Sherin mempunyai perasaan lebih pada Abimanyu, pria yang di kenalnya sejak masuk kuliah.
Sherin tak pantang menyerah meski Abi sama sekali tidak pernah menganggap Sherin sebagai wanita yang spesial di dalam hidupnya.
Hingga suatu ketika, perjuangan Sherin itu harus terhenti ketika Abi ternyata mencintai sahabat Sherin sendiri, yaitu Ana.
Lalu bagaimana kisah mereka setelah beberapa tahun berlalu, Abi datang lagi dalam kehidupannya sebagai salah satu kreditor di perusahaan Sherin sedangkan Sherin sendiri sudah mempunyai pria lain di hatinya??
Apa masih ada rasa yang tertinggal di hati Sherin untuk Abi??
"Apa sudah tidak ada lagi rasa cinta yang tertinggal di hati mu untuk ku??" Abimanyu...
"Tidak!! Yang ada hanya rasa penyesalan karena pernah mencintaimu" Sherina Mahesa....
Lalu, bagaimana jika Abi baru menyadari perasaanya pada Sherin ketika Sherin bukan lagi wanita yang selalu menatapnya dengan penuh cinta??
Apa Abi akan mendapatkan cinta Sherin lagi??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua pasang kekasih
"Kamu lihat apa sayang??" Tanya Zain pada Sherin yang terlihat menatap ke satu arah.
"Enggak, cuma kayaknya tadi lihat orang yang aku kenal"
"Siapa??" Zain ikut melihat ke arah mata Sherin memandang.
"Entahlah, salah orang mungkin" Sherin mengedikkan bahunya, mungkin dia salah lihat karena saat Sherin kembali menatap ke arah orang itu, mereka sudah pergi dari sana.
"Ayo jalan lagi, nanti keburu malam"
Hari ini Sherin dan Zain ingin mencari cincin untuk pertunangan mereka. Memang mereka belum membicarakan hal kepada orang tua masing-masing. Tapi mereka yakin orang tua mereka juga pasti setuju-setuju saja. Makanya mereka memilih mencari cincin dulu, setelah itu Zain akan mengajak orang tuanya untuk menentukan tanggal pertunangan mereka bersama kelurga Sherin.
Mereka berdua juga tau kalau pertunangan mereka tidak mungkin di adakan dengan sederhana. Mengingat keluarga mereka adalah keluarga yang cukup berpengaruh di Negeri ini.
Mereka tak keberatan jika pertunangan mereka di adakan secara besar-besaran. Lagipula, menolak juga hanya akan membuat mereka lelah karena orang tua mereka yang sama-sama keras kepala.
"Kak saya mau cincin untuk pertunangan. Bisa tunjukkan semuanya pada kekasih saya" Zain membawa Sherin ke outlet perhiasan ternama.
"Mari ikut saya Nona"
Sherin di hadapan dengan begitu banyak perhiasan cantik yang memanjakan mata. Tentu saja sebagai seorang wanita Sherin menyukai hal-hal yang indah seperti itu.
"Zain, kamu pilih yang mana??" Sherin meminta pendapat Zain. Karena Zain yang akan mengikat Sherin.
"Kamu suka yang mana sayang?? Aku ikut aja"
"Ya nggak bisa gitu dong, kan kamu yang mau kasih ke aku kan?? Jadi kamu juga harus milih dong" Zain menyukai sikap Sherin yang selalu peduli dengan pendapatnya. Wanita di sampingnya itu tidak pernah egois sama sekali. Sungguh beruntung Zain bisa mendapatkan Sherin.
"Ya udah, kalau gitu yang ini aja gimana??" Zain menunjuk cincin tanpa batu permata, namun terdapat aksen seperti glitter di tengahnya melingkari cincin itu.
"Bagus, sederhana tapi cantik" Sherin tersenyum senang melihat cincin pilihan Zain. Dia sama sekali tidak mempermasalahkan bentuk atau model yang Zain pilih. Dia cukup menghargai pria yang akan menjadi calon suaminya itu.
Dia juga langsung mencoba cincin itu di jari manisnya. Begitu pas di jarinya dan warna silvernya menyatu dengan kulit Sherin yang putih.
"Kalau kamu nggak suka, bisa pilih yang lain kok" Tawar Zain.
"Enggak, aku suka ini kok. Yang ini aja ya Kak" Sherin sudah menetapkan pilihan Zain itu untuk cincin pertunangannya.
Zain juga telah mengulurkan kartu unlimited miliknya untuk membayar cincin sederhana dengan harga selangit itu.
"Kalau gitu besok untuk cincin pernikahan kita, kita pesan aja ya?? Yang sesuai dengan keinginan kamu, atau kamu mau desain sendiri juga boleh"
"Yang bener??" Sherin menatap Zain dengan berbinar.
"Hemm, kebetulan aku punya teman pengrajin perhiasan terkenal"
"Aaaa, senangnya. Makasih ya" Sherin memeluk lengan Zain dengan sekilas karena dia malu masib berada di tempat umum.
"Apapun buat Princess Sherina" Sherin selalu tersipu malu saat Zain memanggilnya seperti itu.
Keduanya pun pergi dari outlet perhiasan itu. Rencananya mereka ingin makan malam sebentar sebelum pulang. Jarang-jarang mereka berdua bisa keluar sekedar menghabiskan waktu seperti pasangan lainnya seperti ini.
