Impian Khanza sebagai guru Taman Kanak-kanak akhirnya terwujud. Diperjalanan karier nya sebagai guru TK, Khanza dipertemukan dengan Maura, muridnya yang selalu murung. Hal tersebut dikarenakan kurang nya kasih sayang dari seorang ibu sejak kecil serta ayah yang selalu sibuk dengan pekerjaan nya. Karena kehadiran Khanza, Maura semakin dekat dan selalu bergantung padanya. Hingga akhirnya Khanza merelakan masa depannya dan menikah dengan ayah Maura tanpa tahu pengkhianatan suaminya. Ditengah kesakitannya hadir seseorang dari masa lalu Khanza yang merupakan cinta pertamanya. Siapakah yang akan Khanza pilih, suaminya yang mulai mencintai nya atau masa lalu yang masih bertahta di hatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cinta damayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 34
Herman mengumpat sepanjang jalan begitu dia keluar dari ruangan Darren. Ada apa sebenarnya dengan Tuannya pagi ini? Sedari tadi membuatnya kesal saja. Apa sedang datang bulan Nyonya Khanza sehingga berimbas pada Tuannya?
"Argghhh!"
"Loh, kenapa, Pak?" tanya Cindy dikubikel.
"Gak kenapa kenapa. Oh ya, Cin, temani saya meeting ke Cipta Pesona Building."
"Baik, Pak." Cindy melanjutkan pekerjaannya kembali.
"Sekarang!"
"Sekarang, Pak?"
"Iya, sekarang. Masa tahun depan." Sepertinya kesal Herman bisa tersalurkan.
"Tapi menurut jadwal Pak Darren nanti meeting di Cipta Pesona Building nanti jam 9."
"Di maju kan. Ayo!"
"Sebentar, Pak. Saya mau touch up dulu." Cindy grasak grusuk membuka laci meja kerjanya.
"Touch up?" Herman bingung maksud ucapan Cindy namun akhirnya kebingungan nya terjawab setelah melihat didepannya Cindy, sedang mengeluarkan pouch dari dalam laci lalu membukanya.
Herman mengerti sekarang maksud touch up itu apa. Dandan. Setelah melihat Cindy baru saja membuka tutup bedaknya. "Gak usah dandan!"
"Tapi, Pak kalo gak dandan saya kelihatan pucat banget."
"Darimana pucat? Dandanan kamu udah menor gitu." Kalimat sadis keluar dari mulut Herman.
"Tapi, Pak, sebentar deh. 2 menit aja, saya mau lipstikan dulu biar kelihatan tambah seger."
"Gak usah." Larang Herman lagi. Gemas sekaligus kesal pada sekretaris nya itu. Sepertinya wajahnya tidak jauh dari make up. Tidak bisa kah wajahnya sehari tanpa dandan? Pikirnya.
"Tapi, Pak!"
"Udah cantik. Gak usah dandan lagi." Terpaksa Herman memuji untuk menutup mulut Cindy yang masih saja ngeyel.
"Ah, bapak..." Cindy tertunduk malu-malu, menyelipkan rambut nya ke belakang telinga. Wajah merona entah karena malu atau polesan blush on pinknya. "Tapi pacar saya juga suka ngomong saya cantik." Lanjut Cindy.
"Kamu sudah pacar?" Tanya Herman sambil keduanya mulai berjalan menuju lift. Thank''s God. Tadi gw terpaksa muji biar dia diem.
"Ah, bukan, Pak!" Cindy gelagapan. "Bukan pacar tapi baru gebetan, belum jadi pacar. Pacar mah saya belum punya, apalagi calon suami." Lagi, Cindy tertunduk malu-malu sambil tangannya menyelipkan rambut ke telinga.
Herman bergidik mendengar penjelasan panjang Cindy. Bukan urusannya kalo sekretaris nya itu belum punya pacar apalagi calon suami. GAK MINAT, pikirnya.
"Bapak, kenapa, Pak?" Cemas Cindy melihat atasan nya setelah Darren itu bergidik jelas terlihat di matanya.
"Kebelet." Jawab asal Herman.
"Ya, udah, Pak ke toilet dulu. Gak baik nahan pipis. Salah satu penyebab gagal ginjal menurut informasi yang saya dengar itu akibat sering nahan buang air."
Herman Lagi-lagi bergidik mendengar penjelasan tentang gagal ginjal. Amit-amit cabang bayi. Herman tidak sampai mengetuk-ketuk jarinya ke benda terdekat.
"Ayo, Pak! Belum telat kok kita." Cindy refleks menarik lengan Herman.
"Apa-apaan kamu, Cindy?" Herman menghempas cekalan dilengannya.
Cindy yang bebal kembali mengapit lengan Herman. "Ke toilet, Pak. Ayo!"
Setelah mendengarkan maksud Cindy Herman, menghempas cekalan lengannya dengan lembut. Tidak tega, melihat perhatiannya tadi. "Udah hilang kebelet nya." Bohong Herman.
"Serius, Pak? Padahal saya gak papa loh nunggu bapak ketoilet."
"Nunggu bapak sampai ajak saya ke pelaminan saya sanggup." Cicit Cindy malu-malu.
"APA?!!" Shock Herman sedikit mendengar cicitan Cindy. Terdengar kata pelaminan. Apa maksudnya? Pikirnya.
Herman sekuat tenaga menahan bergidik. Jangan sampai triple bergidik. Bisa-bisa ada drama Cindy memaksa dia ke toilet. Mungkin dengan menyeretnya. Terasa tenaga Cindy yang lumayan kuat tadi.
"Ayo, cepat! Jangan sampai Tuan Darren melihat kita masih dikantor." Herman segera memasuki lift begitu sampai didepan pintu lift dengan terlebih menekan tanda turun terlebih dahulu.
Sementara itu diruangan Darren. Darren tampak berbinar menatap lunch box milik Herman yang terpaksa diletakkan diruangannya.