?” tanya Bima. “Iya, enak banget! Lo suka musik apa, Bim?” jawabku.

“Gue suka rock sama pop, tapi kadang denger yang lain juga,” katanya sambil tersenyum. “Lo?”

“Gue lebih suka pop. Tapi kadang suka juga yang mellow-mellow,” jawabku, sambil berusaha mencari kesamaan. “Nanti kita bisa buat playlist bareng, ya!”

Setelah menikmati beberapa lagu, kami merasa lebih akrab. Dalam hatiku, aku bersyukur bisa menghabiskan waktu ini bersamanya. Bima terlihat lebih santai, dan aku berusaha memanfaatkan momen ini sebaik-baiknya.

Ketika lagu terakhir diputar, kami mulai berbincang lagi. “Meg, makasih ya udah ngajak gue ke sini. Ini seru banget,” kata Bima. “Gue seneng bisa ngobrol kayak gini.”

“Gue juga, Bim. Seneng banget bisa lebih dekat sama lo,” balasku dengan senyuman. Saat itu, aku merasa ada kemajuan dalam hubungan kami. Setidaknya, Bima mulai mau terbuka.

Setelah itu, kami melanjutkan menjelajahi perayaan, dan Bima mulai menunjukkan minatnya untuk terlibat. Kami mencoba berbagai makanan, bermain di stand permainan, dan bahkan ikut lomba karaoke. Momen-momen kecil itu bikin aku semakin yakin bahwa ada sesuatu yang bisa berkembang di antara kami.

Saat senja mulai menghiasi langit, aku dan Bima duduk di bangku taman. Suasana sekeliling mulai tenang, dan hanya terdengar suara gelak tawa dari jauh. “Bima, tadi gue seneng banget. Kita harus sering-sering kayak gini,” kataku, berharap bisa menjaga momentum ini.

“Setuju! Mungkin kita bisa atur jadwal mingguan atau sesuatu,” jawab Bima dengan semangat. “Gue juga pengen lebih kenal lo,” tambahnya, dan rasanya hatiku melompat mendengar itu.

Malam itu jadi malam yang berharga. Sebuah momen yang aku harap bisa mengubah dinamika antara kami. Meski masih ada keraguan dan tantangan di depan, aku percaya ini adalah langkah yang tepat. Kami telah melangkah ke arah yang lebih baik, dan aku gak sabar untuk melihat kemana semua ini akan membawa kami.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!