Damien De Santis merupakan pembuat senjata dengan spesifikasi luar biasa. Dia jadi pemasok beberapa organisasi mafia Italia. Namun, dirinya dibuat jengkel, saat berurusan dengan Patrizio Mazza. Damien yang hilang kesabaran memutuskan menghabisinya, kemudian membawa pergi adik tiri pria itu yang bernama Crystal Guida Mazza.
Crystal dijadikan tawanan, hingga rahasia besar tentang gadis itu mulai terkuak. Damien bahkan rela melindungi, setelah mengetahui jati diri Crystal yang ternyata akan sangat menguntungkannya.
Siapakah sosok Crystal? Mengapa dia jadi incaran mafia lain? Lalu, apa alasan Damien mati-matian melindungi gadis itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Komalasari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pomade
“Jangan khawatir. Aku bisa mempertanggungjawabkan keputusan yang kuambil,” ucap Damien datar, seraya kembali berbalik. Dia bermaksud melanjutkan niat pergi dari sana.
“Aku hanya mengkhawatirkanmu, Nak,” ucap Emanuele, kembali membuat Damien tertegun.
Emanuele berjalan mendekat, lalu berdiri sedikit di belakang sang putra. “Aku sudah kehilangan. Jangan sampai harus merasakannya lagi.”
Damien tersenyum sinis, diiringi gelengan samar. Namun, dia tak menanggapi ucapan sang ayah. Damien justru menganggapnya sebagai sesuatu yang berlebihan.
“Kau belum mengenal Saviero Mazza ___”
“Aku sudah berkenalan dengannya tadi,” sela Damien datar, dengan posisi tetap membelakangi Emanuele. “Maaf, aku harus menemui Nicola.” Setelah berkata demikian, Damien berlalu meninggalkan Emanuele, yang terpaku menatap kepergiannya.
Sepeninggal Damien, Santiago langsung mendekati sang majikan. “Jangan terlalu mengkhawatirkan tuan muda. Dia pasti sudah memperhitungkan segala risiko yang akan dihadapi. Tuan muda jauh lebih tangguh dari yang Anda kira.”
Emanuele membalikkan badan, jadi menghadap Santiago. Dia menatap aneh sang ajudan. “Kau tahu apa yang terjadi?” tanyanya. Sorot aneh pria paruh baya itu berubah jadi tatapan penasaran.
Santiago tersenyum kalem, disertai bahasa tubuh yang teramat sopan. “Crystal, Tuan,” jawabnya.
“Crystal? Asisten pribadi Damien?” Emanuele menautkan alis.
Santiago mengangguk pelan. “Gadis itu sangat cantik,” ucap Santiago, dengan ekspresi penuh makna. Dia tak harus menjelaskan secara gamblang karena yakin Emanuele pasti memahami ke mana maksud ucapannya.
“Oh, astaga.” Emanuele mengembuskan napas pelan dan dalam, lalu berdecak pelan.
Sementara itu, Damien berjalan gagah menyusuri koridor berpencahayaan temaram. Tatapannya tertuju lurus ke depan, dengan pikiran menerawang pada pertarungan singkat dengan Saviero beberapa saat yang lalu. Andai Emanuele tak datang, mungkin mereka akan berkelahi sampai benar-benar ada yang terluka parah.
Damien menghentikan langkah di ujung koridor. Dia melihat arloji di pergelangan kiri, kemudian menekan tombol kecil di pinggirnya hingga aksesori mahal itu terbuka.
Di bagian dalam arloji tadi, terdapat layar dengan denah yang memperlihatkan titik kecil warna merah. Pria tampan bermata hazel itu memperlebar tampilan di layar, untuk mengetahui titik koordinat berada,
Damien menggumam pelan, sebelum kembali menutup alat yang ternyata merangkap sebagai smartwatch. Dia tersenyum kecil, melihat jarum jam yang menunjuk angka sembilan lebih sepuluh menit.
Pria itu melanjutkan langkah menuju aula pesta. Emanuele dan Santiago ternyata sudah lebih dulu ada di sana. Namun, sosok Saviero tidak terlihat.
