NovelToon NovelToon
Menjadi Guru Di Dunia Lain

Menjadi Guru Di Dunia Lain

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Sistem / Akademi Sihir / Penyeberangan Dunia Lain / Elf
Popularitas:8.2k
Nilai: 5
Nama Author: Ned_Kelly

Arthur seorang guru honorer di sekolah negeri yang memiliki gaji pas-pasan dengan jam mengajar yang tidak karuan banyaknya mengalami kecelakaan pada saat ia hendak pulang ke indekosnya. Saat mengira kehidupannya yang menyedihkan berakhir menyedihkan pula, ternyata ia hidup kembali di sebuah dunia yang sama sekali berbeda dari sebelumnya.

Tetapi uniknya, Arthur kembali menjadi seorang guru di dunia ini, dan Arthur berasa sangat bersemangat untuk merubah takdirnya di dunia sekarang ini agar berbeda dari dunia yang sebelumnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ned_Kelly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 34: Perubahan Sikapnya

Semenjak hari itu, aku mulai merasakan perubahan yang cukup signifikan dalam sikap Charlotte. Meskipun sifat malu-malu kucing masih jelas terasa—dengan caranya yang kadang bersikap seolah tak peduli—dia mulai menunjukkan rasa peduli dan kagumnya dengan lebih terang-terangan. Dia sering mencoba menarik perhatianku di kelas, menunjukkan betapa bersemangatnya dia dalam belajar. Setiap kali aku menjelaskan sesuatu di depan kelas, Charlotte selalu menatap dengan fokus penuh, seolah tak ingin melewatkan satu detail pun.

Aku tak bisa mengabaikan fakta bahwa Charlotte berusaha keras menjadi murid teladan, meskipun aku sudah tahu sejak lama bahwa dia memang luar biasa. Dia selalu menjadi yang pertama mengangkat tangan ketika aku bertanya, selalu ingin mencoba setiap sihir baru yang kuajarkan sebelum murid lainnya berani. Ketika aku memberi instruksi, dia tampak bersaing dengan dirinya sendiri untuk menyerap semua hal secepat mungkin. Tak jarang, dia juga menjadi murid yang kritis, sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan tajam yang membuatku terkesan.

Meski aku menyukai perubahan sikapnya ini, aku juga sedikit kerepotan. Sikap Charlotte yang terang-terangan kadang membuatku harus ekstra hati-hati. Dia tak segan-segan datang padaku bahkan di luar jam pelajaran. Seperti suatu hari saat jam istirahat, aku tengah duduk bersantai di kelas setelah memberikan pelajaran yang cukup melelahkan. Tiba-tiba, Charlotte mendekat dengan ekspresi yang agak serius.

“Pak Guru Arthur, bisa buka portal ke rumahku sebentar?” katanya, dengan nada yang hampir seperti perintah, bukan permintaan.

Aku mengangkat alis, sedikit bingung, tapi tetap menuruti permintaannya. Setelah membuka portal, dia menghilang sejenak di dalamnya. Tak lama kemudian, Charlotte kembali dengan membawa sebuah keranjang besar berisi makanan. Wajahnya tampak tenang, meski jelas ada niat tersembunyi di balik tindakannya ini.

"Aku bawa beberapa makanan. Kau terlihat kelelahan," ujarnya dengan nada datar, tapi aku bisa melihat sedikit senyuman tipis di sudut bibirnya. “Kau bisa makan denganku kalau mau, tapi jangan berpikir aku repot-repot membawanya hanya untukmu,” lanjutnya, seakan berusaha menutupi niat baiknya.

Aku terkekeh pelan, mencoba menyembunyikan rasa terkejutku. “Terima kasih, Charlotte. Ini terlihat enak. Jadi, kau benar-benar datang hanya untuk makan bersamaku?”

Charlotte melipat tangannya di dada dan memalingkan wajah, sedikit merona. "Hah, jangan salah sangka. Aku hanya tidak ingin makanan ini sia-sia."

