Nasib malang dialami oleh gadis muda bernama Viona Rosalina. Karena terlilit hutang yang lumayan besar, Viona dijadikan jaminan hutang oleh orang tuanya. Dia terpaksa merelakan dirinya untuk menikah dengan Dirgantara, seorang pengusaha muda yang terkenal sombong dan juga kejam.
Mampukah Viona menjalani hari-harinya berdampingan dengan pria kejam nan sombong yang selalu menindasnya?
Atau mungkin Viona memilih untuk pergi dan mencari kebahagiaannya sendiri?
Nantikan kisahnya hanya ada di Noveltoon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34. Aku Bukan Majikanmu!
"Tuan. Ini saya buatkan kopi untuk anda."
Seharian penuh Dirgantara duduk di balkon dan menghabiskan rokok dua bungkus. Bahkan pria itu kehilangan nafsu makannya. Hatinya bergemuruh panas. Ia masih tak menyangka memiliki keluarga yang tosic, tapi untungnya ia tak tinggal bersama mereka.
"Taruh saja di situ."
Pria itu bahkan tidak mau menoleh padanya.
Viona meletakkan nampan di meja kecil yang memang disediakan di balkon. Dia memberanikan diri untuk duduk menemani suaminya.
Walaupun Dirgantara sudah bersikap baik padanya, tapi masih saja membuatnya takut untuk mendekatinya. Melihatnya murung, ia juga tak tega untuk mengabaikannya.
"Dari siang Tuan belum makan sama sekali. Apa nggak sebaiknya makan dulu, nanti Tuan bisa sakit."
Dirgantara menoleh dengan tatapannya yang sulit diartikan.
Bukan tatapan marah. Bahkan matanya sayu, dan terlihat tengah menyimpan kesedihan yang mendalam.
"Kenapa kamu begitu peduli padaku? Padahal aku sudah jahat sama kamu. Seharusnya kamu senang melihatku seperti ini. Kenapa kau datang menemuiku?"
Viona menggeleng. Ia tahu apa yang tengah dirasakan oleh Dirgantara, sakit saat diabaikan.
Viona pernah mengalami hal yang serupa. Bahkan itu terjadi pada orang tua kandungnya sendiri. Ibunya meninggalkannya di saat ia masih membutuhkan kasih sayang seorang ibu, dan kini Ayahnya, karena kebangkrutan yang dialaminya ia harus menjadi korban keegoisannya, dijual sebagai jaminan hutang.
Memang Dirgantara sudah membelinya dengan harga yang sangat mahal dan mencukupi untuk membayar hutang-hutang Ayahnya, tapi tetap saja cara itu keliru. Anak yang seharusnya dimanja, diberikan kasih sayang dan dilindungi malah dijual hanya demi membayar hutang. Bahkan dia masih memiliki saudara yang tetap meneruskan pendidikannya di luar negeri, sedangkan dia harus menjadi pelayan di rumah suaminya.
"Tuan, Saya tidak pernah punya niatan buat membenci Anda, walaupun anda sudah menyakiti saya di sini. Kalau saya mau, saya akan kabur dari sini meninggalkan Tuan, tapi itu tidak saya lakukan, karena saya sadar, saya sudah dibeli oleh Tuan. Orang tua saya sudah menjual saya pada Tuan, dan saya tidak punya hak untuk kabur dari sini. Kalaupun Tuan berniat untuk membunuh saya, Saya hanya bisa pasrah."
Ucapan Viona membuat hati Dirgantara teriris. Begitu kejamnya ia sudah memperlakukannya dengan sangat buruk, bahkan wanita itu tak ada rasa dendam padanya. Mungkin dulu ibunya merasakan hal yang sama seperti apa yang dirasakan oleh Viona. Di saat ia memutuskan untuk menikah dengan pria pujaannya, malah ditentang oleh keluarganya, bahkan sampai maut menjemput tak mendapatkan maaf dari keluarganya, sungguh menyedihkan. Ia baru sadar, sakitnya saat diabaikan.
Tak terasa air matanya menetes. Pria yang terkesan dingin dan juga kejam itu menangis menyesali perbuatannya yang sudah bersikap buruk pada orang yang mempedulinya.
Ia bersikap kasar terhadap Viona bukan karena membencinya,ia hanya menjadikan Viona sebagai pelampiasan amarahnya terhadap keluarga ibunya, karena selama ini yang ia ketahui hanyalah keluarga dari ibunya, tak sekalipun ia mengetahui di mana keberadaan keluarga dari Ayahnya.
"Viona, aku minta maaf. Aku sudah membuatmu tersiksa di sini. Aku tidak pernah memperlakukanmu dengan baik. Kalau kamu ingin menghukumku, Aku siap menerima hukuman darimu. Ternyata aku tidak ada bedanya sama kakek. Aku terlalu toxic. Aku terlalu egois. Bahkan kau yang tidak mengetahui apa-apa, aku jadikan kebebasan amarahku. Aku menyesal, Vi."
