Selena mengalami penindasan baik di rumah maupun di sekolah. Semua orang menganggapnya sebagai beban yang tidak berguna. Namun, sebenarnya Selena adalah serigala berbulu domba yang telah menipu semua orang. Dia selalu membalas dendam berkali-kali lipat dan tak ada satupun yang menyadarinya.
Ares Kairos, seorang jenderal yang bertempur gagah berani di garis depan. Namun, dia hampir berubah menjadi monster gila yang kehilangan akal karena tidak bisa menemukan partner yang cocok. Suatu hari ada gadis aneh yang jatuh ke pelukannya dan dengan kurang ajar meraba tubuhnya.
Selena : Hei tampan, tubuhmu terlihat bagus. *hampir meneteskan air liur*
Ares : Siapa kau?
Selena : Belahan jiwamu. *mengulurkan cakar serigala*
Pangkalan militer.
Tentara : Lapor jenderal! Istrimu kabur lagi!!!
Ares : Kemana dia?
Tentara : Lapangan latihan, dia memerintahkan kami untuk melepaskan pakaian atas.
Ares : *menggebrak meja hingga hancur* SELENA!!!
Selena : Otot yang bagus~~~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Destiyana Cindy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6 - Cahaya Harapan
Ares menahan napasnya ketika merasakan tangan lembut yang menjelajahi tubuhnya. Dia berusaha menyembunyikan tubuh bagian bawahnya yang ingin sekali muncul untuk dipuaskan. Sayang sekali wanita di depannya hanyalah ilusi sehingga dia tidak bisa melakukannya.
Mata Selena berbinar-binar seolah mendapatkan mainan yang dia inginkan. Tanpa tahu malu dia menyentuh tubuh Ares dan tanpa dia sadari meninggalkan aroma guidenya. Siapapun yang mencium aromanya pasti akan tahu bahwa pria ini adalah miliknya dan siapapun tidak boleh menyentuhnya.
Setelah puas meninggalkan ‘jejaknya’ Selena langsung terlelap dan berbaring di atas tubuh Ares.
“Akhirnya selesai juga.” Ares menghela napas lega kemudian memperbaiki posisinya.
“Bahkan jika kau ilusi aku bersedia terpedaya olehmu.” Ares memandang wajah Selena dan mengulurkan tangan untuk menyentuh pipinya.
“Bahkan sensasi sentuhan ini terasa nyata.” Dia masih sulit percaya bahwa halusinasi dari efek samping obatnya akan terasa senyata ini.
Ares melingkarkan lengannya di pinggang wanita itu dan menariknya mendekat sehingga tubuh mereka saling menempel. “Aromamu membuatku kecanduan,” gumannya sambil mengendus lehernya.
Ares mengatur pernapasannya kemudian perlahan terlelap.
oOo
“Ini ada dimana?”
Selena merasa asing dengan tempatnya berada karena sebagian besar bagunan disini terbuat dari beton. Bahkan pemukiman kumuh di Planet Chaos tak ada satupun yang terbuat dari bahan rapuh itu.
Kecuali peradaban di Bumi Kuno.
“Tunggu sebentar, apakah ini Bumi Kuno?” Selena mengedarkan pandangannya dan melihat beberapa benda yang mirip di museum.
“Tetapi mengapa mereka tidak bisa melihatku?” Dia sudah menyapa tetapi tidak ada yang menanggapinya.
Selena berjalan dan menemukan cermin tetapi tidak ada bayangannya yang terpantul di sana. “Apakah ini mimpi?” ujarnya sambil menaikan sebelah alisnya. “Mimpi di dalam mimpi?”
“Pria tampan itu memang pembawa keberuntungan.”
Selena merasa senang karena bisa melihat peradaban Bumi Kuno, dia menjelajahi kota tersebut dan menemukan hal yang baru. Seperti kotak besar berjalan, kendaraan kecil yang bisa tunggangi, bongkahan besi yang melaju di rel, bahkan kumpulan buku yang sudah lama menghilang di Planet Gaia.
Namun, dia terpaksa menghentikan penjelajahannya karena orang-orang berlari panik berusaha melindungi diri.
“Langitnya berubah merah?” Selena terkejut ketika mengangkat kepalanya.
Satu persatu bencana alam terjadi di seluruh permukaan Bumi tanpa bisa dihentikan. Tanah terbelah, gunung-gunung memuntahkan laharnya, langit bergemurung karena badai petir dan air laut naik membentuk gelombang raksasa.
“Hiks … hiks … hiks …….”
“Tolong kami!”
“Selamatkan anak dan istriku.”
“Ayah Ibu jangan pergi! Aku tidak mau sendiri.”
Suara tangisan dan jeritan silih berganti membuat suasana semakin mencengkam dan banyak mayat tergeletak di sepanjang jalan. Selena berusaha menolong tetapi tidak ada yang bisa dia lakukan karena tidak bisa berinteraksi dengan dunia ini.
“Semua orang akan mati.”
Ada suara yang tidak jauh darinya dan menarik perhatian Selena.
Gadis kecil itu menatapnya seolah bisa melihatnya.
“Bumi ini akan hancur dan ditempati oleh alien.” Pandangan gadis kecil itu kosong seolah kehilangan harapan hidupnya.