Namun, dia dengan cepat duduk di sampingku dan mulai membuka keranjang makanan itu, meletakkannya di antara kami. Berbagai makanan lezat tersaji, mulai dari roti panggang, buah segar, hingga hidangan yang lebih rumit. Aku mulai menyadari bahwa ini mungkin caranya menunjukkan kepedulian tanpa harus mengakuinya secara langsung.

Saat kami makan bersama, Charlotte tetap menjaga sikapnya yang seolah acuh, namun aku bisa merasakan suasana yang berbeda. Di balik semua ketus dan sindirannya, dia sebenarnya ingin memastikan aku baik-baik saja. Dan, tentu saja, dalam setiap tindakannya, ada upaya terselubung untuk mendapatkan pengakuanku—sesuatu yang, tanpa dia sadari, telah lama kudapatkan.

Meskipun percakapan kami tak selalu hangat, dan dia tetap berusaha mempertahankan jarak dengan sikapnya yang malu-malu kucing, setiap momen bersama Charlotte di luar kelas selalu memberikan kesan mendalam. Di saat-saat seperti inilah aku bisa melihat sisi lembut yang jarang dia tunjukkan kepada orang lain. Dan bagiku, itu sudah lebih dari cukup.

Selain semakin dekat denganku, Charlotte juga mulai membuka diri dengan teman-teman sekelasnya. Aku bisa melihat perubahan itu dengan jelas; ada kilauan kebahagiaan di matanya setiap kali dia berada di kelas, meski ruangan ini jauh dari kata sempurna. Kelas kami memang sederhana, bahkan bisa dibilang reyot dan tak layak jika dibandingkan dengan kelas-kelas megah milik guru-guru lain di akademi. Namun, entah bagaimana, Charlotte tampak menikmati setiap harinya di sini. Dia tak pernah mengeluh, bahkan sering tersenyum tipis saat pelajaran dimulai, seolah-olah ruang sederhana ini memiliki nilai lebih dari sekadar dinding tua dan meja kayu usang.

Yang membuatku kagum adalah bagaimana Charlotte tidak hanya berkembang dalam hubungannya denganku, tapi juga dengan teman-temannya. Dia tidak segan-segan menolong murid lain yang kesulitan, terutama dalam memahami pelajaran yang kuberikan. Salah satu momen yang paling berkesan adalah saat Charlotte dengan sabar membantu Celestine yang sering mengalami kesulitan dalam memahami sejarah sihir—pelajaran yang penuh dengan detail-detail kuno dan teori rumit.

Celestine, dengan kelembutannya yang khas, sering kali merasa frustasi ketika harus mengingat tanggal atau peristiwa penting dalam sejarah sihir. Namun, Charlotte tampak seperti seorang guru kecil saat dia menjelaskan materi dengan sangat sabar, tidak terburu-buru dan memastikan Celestine benar-benar mengerti. Mereka duduk bersama di pojok kelas, dan aku bisa melihat bagaimana Charlotte menata ulang kata-kata dan konsep-konsep rumit menjadi lebih sederhana, membuat Celestine tersenyum setiap kali dia berhasil memahaminya.

Yang lebih mengagumkan lagi, Charlotte bahkan rela belajar bahasa isyarat demi lebih dekat dengan Celestine, yang kadang menggunakan isyarat untuk berkomunikasi saat kata-kata terasa sulit. Melihat usaha Charlotte dalam mempelajari bahasa isyarat adalah bukti nyata betapa dia menghargai persahabatan mereka. Celestine menjadi teman terdekat Charlotte di kelas, seseorang yang dia lindungi dan jaga, meskipun sifat Charlotte yang keras kadang membuatnya terlihat berbeda. Jade mungkin selalu berada di samping Charlotte, tetapi hubungan mereka lebih seperti rival yang harus saling mengalahkan—terutama dalam urusan kemampuan sihir dan prestasi akademis.