Viona meraih tangan Dirga dan mengusapnya. Ia juga tak bisa membendung air matanya. Ia terharu mendengar ucapan suaminya. Kesabaran yang ia miliki kini membuahkan hasil. Dirgantara yang kejam, kini mengucapkan kata maaf kepadanya.
Mendapatkan sentuhan lembut dari istrinya membuat Dirgantara semakin nyaman. Ia sandarkan kepalanya di pundak Viona.
"Sudah, sudah, jangan bersedih." Melihat kesedihan yang dialami oleh suaminya, Viona pun ikut menangis. Dia teringat pada dirinya sendiri yang kekurangan kasih sayang. Memang Ayahnya memberikan banyak kasih sayang, tapi setelah besar ia dijadikan umpan untuk membayar hutang.
Kini ia tahu apa alasan Dirgantara bersikap begitu kasar dan juga arogan terhadapnya. Setelah mengetahui alasannya, ia bisa melihat bahwa Dirgantara sebenarnya sangat baik dan begitu perhatian padanya.
"Anda masih beruntung masih memiliki adik yang begitu baik dan memahami Anda Tuan, berbeda dengan saya, bahkan Ayah yang saya miliki ataupun saudara yang saya miliki tidak pernah mempedulikan saya, mereka tidak pernah menghubungi saya dan menanyakan bagaimana kabar saya. Apalagi Mama, semenjak meninggalkan saya beliau tidak pernah menunjukkan batang hidungnya, menemani saya atau bahkan memeluk saya. Anda masih puas tinggal bersama orang tua dan merasakan kehangatan keluarga, sedangkan saya ..., sejak masih kecil saya kekurangan kasih sayang. Saya tidak pernah mendapatkan kasih sayang Ibu saya. Tapi saya tegar, mungkin memang ini nasib saya, dan saya harus kuat menjalaninya."
Dirgantara diam mendengarkan celotehan dari Viona. Ia tak menyangka ternyata kehidupan yang dialami oleh gadis itu jauh lebih buruk dibandingkan dengannya.
Dirgantara masih bersyukur karena sejak kecil dirawat oleh orang tuanya dengan baik, bahkan kasih sayang orang tuanya begitu besar. Sedangkan Viona sejak kecil sudah tidak pernah mendapatkan perhatian dari ibunya sendiri, bahkan Ayahnya juga tega menjualnya sebagai jaminan hutang.
"Sekarang saya bahagia karena saya sebentar lagi akan menjadi seorang ibu. Saya berjanji tidak akan pernah membuat anak saya sengsara seperti saya. Apapun alasannya bayi ini akan saya pertahankan agar tetap bersama saya."
Dengan cepat Dirgantara menyambutnya. "Bersama kita, bukan hanya denganmu saja, tapi juga denganku, karena aku juga memiliki hak atas bayi ini. Tanpa aku kau tidak akan bisa memiliki bayi ini. Bukan seperti itu?"
Dirgantara mengusap perut Viona yang masih rata, tapi di situ sudah ada kehidupan yang akan membawanya menjadi orang tua yang sesungguhnya.
Mendengar kata-kata yang begitu menyejukkan hati membuat kedua insan itu terbawa oleh suasana yang nyaman.
Rasa gundah gulana yang dialami oleh Dirgantara kini sirna dengan kehadiran Viona yang tengah menghiburnya.
Pria itu berpikir Viona akan mengabaikannya atau bahkan meninggalkannya setelah mengetahui kelemahannya, tapi ternyata pemikirannya salah, Viona datang memberikan hiburan yang menyejukkan hatinya.
"Emm, mulai malam ini kamu pindah kamar ya, kamu nggak selamanya akan tinggal di kamar tamu kan? Kamu harus tinggal satu ranjang denganku. Masa aku harus terus-menerus datang ke kamar tamu untuk meminta jatahku."
Pria itu memulai aksinya dengan rayuan gombal.
Dulu dia marah saat Viona lancang memasuki ruang pribadinya, kini ia sendiri yang memintanya untuk pindah ke kamarnya karena ia tak bisa lagi menahan hawa dingin di malam hari.
"Kenapa saya harus pindah? Bukannya Tuan sendiri yang tak menginginkan saya untuk tinggal satu ranjang dengan anda?"
"Hapus aja ingatanmu terhadap ancamanku waktu itu. Aku ingin membangun rumah tangga yang sebenarnya. Satu lagi, jangan memanggilku dengan sebutan Tuan, karena aku bukanlah majikanmu!"
Lah ... Lah ... Lah ... Gimana nih guys, ternyata dibalik galaknya Dirga ternyata cengeng juga 😆