Sejauh mereka melangkah menyusuri Mall, begitu banyak pasang mata yang menatap iri pada pasangan itu. Tampan dan cantik membuat mereka begitu serasi dan indah di pandang mata.
Tangan Sherina tak pernah lepas dari genggaman Zain sejak tadi. Zain juga ingin menunjukkan jika mereka bisa seperti pasangan romantis lainnya. Saling menggenggam, bercanda bersama, juga melakukan hal-hal manis layaknya pasangan milenial.
Sherin juga tak keberatan sama sekali. Dia justru merasa begitu diistimewakan oleh Zain.
"Sayang, bukannya itu Sherin ya??" Abi melihat ke arah yang di tunjuk Ana.
Abi kembali melihat wanita yang tadi sempat dilihat olehnya. Masih sama, Sherin masih memasang wajah yang terlihat begitu bahagia dengan pria di sampingnya. Apalagi sekarang, Abi melihat tangan mereka saling bertautan.
"Apa pria itu kekasihnya??" Abi bertanya-tanya dalam hati.
Mendadak Abi merasakan perasaan aneh yang menyeruak di dalam hatinya.
Sejak mereka kembali bertemu saja, Abi belum pernah melihat wajah Sherin yang lepas seperti itu. Hanya senyum tipis, mata tajam, tatapan dingin serta sikapnya yang begitu acuh kepadanya.
Sedangkan dulu, Sherin bisa tersenyum seperti itu hanya kepadanya. Mungkinkah Abi merindukan saat-saat itu sekarang.
Tapi apa pantas?? Lalu kemana saja perasaan Abi selama ini. Kenapa baru merasakannya sekarang.
Abi merasa dirinya benar-benar jahat. Dulu saat Sherin ada untuknya dia malah menolaknya mentah-mentah. Tak peduli dengan kekecewaan Sherin waktu itu. Tapi sekarang, dia justru seperti iri melihat kebahagiaan Sherin.
Apalagi sekarang ini dia justru mengabaikan Ana. Tidak, sikapnya pada Ana itu bukan karena hadirnya Sherin kembali dalam hidupnya. Tapi memang Abi merasa perasaannya pada Ana tak sedalam dulu.
Atau mungkin, perasaan Abi pada Ana tidak pernah sedalam itu?? Abi masih mencari jawabannya sampai sekarang.
"Apa itu pacarnya Sherin ya sayang??"
"Aku tidak tau, sudah jangan ikut campur urusan orang lain. Biarkan saja toh mereka tidak mengusik kita sama sekali. Cepat habiskan makanannya, setelah itu aku antar pulang" Jawab Abi setelah sadar dari pikirannya yang terus berputar ke masa lalu.
Namun, ucapannya seolah mengingkari hatinya. Buktinya, Abi masih sesekali melirik ke arah perginya Sherin. Wanita yang malam ini terlihat begitu menawan dengan dress selutut berwarna lime.
"Aku kan sebenarnya mau menyapa Sherin Bi. Kamu ingat kan saat kita aku ketemu dia di kantor kamu?? Dia kelihatannya benci banget sama aku Bi. Sampai sapaan aku aja nggak di balas sama dia"
"Sudahlah Ana, tidak perlu di pikirkan. Kita seharusnya sadar kenapa dia jadi kaya gitu. Dari awal memang salah kita yang nggak jujur tentang perasaan kita"
"Tapi semua itu aku lakukan karena aku nggak enak sama dikna sayang. Dia udah baik banget sama aku" Ana kembali menunduk sedih.
"Iya, makanya kita yang salah" Sesal Abi.
Ana yang melihat wajah Abi penuh penyesalan itu menjadi semakin tak suka.
"Tapi berkat kamu juga, aku terbebas dari kekangan Sherin Bi. Karena ketegasan kamu waktu itu yang nekat menyatakan cinta kamu di depan umum, dia jadi nggak bisa berbuat apa-apa. Setelah lulus kuliah, aku bahkan benar-benar udah nggak terikat lagi sama wanita pemaksa seperti Sherin. Dia juga nggak berani menghubungi aku lagi. Makasih ya sayang, aku jadi bisa menjadi diriku sendiri berkat kamu" Ana memeluk Abi dari samping. Menyandarkan kepalanya di bahu kokoh itu.
"Iya, memang karena aksi nekat aku yang nggak berpikir panjang dulu, justru membuat Sherin seperti sekarang ini" Abi hanya mampu menyahuti Ana dalam hati
"Kamu ingat sendiri kan gimana dia memaksa kamu untuk menerima cintanya, menuruti keinginannya untuk nonton, jalan-jalan dan masih banyak lagi. Aku juga pernah ada di posisi yang sama kaya kamu loh. Jadi aku ngerti" Ana tersenyum miring karena menurutnya dia berhasil merusak pikiran Abi pada Sherin lagi dan lagi.
"Tapi nyatanya saat ini aku baru sadar kalau Sherin tidak pernah memaksakan kehendaknya pada ku. Dia bahkan mau menunggu selama empat tahun tanpa memaksa aku untuk menerima cintanya" Sayangnya Ana tidak bisa mendengar suara hati Abi.