"Celestine, coba lihat ini," ujar Charlotte suatu hari setelah jam pelajaran usai. Dia menunjukkan gerakan tangan yang baru saja dia pelajari, sebuah isyarat sederhana yang berarti 'apakah kamu mengerti?' Celestine tertawa kecil, lalu membalas dengan gerakan tangannya sendiri, 'iya, sangat membantu.' Mereka berdua saling tersenyum, dan aku merasa bahwa hubungan mereka telah berkembang lebih dari sekadar teman sekelas biasa.

Sementara itu, persaingan antara Charlotte dan Jade tetap menjadi dinamika yang menarik untuk disaksikan. Setiap kali ada tantangan baru, baik itu tugas sihir atau pelajaran, Charlotte selalu memandang Jade dengan sorot mata penuh determinasi, seolah mengatakan, "Aku harus lebih baik darimu." Jade, di sisi lain, menyambut tantangan itu dengan semangat yang sama. Rivalitas mereka memang terlihat panas, tetapi aku tahu ada rasa hormat di antara mereka yang semakin mempererat hubungan persahabatan mereka.

Suatu kali, setelah berhasil mengalahkan Jade dalam sebuah ujian sihir praktis, Charlotte mendekatinya dengan senyuman kecil yang penuh kemenangan. "Sepertinya aku lebih unggul kali ini," katanya dengan nada tenang, namun penuh kepuasan.

Jade mendengus, tapi senyumnya tak bisa disembunyikan. "Jangan terlalu senang dulu, Charlotte. Ujian berikutnya, aku yang akan menang."

Meski saling menantang, mereka sebenarnya saling mendorong satu sama lain untuk menjadi lebih baik. Dan di balik persaingan itu, aku tahu bahwa Jade dan Charlotte saling menginspirasi.

Melihat Charlotte berkembang tidak hanya sebagai murid yang cerdas dan berbakat, tapi juga sebagai teman yang peduli dan setia, membuatku merasa bangga. Meskipun kelas ini tidak sempurna, meskipun dinding-dindingnya mungkin akan roboh suatu hari nanti, aku tahu bahwa di dalamnya ada hubungan-hubungan yang lebih kuat daripada apapun. Dan bagi Charlotte, kelas ini mungkin lebih dari sekadar tempat belajar. Ini adalah ruang di mana dia bisa menjadi dirinya sendiri—dengan semua kompleksitas, ketegasan, dan kelembutannya yang tak pernah dia akui secara langsung.

Sewaktu-waktu, saat istirahat makan siang, Charlotte tidak pergi ke luar kelas untuk istirahat, ia memilih untuk tetap di kelas dan ingin bertanya padaku tentang beberapa yang tidak ia mengerti, dengan senyuman senang aku mencoba untuk mendengarkan apa yang ia tidak mengerti.

Aku duduk di depan meja, Charlotte di depanku dengan buku terbuka di pangkuannya. Sinar matahari yang redup menerobos masuk melalui jendela kelas yang sudah usang. Suasana begitu tenang—hanya suara pelan kertas yang dibalik oleh Charlotte dan suara lembutku yang memenuhi ruangan. Aku tersenyum melihatnya begitu fokus, meski dengan wajahnya yang biasa, berusaha keras mempertahankan sikap dinginnya.

“Jadi, Charlotte,” aku melanjutkan penjelasan, “Intinya dari sejarah sihir kuno adalah bagaimana keseimbangan antara kekuatan dan kontrol harus selalu dijaga. Penyihir-penyihir zaman dulu yang gagal memahami hal ini... yah, mereka terjerumus ke dalam kehancuran yang mereka ciptakan sendiri.”

Charlotte menatapku dengan penuh perhatian, matanya mengamati setiap gerakanku. Tapi aku tahu dia mencoba tetap terlihat tegas, bahkan mungkin ingin tampak seperti tidak terlalu terkesan.

“Hm, aku mengerti itu,” balasnya dengan nada yang masih setengah ketus. “Tapi bagaimana bisa mereka salah langkah sejauh itu, padahal mereka tahu risiko yang dihadapi?”

Aku tertawa kecil. Pertanyaan itu menunjukkan kecerdasannya yang semakin berkembang, tapi di sisi lain juga menunjukkan bagaimana Charlotte semakin nyaman untuk berdiskusi dengan lebih mendalam denganku.

