Nadia Pramesti, seorang arsitek muda berbakat, mendapatkan kesempatan kedua dalam hidup setelah sebuah kecelakaan tragis membawanya kembali ke masa lalu, tepat sebelum hidupnya hancur karena kepercayaan yang salah dan pengkhianatan —akibat kelicikan dan manipulasi Dinda Arumi, sahabat masa kecil yang berubah menjadi musuh terbesarnya, dan Aldo, mantan kekasih yang mengkhianati kepercayaannya.
Di kehidupannya yang baru, Nadia bertekad untuk memperbaiki kesalahan masa lalu dan menghindari perangkap yang sebelumnya menghancurkannya. Namun, Dinda, yang selalu merasa tersaingi oleh Nadia, kembali hadir dengan intrik-intrik yang lebih kejam, berusaha tidak hanya menghancurkan karier Nadia tetapi juga merenggut satu-satunya pria yang pernah benar-benar dicintainya, Raka Wijaya.
Nadia tidak hanya berhadapan dengan musuh eksternal, tetapi juga harus melawan rasa tidak percaya diri, trauma masa lalu, dan tantangan yang terus meningkat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Nurcahyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jejak yang Menyempit
Bab 34
“Kalian harus keluar sekarang! Aku hanya bisa menonaktifkan sistem selama beberapa detik!” teriak Nadia melalui alat komunikasi.
Raka dan Bayu segera berlari menuju pintu keluar yang baru saja terbuka. Dengan usaha terakhir dan nyaris tertangkap, mereka berhasil keluar dari gedung tersebut tepat sebelum pintu kembali terkunci.
Mereka berhasil kabur, tapi misi tersebut tidak sepenuhnya berhasil. Meskipun mereka lolos dengan nyawa selamat, “Bayangan” dan para penjaga berhasil melarikan diri dengan membawa semua barang bukti.
Mereka kembali ke markas dengan rasa kekalahan yang mendalam. Mereka berhasil menyelamatkan diri, tapi kehilangan kesempatan untuk menangkap sosok penting yang selama ini mereka buru. Sekarang mereka harus merancang rencana baru sambil terus mewaspadai setiap gerakan musuh yang semakin licin dan sulit ditebak.
###
Kembali ke markas dengan rasa kelelahan dan frustrasi, Raka, Bayu, dan Nadia merasa bahwa misi mereka semakin rumit. Mereka tidak hanya menghadapi musuh yang cerdik, tetapi juga semakin banyak jebakan yang bisa saja mengancam nyawa mereka kapan saja. Namun, meskipun pertempuran di gudang berakhir dengan kegagalan, ada beberapa petunjuk yang bisa mereka manfaatkan.
Nadia duduk di depan laptopnya, memeriksa rekaman dari drone dan data yang mereka kumpulkan selama penyusupan. Bayu sedang membersihkan senjatanya, sementara Raka terlihat tenggelam dalam pikirannya, memetakan kemungkinan langkah selanjutnya.
“Kita memang gagal menangkap mereka, tapi aku yakin ada yang bisa kita gali lebih jauh dari data ini,” ujar Nadia sambil memfokuskan pada satu titik di rekaman.
“Apa yang kau temukan?” tanya Raka, suaranya penuh dengan harapan meski lelah.
“Lihat ini.” Nadia memperbesar gambar yang menunjukkan salah satu layar monitor di ruangan bawah tanah tempat mereka menemukan banyak dokumen. Di sana terlihat peta kota dengan beberapa titik merah yang menandai lokasi-lokasi tertentu.
“Itu pasti lokasi-lokasi penting dalam rencana mereka. Jika kita bisa mengidentifikasi titik-titik tersebut, kita mungkin bisa menghentikan mereka sebelum aksi berikutnya dimulai,” kata Bayu.
Raka mengangguk. “Kita harus bergerak cepat. Kasper dan ‘Bayangan’ pasti sedang merencanakan sesuatu yang besar, dan kita tidak boleh memberi mereka kesempatan lagi.”
Mereka pun mulai membagi tugas. Nadia akan mencoba mengidentifikasi setiap titik di peta, sedangkan Raka dan Bayu akan memeriksa kembali semua informasi yang mereka kumpulkan, termasuk dokumen dan percakapan yang sempat mereka dengar di gudang.
Selama berjam-jam mereka bekerja tanpa henti. Perlahan tapi pasti, potongan-potongan informasi mulai terbentuk menjadi sebuah gambaran yang lebih jelas. Ada pola yang menunjukkan bahwa serangan akan terjadi di tiga lokasi berbeda pada waktu yang hampir bersamaan.
“Ini bukan serangan biasa. Mereka merencanakan aksi yang bisa melumpuhkan kota ini,” kata Bayu dengan nada khawatir. “Salah satu titiknya adalah pusat energi kota. Jika mereka berhasil menghancurkannya, seluruh kota bisa tenggelam dalam kegelapan.”
Raka mengepalkan tinjunya. “Kita tidak bisa membiarkan itu terjadi. Tapi kita juga harus tetap waspada. Kasper pasti menyadari bahwa kita sedang mendekati intinya. Aku yakin dia sudah menyiapkan rencana cadangan.”
Nadia memandang mereka dengan serius. “Aku sudah menghubungi beberapa kontak di kepolisian dan pihak berwenang. Mereka akan siap bergerak, tapi kita perlu memastikan bahwa kita punya bukti kuat dan tahu kapan tepatnya serangan itu akan terjadi.”
