Mafia Mencintai Gadis Muslimah

"Apa yang lo mau bicarakan sama istri gue." Bintang terus memeluk istrinya. Entah kenapa dia tidak mau jauh dari Mentari.

Gerhana memutar bola matanya malas melihat kebucinan Bintang. "Ini tentang Tasya yang mengaku teman masa kecil lo."

Bintang terdiam sebentar, Sebenernya dia masih berusaha mengingat tentang Tasya. Dalam ingatannya, dia tidak pernah kenal dengan Tasya. Ataukah dia sudah lupa sama Tasya karena terlalu lama tidak ketemu."

"Bintang.... " Panggil Tari dengan keras membuat lamunan Bintang buyar.

"Apa yang kamu pikirkan Bi?"

Bintang menghela nafas panjang. "Dari tadi aku berfikir keras sayang. Apakah aku memang pernah kenal dengan Tasya. Sebenarnya aku tidak mengenalnya bahkan aku tidak pernah ketemu dengannya."

"Terus, kenapa kamu tidak mengelak, ketika dia mengaku sebagai sahabatmu Bi.?"

"Bukan tidak mau mengelak sayang, Aku cuma mau tahu alasan dia mengaku sebagai sahabatku ataukah aku yang sudah melupakannya karena terlalu lama tidak ketemu."

Gerhana dan Mentari mengangguk. Mereka kembali diam memikirkan tentang Tasya.

"Bukankah Tasya kesini sudah jelas untuk membalaskan kematian Aditya.?" Ucap Bintang.

"Bukan cuma itu."

Gerhana dan Bintang berbalik menatap Mentari dengan tatapan menyelidik.

"Maksud kamu apa sayang."

"Maksudnya apa Tari?"

Ucap Gerhana dan Bintang secara bersamaan.

"Itu yang kita harus cari tahu, apa yang dia mau sebenarnya?" Jawab Mentari.

"Terus apa rencanamu?" Tanya Gerhana.

"Ikuti permainannya. Anggap kita tidak tahu apa-apa tentang dia."

Keduanya mengangguk mengerti.

"Tujuan gue kesini, Gue mau minta bantuan sama Mafia Death Black Rose."

Mentari mengernyitkan alisnya bingung. Baru kali ini Death Deamon meminta tolong kepadanya.

Melihat keterdiaman Mentari, Gerhana kembali berkata. "Musuh yang kali ini kuhadapi terkenal licik. Dan mereka bisa meracik racun. Siapapun yang terkena racunnya orang itu akan lumpuh dalam sekejab atau bisa kehilangan nyawanya."

Mentari mengangguk, Sekarang dia mengerti kenapa Ketua Death Deamon membutuhkan bantuannya. "Nanti, gue akan meminta Zen membuatkan penangkal Racun. sedangkan Charlie Dan Rian bekerja sama membuatkan lo Racun untuk melawan mereka."

"Terimakasih."

"Gue pulang dulu." Gerhana meninggalkan kediaman Mentari. Rencananya dia akan kembali kepesantren. Dia Harus menunda menyeran Mafia itu. Dia tidak boleh gegabah dalam melawan musuh. Dia akan sabar menunggu anggota Mentari selesai meracik Racun dan penawarnya.

Motor yang dikendarai Gerhana melaju dengan kecepatan tinggi. Dari kediaman Mentari dan pesantren cukup Jauh. Kurang lebih dua jam mengendarai motor baru bisa sampai di pesantren.

Dua jam berkendara, Gerhana sampai di pesantren sekitar jam 12 malam.

Tok...

Tok...

Tok...

Ceklek

"Silahkan masuk nak." Umi Adiba mempersilahkan Gerhana masuk kedalam..

"Maaf Umi, aku mengganggu istirahat Umi." Ucap Gerhana merasa tidak enak sama mertuanya.

"Umi tidak merasa terganggu. kebetulan Umi bangun dan mau ambil air minum. Umi mendengar ketukan pintu, Aku kira siapa yang datang malam-malam begini."

"Kata Icha, kamu ada perjalanan bisnis, cepat sekali pulangnya."

"Tidak jadi Umi."

Umi Adiba mengangguk mengerti. Mungkin perjalanan bisnis Gerhana batal begitulah yang ada dalam pikiran Umi Adibah.

"Umi, aku keatas dulu." Setelah mendapat anggukan dari Umi Adiba. Gerhana dengan langkah lebar menuju kamar dimana istrinya berada.

Dengan pelan dia membuka pintu kamar. Dia tersenyum melihat istrinya tertidur pulas. "Cantik."

Sebelum ikut baring disamping Icha. Dia terlebih dulu membersihkan badannya yang terasa lengket.