“Kekuatan kadang membutakan, bahkan yang terkuat sekalipun. Tapi yang penting, kau sudah memahami esensinya,” ujarku. Aku menatapnya sejenak dan menambahkan, “Kau berkembang pesat, Charlotte.”

Sekilas, aku melihat semburat merah di pipinya, meski ia segera memalingkan wajahnya. Dia berusaha keras untuk tidak menunjukkan reaksinya, seperti biasa.

“Hmph, ini belum apa-apa,” katanya, dengan nada yang jelas-jelas berusaha menyembunyikan rasa senangnya.

Sebelum aku sempat menanggapi lebih jauh, suara langkah kaki yang berat terdengar dari luar kelas. Aku mengerutkan dahi, merasa ada sesuatu yang berbeda. Pintu kelas tiba-tiba terbuka dengan suara berderit, dan di ambang pintu berdiri sosok yang tak asing lagi—Pak Brandon.

"Ah....dia lagi" ucapku dengan pelan, Charlotte memandang ku dengan tatapan kasihan.

Brandon berdiri di sana dengan senyum yang tidak pernah membuatku nyaman. Senyuman yang tampak penuh dengan maksud tersembunyi. Dari sorot matanya yang tajam dan langkahnya yang penuh percaya diri, aku bisa merasakan ada sesuatu yang dia inginkan. Sesuatu yang mungkin tak akan menyenangkan.

“Wah, wah... rupanya di sini kalian,” ucapnya dengan nada yang manis tapi palsu. Dia melangkah masuk, menutup pintu di belakangnya dengan perlahan. “Aku selalu heran mengapa ruangan ini masih dipakai, apalagi untuk pelajaran tambahan... Tapi rupanya, ada daya tarik tersendiri ya, di sini.”

Aku duduk lebih tegak, merasa waspada. Apa yang dia inginkan? Dia jarang sekali datang ke kelas ini, apalagi saat istirahat. Sesuatu pasti terjadi.

“Pak Guru Brandon,” sapaku dengan nada sopan namun tetap menjaga jarak. “Ada yang bisa saya bantu?”

Senyum jahatnya semakin lebar, membuatku semakin curiga. Matanya bergeser dari aku ke arah Charlotte yang kini terlihat lebih tegang, meskipun dia berusaha keras untuk tidak menunjukkan perasaannya.

“Oh, tidak ada yang mendesak,” katanya perlahan, masih dengan senyumnya yang tak berubah. “Aku hanya ingin melihat bagaimana keadaanmu, dan tentu saja... murid-muridmu.”

Aku tidak menyukai cara dia mengucapkan kata "murid-muridmu." Terlalu banyak maksud tersembunyi di balik kata-katanya. Lagipula sejak kapan dia peduli padaku, pasti ada sesuatu yang ia rencanakan kali ini.

“Aku dengar,” lanjut Brandon sambil melangkah lebih dekat, “Salah satu muridmu, Charlotte, berkembang pesat akhir-akhir ini. Prestasi yang sangat mengesankan, mengingat... keadaan kelas ini.”

Aku merasa detak jantungku meningkat. Ada nada manipulatif dalam suaranya, sesuatu yang membuatku semakin tidak nyaman. Aku bisa melihat dari sudut mataku, Charlotte mengepalkan tangannya di atas meja, jelas-jelas menahan diri untuk tidak bereaksi lebih jauh.

“Apa sebenarnya yang kau inginkan, Pak Brandon?” tanyaku langsung, memutuskan untuk tidak bermain-main dengan kepura-puraannya.

Brandon tersenyum tipis, melirik ke arahku seolah-olah sudah menunggu pertanyaan itu. Dia menghentikan langkahnya tepat di depan meja, lalu menatapku dalam-dalam.

“Oh, tidak banyak,” ucapnya perlahan. “Aku hanya ingin memastikan bahwa sumber daya akademi yang berharga... digunakan dengan sebaik-baiknya. Lagipula, murid berbakat seperti Charlotte mungkin pantas mendapatkan bimbingan yang lebih... berkualitas.”