Setelah berdiskusi panjang, mereka memutuskan untuk menyusup ke salah satu lokasi utama, sebuah fasilitas yang ditandai sebagai pusat pengendalian operasi. Mereka yakin di sana mereka bisa menemukan informasi lebih lanjut tentang rencana besar ini, sekaligus melacak keberadaan Kasper dan ‘Bayangan.’
Namun, sebelum mereka bergerak, ada sesuatu yang membuat Raka terhenti. Ia mendapat pesan misterius di ponselnya, pesan yang hanya berisi satu kalimat: “Kamu tidak akan pernah menang. Aku selalu selangkah di depanmu.”
Pesan itu jelas dari Kasper. Ini menunjukkan bahwa mereka sedang diawasi dan langkah-langkah mereka sudah diantisipasi. Raka merasa ada sesuatu yang salah. Apa yang selama ini mereka anggap sebagai langkah maju, ternyata bisa saja merupakan bagian dari rencana besar yang lebih licik.
“Kita harus berhati-hati. Bisa jadi kita sedang masuk ke dalam jebakan berikutnya,” ujar Raka sambil menghela napas. Namun, mereka tidak punya pilihan lain. Mereka harus melanjutkan rencana ini meskipun risikonya semakin tinggi.
Ketegangan yang meningkat, saat Raka, Bayu, dan Nadia bersiap untuk menghadapi tantangan yang lebih besar. Mereka tahu bahwa kali ini mereka mungkin tidak hanya berhadapan dengan Kasper dan ‘Bayangan,’ tetapi juga dengan masa depan kota yang ada di ujung tanduk.
###
Raka, Bayu, dan Nadia bersiap menghadapi misi yang bisa jadi paling berbahaya selama ini. Mereka sudah merencanakan semuanya dengan matang. Tujuan mereka adalah fasilitas utama yang dicurigai sebagai pusat pengendalian operasi musuh, yang tersembunyi di dalam gedung tinggi di jantung kota. Fasilitas ini tidak hanya dijaga ketat, tetapi juga dipenuhi dengan teknologi canggih yang bisa mendeteksi penyusup.
Nadia mempersiapkan peralatan pengintai dan perangkat siber yang akan dia gunakan untuk meretas sistem keamanan gedung. Bayu dan Raka memeriksa kembali senjata serta alat komunikasi mereka, memastikan semuanya berfungsi dengan baik.
“Kita hanya punya satu kesempatan. Jika kita gagal, kita tidak hanya kehilangan kesempatan untuk menangkap Kasper, tapi juga bisa kehilangan segalanya,” ucap Raka dengan nada serius.
Mereka bergerak menuju gedung dengan hati-hati, menggunakan rute yang sudah dipelajari untuk menghindari patroli. Sesampainya di dekat gedung, Nadia mulai bekerja, mengakses jaringan keamanan dari jarak jauh. Setelah beberapa menit penuh ketegangan, dia berhasil menonaktifkan sebagian kamera dan membuka pintu masuk samping.
“Kita punya waktu terbatas. Ayo bergerak!” seru Nadia.
Raka dan Bayu memasuki gedung dengan cepat, menyelinap melalui lorong-lorong yang sepi. Meski begitu, mereka tetap waspada terhadap jebakan atau pengawasan yang tidak terdeteksi. Saat mereka mendekati pusat kontrol di lantai atas, mereka menyadari bahwa ada lebih banyak penjaga dari yang mereka perkirakan.
“Kita harus bertindak cepat dan efektif,” bisik Bayu. “Jika mereka menyadari kehadiran kita sebelum waktunya, semua rencana bisa berantakan.”
Raka memberi tanda untuk menyerang. Mereka bergerak dengan cekatan, melumpuhkan penjaga satu per satu tanpa menimbulkan suara berlebihan. Namun, saat mereka hampir mencapai ruangan kontrol, alarm mendadak berbunyi. Raka dan Bayu saling menatap penuh ketegangan—mereka tahu ada yang tidak beres.
“Cepat, kita harus masuk sekarang!” seru Raka.
Mereka mendobrak pintu ruangan kontrol dan mendapati bahwa ruangan itu dipenuhi dengan layar monitor yang menampilkan berbagai aktivitas di sekitar kota. Di tengah ruangan, berdiri seorang pria bertubuh besar yang tidak lain adalah salah satu anak buah utama Kasper.
“Kalian terlambat,” pria itu tertawa sinis. “Semua sudah direncanakan dengan matang. Kalian pikir bisa menghentikan kami? Kalian hanya pion dalam permainan ini.”
Raka tidak membuang waktu. Dia maju dan terlibat dalam pertarungan sengit dengan pria itu, sementara Bayu mencoba mengamankan data dari komputer yang ada di ruangan tersebut. Pertarungan berlangsung brutal, dengan pukulan dan serangan yang dilancarkan dengan penuh kekuatan. Raka nyaris kalah ketika pria itu mengeluarkan pisau tajam, tetapi dengan refleks cepat, dia berhasil menghindar dan menjatuhkan lawannya.
Sementara itu, Nadia yang berada di luar gedung memonitor situasi. “Ada pergerakan besar menuju gedung ini. Kalian harus segera keluar!”
Bersambung...