Sorot tajam Damien menyapu setiap sudut ruangan, dengan wajah-wajah para pembesar yang tengah menikmati pesta.
Tak ada seorang pun yang mengetahui perkelahiannya dengan Saviero. Oleh karena itu, Damien tetap terlihat tenang. Dia melangkah gagah, seraya mengusap rambut yang tersisir rapi ke belakang. “Aku suka pomade ini,” gumam pria tampan 30 tahun tersebut.
Beberapa saat kemudian, Emanuele memberikan sambutan atas diadakannya pesta mewah itu. Dengan bangga, dia mengukuhkan Damien sebagai penerus dari Kerajaan De Santis. Untuk pertama kali setelah beberapa tahun berlalu, Damien dan Emanuele akhirnya berpelukan sebagai ayah dan anak.
“Asisten pribadimu tidak terlihat sama sekali di pesta. Jangan katakan kau lupa membelikannya gaun malam,” pancing Emanuele, setelah pesta berakhir dan para tamu undangan telah meninggalkan aula mansion.
“Dia tidak menyukai pesta,” ucap Damien menanggapi.
“Unik sekali. Gadis cantik mana yang tidak menyukai pesta?” Emanuele menatap aneh Damien.
“Namanya Crystal.” Setelah menanggapi demikian, Damien langsung berlalu meninggalkan sang ayah. Dia kembali memeriksa titik merah yang berkedip-kedip sambil melangkah gagah menyusuri koridor, sebelum kembali menutup arloji multifungsi itu.
“Crystal,” panggil Damien tidak terlalu nyaring, saat melihat gadis cantik bergaun silver tersebut tengah bersama keempat anjing, yang dibawa dari Palazzo De Santis. Damien melangkah tenang menghampiri, lalu berdiri di sebelahnya.
“Ayahku menanyakanmu,” ucap Damien pelan, dengan tatapan tertuju pada keempat Doberman Pinscher, yang begitu asyik berada di dekat Crystal.
“Aku melihatnya tadi,” ucap Crystal, seraya berdiri. Dia menatap aneh Damien.
“Siapa? Saviero Mazza?” Damien memicingkan mata.
Crystal mengangguk pelan.
“Apa dia melihatmu ada di sini?” tanya Damien.
Crystal menggeleng pelan. “Aku bersembunyi,” jawabnya.
Damien menghadapkan tubuh sepenuhnya pada Crystal, seraya menatap penuh selidik. “Apa yang membuatmu begitu takut pada pria itu?” tanyanya pelan dan dalam. “Apa yang sudah Saviero lakukan?”
Crystal terlihat ragu, lalu tertunduk. Sesaat kemudian, gadis cantik bermata biru itu kembali mengangkat wajah. “Aku tidak takut padanya. Aku hanya tak ingin dia melihatku ada di sini.”
“Kuharap, kau tidak membuat masalah yang membuat Saviero ….” Damien tak melanjutkan kalimatnya karena melihat Crystal menggeleng cukup kencang, seolah memberikan bantahan keras.
“Kau menyembunyikan banyak rahasia dariku,” ucap Damien, seraya mencengkram lembut pipi Crystal. “Kau pikir aku sebodoh itu?”
Crystal kembali menggeleng, memberikan bantahan untuk kedua kali. Tangannya langsung menyentuh bagian depan jas yang Damien kenakan, lalu meraba perlahan dan bergerak turun. Crystal mengusap-usap lembut, dengan tatapan sedikit nakal. Dia bahkan berusaha tersenyum.
Mendapatkan sentuhan lembut seperti itu, membuat napas Damien jadi berat. “Ja•lang,” ucapnya dalam, sebelum mengangkat tubuh Crystal dan memanggulnya di pundak sebelah kiri.
Crystal sempat memekik pelan karena terkejut. Namun, dia langsung tertawa manja, saat Damien membawanya masuk menuju kamar.
Sayangnya, Damien dan Crystal tak menyadari, sejak tadi ada sepasang mata yang mengawasi mereka dari balik keremangan cahaya lampu.