Matanya kembali melirik Charlotte, dan kali ini aku bisa melihat jelas apa yang dia inginkan. Ini bukan tentang kelas, ini tentang Charlotte. Aku tahu reputasi Brandon—dia selalu tertarik pada murid-murid berbakat, terutama yang bisa mengangkat namanya lebih tinggi di akademi.

Aku tersenyum tipis, tapi aku takkan membiarkan dia mendapatkan apa yang dia mau dengan mudah.

“Charlotte berada di tempat yang tepat,” jawabku tegas. “Aku sudah melihat bagaimana dia berkembang, dan aku yakin dia akan terus menunjukkan potensinya di sini.”

Brandon menatapku sejenak, senyum kecilnya tidak memudar sedikit pun, meskipun matanya menunjukkan ketidakpuasan. Dia mengangkat bahunya pelan, lalu tertawa kecil.

“Ah, aku mengerti. Baiklah... untuk saat ini. Tapi ingat, selalu ada ruang untuk peningkatan... dan kesempatan.” Dia berbalik menuju pintu, melambaikan tangan dengan santai. “Aku akan mengingatkanmu tentang itu, nanti.”

Dan dengan itu, dia keluar dari kelas, meninggalkan suasana yang terasa lebih berat dari sebelumnya. Aku menghela napas, menoleh ke Charlotte yang masih tampak tegang.

“Maaf soal itu, Charlotte,” kataku, mencoba menenangkan. “Jangan terlalu dipikirkan.”

Charlotte memalingkan wajahnya, tapi aku bisa melihat dia masih memendam kekhawatiran. “Hmph, seperti biasa, dia hanya sok tahu.”

Tapi aku tahu, ini belum selesai. Pak Brandon pasti akan kembali... dan aku harus siap menghadapi apa pun yang dia rencanakan.

1
~YUD~
lajrooot!!
Ned: entar dulu ye kasih Ned nafas dulu wkwkwk...
total 1 replies
Ned
Parah nich, dari pagi tadi update eh kelarnya sore
~YUD~
di festival lunaris ini Arthur bakal ikut main apa cuma jadi guru pengawas doang?
Ned: Jadi pengawas doang, tapi....ada tapi nya hehe/CoolGuy/.... tungguin apa yang bakalan terjadi di sana
total 1 replies
~YUD~
nanti Arthur sama Brandon bakal duel gak author?
Ned: Ya tunggu aja tanggal mainnya
total 1 replies
Gamers-exe
kirain masamune date 👍🗿
~YUD~
nanti Charlotte sama Arthur bakal saling cinta gak author?
Ned: Yakin gak ada yang mau sama Celestine nih /CoolGuy/
「Hikotoki」: betul sekali, jadi meski charlotte umur 16 masih available buat dinikahi
total 8 replies
Erwinsyah
mau nabung dulu Thor🤭
Ned: Monggo silakan, jangan lupa vote dan rate bintang 5 nya kakak
total 1 replies
~YUD~
apa tuh yang segera terungkap?
Ned: apa tuh kira-kira hehehe
total 1 replies
R AN L
penasaran sekali reaksi murinya lihat kekuatan asli guru ny
Ned: tar ada kok, tunggu aja tanggal main nya heheh
total 1 replies
Ned
Update diusahakan tiap hari, setidaknya akan ada 1 BAB tiap hari...kalo Ned bisa rajin up mungkin 2-3 BAB...

Minggu Ned libur
R AN L
di tunggu up ny
Ned: kalo gak berhalangan tiap hari update, Ned usahakan ada 1 chapter update lah minimal sehari....Minggu kayaknya libur...doain aja Ned bisa nulis terus
Ned: kalo gak berhalangan tiap hari update, Ned usahakan ada 1 chapter update lah minimal sehari....Minggu kayaknya libur...doain aja Ned bisa nulis terus
total 4 replies
R AN L
Luar biasa
vashikva
semangatt
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!