Selena tersentak kaget kemudian mendekatinya. “Kau mengatakan alien?”
Gadis kecil itu tidak menjawab dan hanya menganggukan kepalanya.
“Apakah kau bisa melihatku?” tanya Selena gembira sambil menunjuk dirinya.
“Kakak tidak berasal dari tempat ini.” Gadis kecil itu mengetahuinya karena dia memiliki kekuatan aneh yang membuat orang lain takut kepadanya.
“Cepat pergi dari sini karena tempat ini akan runtuh,” ucap Selena khawatir karena gedung di depan mereka bisa runtuh sewaktu-waktu.
“Percuma, semua orang akan mati,” katanya putus asa.
Selena berlutut di depannya sehingga tinggi mereka sejajar. “Seseorang pernah mengatakan padaku untuk tidak menyerah dan melawan apapun yang menghalangiku.”
“Diam saja tidak akan menyelesaikan masalah.”
Gadis kecil itu terteguh dan menatap Selena. “Bahkan jika itu berakhir buruk?”
“Hasilnya tidak penting tapi usahamu lah yang akan merubah segalanya,” jawab Selena tegas.
“Kau harus melangkah maju untuk merubah masa depan.” Selena mengulurkan tangannya.
“Jadi kau harus hidup!”
Tangan gadis kecil itu gemetar ketika meraih tangan Selena tetapi ada tekat kuat yang terpancar di dalam matanya. “Aku tidak ingin mati.”
Semua orang menyuruhnya menghilang.
Tetapi hanya Selena yang mengatakan agar dia tetap hidup.
“Aku akan memastikanmu hidup sampai dewasa,” janjinya yang tanpa dia sadari akan merubah seluruh umat manusia.
Selena membawa gadis kecil itu ke bunker bawah tanah yang tidak sengaja dia ketahui saat menjelajahi kota. Untungnya bunker itu belum tertutup sehingga gadis kecil itu bisa berlindung di sana.
“Oh ya aku belum mengetahui namamu,” ujar Selena sambil melepaskan genggaman tangan mereka.
Gadis kecil itu mengangkat kepalanya dan mencoba mengingat segala hal tentang penyelamatnya.
“Namaku Gaia.”
oOo
Selena membuka matanya ketika sinar matahari mengenai wajahnya, dia merasa tubuhnya sangat berat sehingga tidak bisa bangkit dari ranjang. Rasa pusing mendera kepalanya hingga membuatnya berkeringat dingin. Wajahnya juga terlihat memerah dan sepertinya dia mengalami demam.
“Selena, kau tahu jam berapa ini?”
Pintu terbuka dengan keras dan munculah Cassandra dengan raut wajah marah.
Selena mencoba membuka matanya lagi. “A- aku akan bangun.” Kali ini dia tidak pura-pura karena tubuhnya terasa lemas sekali.
“Cepat bangun dan bantu aku berdandan,” desis Cassandra kemudian meninggalkan kamar kumuhnya.
Selena berusaha bangkit meskipun sempoyongan.
Dia tidak sempat membersihkan dirinya di kamar mandi karena Cassandra akan semakin marah jika dia tidak kunjung datang. Untungnya kamarnya berada di lantai yang sama sehingga dia tidak repot naik-turun tangga.
“Cepatlah! Aku ada janji dengan temanku,” desak Cassandra.
Selena mengambil peralatan make-up kemudian mengaplikasikannya di wajah Cassandra. Namun, dia terlalu pusing sehingga tidak bisa fokus dan membuat alis yang dia gambar melebihi batas dan hampir saja melukai mata Cassandra.
“Kau ingin melukai mataku ya?!?!?” seru Cassandra marah sambil menampar wajah Selena.
Akhirnya dia ambruk dan tidak bangkit lagi sehingga membuat Cassandra panik.
“Hei orang bodoh cepat bangun!” perintahnya sambil menendang tubuh Selena.
Cassandra menyadari ada yang aneh dengannya dan ketika menyentuh tubuhnya suhunya sangat panas seperti bara api.
“Sialan, kau tidak bisa mati sekarang.” Cassandra semakin panik dan berusaha membangunkannya.
oOo
Ares terbangun dengan perasaan segar dan bekerja lebih awal sehingga mengejutkan bawahannya. Dari kejauhan mereka bisa mencium aroma asing di tubuhnya sehingga membuat mereka menjauh. Aromanya sangat kuat dan mendominasi seolah menyatakan kepemilikan.
“Selamat pagi, jenderal,” sapa Letnan Gloria, ajudan terpercayaannya.
Ares menganggukan kepalanya lalu membalas sapaannya. “Perintahkan prajurit untuk beristirahat selama 2 hari!”
Dia dalam suasana hati yang baik dan dengan murah hati membiarkan bawahannya istirahat.
“Baik jenderal.” Letnan Gloria mengirim pesan kepada seluruh prajurit yang berlatih di lapangan.
Kebahagiaan jelas terpancar di wajahnya meskipun ekspresinya datar.
Dia seperti orang yang baru saja jatuh cinta.
“Aishhhh ….” Ares meringis kesakitan sambil menyentuh dadanya seolah ada bagian tubuhnya yang sedang sakit.
“Apa yang terjadi padaku?”
-TBC-